Rosadi Jamani

Ketua Satupena Kalbar


HARI INI banyak cerita wanita. Mulai dari Lisa Mariana, Tia Rahmania dan sekarang Jan Hwa Diana. Siapakah dia? Sambil seruput kopi liberika lagi, yok kita berkenalan dengan wanita nyentrik ini.

Di sebuah sudut dunia bernama Jawa Timur, tepatnya di perusahaan yang entah berada di dunia nyata atau di dalam game survival mode, berdiri seorang wanita, tegak, tak bergeming, tak bergidik, bahkan tak berkedip, Jan Hwa Diana.

Namanya meledak seperti kompor gas bocor ketemu korek api. Bukan karena prestasi, bukan karena inovasi, tapi karena jurus-jurus pamungkas yang sukses membuat netizen terkesiap, karyawan tercekik, dan akal sehat terkapar tak bernyawa di tikungan terakhir.

Kita tidak sedang membicarakan pengusaha biasa. Tidak, wak. Kita sedang bicara tentang seorang perempuan yang kalau masuk ke medan perburuhan, hukum ketenagakerjaan bisa langsung minta cuti sakit.

Di tangannya, ijazah bukan lagi tanda kelulusan. Ia menjelma jadi jimat. Ada 31 orang karyawan datang mengadu. Ijazah mereka tak kunjung kembali. Bukan karena nyangkut di mesin laminating, bukan karena terselip di tumpukan berkas. Tapi karena ditahan. Seperti tawanan perang.

Lalu, ketika sang ratu perusahaan ini dipanggil oleh Disnakertrans, ia tampil glorious, bukan dengan pengakuan, tapi dengan amnesia selektif tingkat dewa.

“Saya tidak ingat apa-apa,” ujarnya.

“Siapa 31 orang itu? Saya lupa.”

“Apakah mereka benar bekerja di tempat saya? Saya tidak tahu. Mungkin itu hanya mimpi buruk kalian semua.”

Sontak para petugas pengawas pun tercekat. Apakah ini pengusaha, atau aktor utama sinetron dengan skrip “lupa ingatan akibat jatuh dari tangga tiga tingkat”?

Namun, drama belum berakhir. Ini baru episode 2. Gaji para karyawan dibayar di bawah UMK. Ya, Upah Minimum Kota diubah jadi Upah Minim Kemanusiaan. Tak cukup menekan upah, ia menambah fitur eksklusif, Denda.

Bayangkan, wak!

Tak masuk kerja sehari? Denda Rp 150 ribu.

Kesiangan? Denda.

Minta cuti? Denda.

Makan siang terlalu nikmat? Mungkin juga denda.

Ketawa di jam kerja? Bisa-bisa dicap subversif.

Tapi puncak dari semua absurditas ini adalah jurus ultimate-nya, Denda Salat Jumat. Karyawan laki-laki yang menunaikan Salat Jumat diberi waktu 20 menit. Lewat dari itu? Bukan pahala, tapi denda Rp20.000 – Rp30.000 tergantung berapa menit kelebihan waktu spiritual Anda.

Ini Apa?

Perusahaan atau lomba lari estafet dengan imam masjid?! Kemudian, sang legenda pun bertambah satu babak lagi. Karyawan yang ingin mengambil kembali ijazahnya, tidak cukup datang dan berkata: “Bu, saya pamit.”

Tidak. Dunia tak semudah itu, Ferguso. Mereka diminta membayar Rp 2 juta sebagai mahar penebusan ijazah. Bukan pinjaman online, bukan gadai legal. Ini adalah praktik mafioso perkantoran, di mana ijazahmu disandera dan dompetmu jadi tumbalnya.

Salah satu mantan karyawan, Mas Peter, mengaku, “Saya pikir kalau dipecat, ijazah saya dikembalikan. Tapi ternyata, tetap ditahan dan diminta Rp 2 juta.” Di tengah pusaran badai kritik, bagaimana respons sang Dewi Denda? Cuek. Datar. Tak tergoyahkan. Seperti Patung Liberty, tapi bukan membawa obor kebebasan, melainkan membawa formulir denda, stempel merah, dan tatapan kosong tanpa empati.

Kisah ini bukan sekadar pelanggaran hak buruh. Ini adalah telenovela kapitalisme ekstrem. Jan Hwa Diana bukan hanya bos. Ia adalah mitologi baru dunia usaha. Di mana aturan bisa dibengkokkan seperti sedotan plastik, dan nurani bisa dikompresi hingga muat di file zip 2 KB.

Apakah keadilan akan datang? Apakah para karyawan akan mendapatkan kembali ijazah mereka dan kehormatan mereka sebagai manusia? Ataukah kita harus bersiap-siap menerima musim kedua dari serial ini dengan judul, “Jan Hwa Diana: Rise of the Shalat Timer.”

Tunggu kelanjutannya di Pengadilan Ketenagakerjaan terdekat, atau mungkin… di kanal YouTube investigasi yang siap menelusuri sisa-sisa logika yang tertinggal di bawah meja kerjanya.

Dunia boleh gila, tapi setidaknya kita masih bisa tertawa sambil menangis. Lalu, menyiapkan dana darurat, siapa tahu besok denda karena terlalu lama buang air kecil. (*)


#camanewak




Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama
 
Top