JAKARTA -- Beberapa waktu terakhir, telah terjadi fenomena berkaitan dengan review negatif yang diberikan oleh Food Vlogger kepada produk pengusaha UMKM berupa makanan/minuman.

Adanya fenomena tersebut, memicu keresahan di tengah masyarakat khususnya pengusaha UMKM dikarenakan saat ini Food Vlogger memiliki peranan penting dalam membentuk persepsi publik terhadap preferensi makanan/minuman yang dipilih, sehingga ketika terjadi pemberian review negatif maka dikhawatirkan akan berdampak signifikan terhadap keberlangsungan usaha mereka.

Salah satu Food Vlogger yang kerap membuat review negatif terhadap produk UMKM dan menyita perhatian publik adalah William Anderson yang lebih akrab dikenal dengan " Codeblu" , hal ini dikarenakan William memiliki akun media sosial TikTok dan Instagram dengan nama @codebluuu.

William, kerap menggunakan pendekatan pemberian review secara tajam dan pedas. William pernah terlibat konflik dengan seorang pengusaha UMKM " Nyak Kopsah " dengan nama tempat makan Madun Oseng. Pada tahun 2023, William membuat review dan menghasilkan review yang negatif sehingga Nyak Kopsah harus menderita kerugian secara materiil maupun imateriil.

Kasus lain yang menyita perhatian publik adalah review William Anderson terhadap produk roti dengan jenama Clairmont. Pada tahun 2024, William menuliskan review negatif terhadap produk tersebut berdasarkan informasi dari seorang karyawan yang bekerja di Clairmont. Adanya review tersebut membuat Clairmont mendapatkan kritik dari berbagai pihak dan membuat gaduh di media sosial.

Konflik tersebut berlanjut di tahun 2025 pada saat William menyebut bahwa Clairmont telah mengirimkan kue nastar berjamur ke sebuah panti asuhan. Belakangan, diketahui bahwa terdapat misinformasi dan William melakukan permintaan maaf kepada publik.

Adanya kejadian tersebut, menunjukkan bahwa review negatif yang dilakukan oleh Food Vlogger dapat berdampak besar kepada pengusaha UMKM dan memerlukan tindakan lebih lanjut dari pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada pengusaha UMKM.

Saat ini, regulasi mengenai review yang dilakukan oleh Food Vlogger mengacu kepada Undang Undang Nomor 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun belum terdapat aturan yang secara spesifik membahas mengenai hal tersebut sehingga memerlukan intervensi kebijakan guna memberikan perlindungan yang lebih baik kepada pengusaha UMKM.

Lemahnya Regulasi Mengenai Review Oleh Food Vlogger

Sejauh ini, belum ada regulasi yang secara khusus mengatur mengenai review yang dilakukan oleh Food Vlogger sehingga masih mengacu kepada Undang Undang Nomor 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Bersamaan dengan hal tersebut, telah terdapat penjelasan dari Kementerian Perdagangan melalui Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga ( PKTN ) mengenai sejauh mana Undang Undang Nomor 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dapat dijadikan rujukan mengenai review yang dilakukan oleh Food Vlogger yang dapat diakses pada website resmi Kementerian Perdagangan dengan poin poin sebagai berikut :


1. Pengusaha UMKM yang merupakan sumber dari review yang dilakukan oleh Food Vlogger dikategorikan sebagai Pelaku Usaha dan Food Vlogger dikategorikan sebagai konsumen.

Pasal 1 Angka 22 UUPK :

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan

2. Food Vlogger yang membuat review atas makanan/minuman yang ditujukan untuk mendatangkan keuntungan ekonomi bagi dirinya maka dapat dikategorikan sebagai Pelaku Usaha.

Pasal 1 Angka 3 UUPK :

Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

3. Pelaku Usaha dilarang untuk menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang dan/atau jasa secara tidak benar, dan/atau seolah-olah secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain ( Pasal 9 ayat (1) huruf I ). Apabila melanggar maka dapat dikenakan sanksi yaitu pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

Pasal 62 ayat 1 :

Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2) , Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 ( lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 ( dua miliar rupiah )

Namun, walaupun Undang Undang Nomor 08 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen telah mengatur beberapa hal yang dapat dijadikan rujukan mengenai review oleh Food Vlogger, regulasi tersebut masih belum mengatur secara spesifik, sehingga diperlukan regulasi baru yang dapat memberikan perlindungan hukum yang lebih baik kepada UMKM.

Berkaitan dengan hal tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) sejauh ini telah melakukan pembahasan rancangan peraturan mengenai Pengawasan Sediaan Farmasi dan Pangan Olahan melalui peran serta masyarakat yang di dalamnya juga akan mengatur mengenai review yang dilakukan oleh Food Vlogger

Peran Strategis Pemerintah

Pemerintah sebagai pihak yang memiliki kewajiban pemberdayaan UMKM dan salah satunya adalah mengenai perlindungan usaha sebagaimana diatur di dalam Undang Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM perlu segera melakukan gerak cepat dalam menyikapi situasi ini, Kementerian UMKM, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Digital dan Badan Perlindungan Obat dan Makanan (BPOM) dapat melakukan pembahasan lebih lanjut untuk merumuskan regulasi yang dapat melindungi UMKM dari review yang tidak proporsional tampa mengurangi kebebasan berekspresi dalam dunia digital.

Edukasi juga menjadi langkah yang penting agar para pengusaha UMKM dapat mengetahui langkah yang bisa dilakukan apabila menghadapi kondisi di mana mengalami kerugian akibat review yang dilakukan oleh Food Vlogger. Platform-platform yang dimiliki oleh pemerintah dapat dimaksimalkan untuk melakukan sosialisasi terkait hal tersebut.

Pertemuan dengan asosiasi terkait juga dapat dilakukan oleh pemerintah, misalnya asosiasi pelaku hotel restoran Indonesia (PHRI) dan asosiasi jasa makanan minuman yang lain serta asosiasi Food Vlogger untuk membahas langkah yang dapat dilakukan apabila terjadi review yang tidak proporsional.

Adanya tindakan cepat yang dilakukan oleh pemerintah adalah solusi yang konkret karena mampu menyelamatkan pengusaha UMKM dari review yang merugikan dan tidak proporsional tanpa mengurangi kebebasan berekspresi dalam dunia digital bagi Food Vlogger.

#mig/bin





 
Top