Catatan Satire; Rizal Pandiya

- Sekretaris Satupena Lampung


PRESIDEN Prabowo Subianto menolak hukuman mati bagi koruptor. Alasannya? Karena beliau adalah negarawan. Katanya, keadilan harus ditegakkan. Keluarga pelaku harus dilindungi. Bahkan, kalau bisa, uang dikembalikan saja. Tak perlu darah ditumpahkan.


Tapi publik tak sebodoh itu, Pak.

Sebab yang diam-diam banyak mikir justru rakyat di warung kopi: “Kalau koruptor dihukum mati, terus menteri yang sekarang ini gimana nasibnya?”


Coba bayangkan, betapa gamangnya hidup Zulkifli Hasan kalau setiap tidur malam, dia mimpi dikejar jaksa sambil bawa palu dan surat eksekusi karena kasus alih fungsi hutan di Riau. Atau Airlangga Hartarto, yang tiap buka botol minyak goreng langsung trauma—bukan karena kelangkaan, tapi karena dosa yang belum sempat diencerkan.


Belum lagi Bahlil Lahadalia, yang katanya menjual izin tambang kayak pedagang asongan jual minuman kopi di Pelabuhan Bakauheni. Kalau pasal-pasal diusut semua, bisa-bisa rapat kabinet tinggal dihadiri oleh sopir, ajudan, dan cleaning service istana.


Dan di tengah krisis SDM kabinet, siapa yang akan menggantikan para perampok itu? Betapa repotnya Presiden kalau tiap minggu harus buka lowongan baru. “Dicari: Menteri berintegritas. Syaratnya, belum pernah dipanggil KPK, tidak punya tambang, dan tidak alergi pada transparansi.”


Makanya mungkin Pak Prabowo enggan setuju hukuman mati untuk koruptor. Bukan karena tak percaya hukum, tapi karena percaya, “Kalau semua koruptor ditembak mati, siapa yang masih bisa saya angkat jadi menteri?”


Indonesia memang belum merdeka dari kolonialisme, karena para koloninya sekarang justru ada di dalam kabinet.


Dan jangan lupa soal Food Estate yang katanya proyek penyelamat ketahanan pangan, tapi ending-nya malah ketahanan hutannya yang rontok. Puluhan ribu hektare hutan Kalimantan dibabat, demi tanam singkong yang akhirnya tumbuh subur… di presentasi PowerPoint. Di lapangan? Banyak yang mati sebelum panen.


Tanah rusak, satwa minggat, dan kayu-kayunya—yang nilainya bisa buat bayar utang negara—entah ke mana. Dijual ke mana? Siapa yang ngangkut? Kok gak ada auditnya? Kok mendadak semua bungkam seperti hutan mati di musim kemarau?


Ups… katanya sih, proyek itu digarap oleh Kementerian Pertahanan. Menterinya waktu itu… ih, siapa ya? Lupa. Tapi kayaknya orangnya suka naik kuda dan hobinya nyanyi “Garuda di Dadaku”, deh. Pokoknya sih, sekarang sudah naik jabatan.


Sementara hutannya? Turun pangkat jadi tanah kritis. Makanya, kalau mau bersih-bersih korupsi, ya bersihin dulu tubuh sendiri.


Ibarat mau nyapu halaman rumah, gimana bisa bersih kalau sapunya saja belepotan lumpur dosa? Yang megang sapu masih nyimpan amplop, yang ngatur ember malah ngatur proyek. Ya jelas, yang bersih cuma press release-nya.


Presiden bilang tak setuju hukuman mati bagi koruptor. Tapi publik bingung—ini gak setuju karena prinsip atau karena khawatir staf sendiri masuk daftar eksekusi? Jangan-jangan yang diselamatkan bukan keadilan, tapi rekan sekoalisi yang sedang “bermasalah kecil”.


Negara ini katanya darurat korupsi, tapi para menterinya malah darurat kejujuran.


Presiden Prabowo menyampaikan bahwa anak-anak koruptor harus dilindungi. Karena mereka tidak bersalah atas perbuatan orangtuanya. Dan itu betul. Sangat betul. Begitu betulnya, sampai bikin kita mikir, “Kalau begitu… kenapa gak korupsi rame-rame saja? Aman kok! Anak dilindungi, bapaknya gak ditembak mati.”


Bayangkan, negara ini sebentar lagi bisa punya paket promo, “Korupsi Sekarang, Anak Anda Dijaga Negara!” Jaminan masa depan anak terang benderang, karena bapaknya kaya raya dan gak bakal dieksekusi. Paling mentok, masuk penjara sambil bawa iPad dan makan rendang Padang kiriman istri.


Jadi, mari kita korupsi bersama-sama.

Ayo rame-rame curi anggaran, sulap proyek fiktif, dan atur tender. Nanti kalau ketahuan? Tenang, anak-anak kita akan tetap bisa masuk sekolah internasional, kuliah di luar negeri, dan liburan musim panas di Swiss. Karena negara melindungi mereka.


Ini bukan negara hukum. Ini negara sayang keluarga. (*)


#makdacokpedom




 
Top