JAKARTA -- Jika kewenangan Kejaksaan dalam mengusut kasus korupsi dihapuskan, maka akan menjadi titik balik negatif bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

“Selain itu, bisa merusak reputasi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” ujar pengamat politik Dedi Kurnia Syah, di Jakarta, Sabtu (5/4/2025).

“Jika UU KUHAP itu disahkan dengan menihilkan kewenangan Kejaksaan, ini senjakala pemberantasan korupsi, dan tentu bisa pengaruhi reputasi pemerintah,” kata Dedi.

Hal itu dipertegas Dedi terkait beredarnya draf RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) yang dianggap menghilangkan kewenangan Kejaksaan dalam menyelidiki perkara korupsi.

Dedi mengingatkan, efek negatif yang muncul bisa membuat Presiden Prabowo dianggap membuka celah bagi koruptor untuk bebas beraksi.

Dengan kondisi tersebut, berisiko dianggap mengkhianati upaya negara memberantas korupsi.

“Presiden Prabowo bisa didesak untuk mundur jika merestui adanya UU yang lebih banyak mudaratnya bagi bangsa,” kata Dedi.

Menurut Dedi, penghapusan kewenangan Kejaksaan dalam penanganan kasus korupsi adalah bentuk serangan balik nyata dari para koruptor.

Meskipun, Kejaksaan juga bukanlah lembaga yang bebas dari masalah internal.

Namun, ia menekankan bahwa upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan Kejaksaan selama ini harus diakui dan didukung.

“Jangan sampai Kejaksaan diserupakan dengan alat penegakan hukum biasa, Kejaksaan Agung merupakan satu dari tiga serangkai kekuasaan politik negara, melengkapi eksekutif, dan legislatif, sudah sepatutnya kejaksaan mendapat porsi kekuasaan hukum lebih besar dari polisi apalagi KPK,” ujar Dedi.

Dedi juga mengingatkan bahwa dalam sistem hukum Indonesia, setiap lembaga penegak hukum, termasuk Kejaksaan dan Kepolisian, seharusnya memiliki hak yang setara dalam menangani kasus korupsi.

Sementara itu, KPK lebih bersifat sebagai lembaga komisioner yang perannya terbatas.

Oleh karena itu, secara umum, yang seharusnya memiliki kewenangan penegakan hukum adalah Kejaksaan dan Kepolisian, yang ditunjang oleh UU.

“Jika kejaksanaan dibatasi dalam perkara korupsi, maka ini sama saja dengan memberikan akses penegakan korupsi hanya di kepolisian, sementara saat ini reputasi kepolisian sudah demikian buruk, baik dari perspektif publik maupun catatan penegakan hukum,” pungkasnya. 

#ssr/bin






 
Top