Bagindo Muhammad Ishak Fahmi
Kaba “Catuih Ambuih”
SENIMAN memiliki peran sentral dalam membentuk kesadaran sosial melalui karya-karya mereka. Namun, dalam menjalankan ekspresi artistiknya, mereka sering menghadapi berbagai tantangan hukum, baik terkait dengan hak cipta maupun kebebasan berekspresi.
Forum Perjuangan Seniman Sumatera Barat hadir sebagai wadah yang berkomitmen untuk memberikan advokasi hukum dan perlindungan bagi komunitas seni, sehingga seniman dapat terus berkarya tanpa khawatir hak-haknya terabaikan.
Seperti yang dikemukakan oleh Rizal Tanjung dalam tulisannya “Forum Perjuangan Seniman Sumatera Barat: Wadah Ekspresi, Pencerahan dan Perlindungan Bagi Komunitas Kesenian”, perlindungan hukum terhadap karya seni dan kebebasan berekspresi bukan sekadar kebutuhan, tetapi sebuah keniscayaan dalam negara demokrasi.
Hak atas kekayaan intelektual merupakan hak fundamental yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, yang menegaskan bahwa pencipta memiliki hak eksklusif atas karyanya, baik dalam aspek ekonomi maupun moral.
Selain itu, kebebasan berekspresi, hak berkumpul, dan menyampaikan pendapat dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28E ayat (3) serta Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Namun, dalam praktiknya, sering kali terjadi perbedaan penafsiran mengenai batasan kebebasan ini, terutama ketika karya seni dianggap sebagai kritik terhadap kebijakan atau norma sosial tertentu.
Seni sebagai Wacana Perlawanan dan Kesadaran Demokratis
Sejarah menunjukkan bahwa seni bukan hanya ekspresi estetika, tetapi juga alat perlawanan terhadap ketidakadilan. Theodor Adorno berpendapat bahwa seni yang sejati harus membebaskan manusia dari belenggu dominasi sosial.
Michel Foucault menegaskan bahwa ekspresi seni adalah bagian dari “wacana” yang menantang narasi kekuasaan, sedangkan John Rawls menekankan bahwa kebebasan berekspresi adalah elemen fundamental dari keadilan yang tidak boleh dikompromikan demi kepentingan politik semata.
Sejalan dengan pemikiran ini, seni tidak seharusnya dikekang dengan alasan stabilitas sosial. Sebagaimana dikatakan oleh John Lewis, “Protes bukanlah gangguan terhadap perdamaian, namun ketidakadilan, korupsi, dan intimidasilah yang merusak perdamaian.” Dalam konteks seni, ekspresi artistik adalah bentuk protes yang sah dalam demokrasi, dan pembatasannya justru mencederai hak-hak dasar manusia.
Menyikapi realitas ini, Forum Perjuangan Seniman Sumatera Barat membuka tangan selebar-lebarnya bagi komunitas atau grup kesenian yang ingin berafiliasi. Tidak ada sekat atau batasan dalam keanggotaan. Siapa pun yang memiliki visi memperjuangkan seni dan budaya dipersilakan bergabung. Keterbukaan ini menegaskan bahwa forum bukan hanya milik segelintir individu, melainkan wadah kolektif bagi seluruh pelaku seni di Sumatera Barat.
Kita berharap dengan hadirnya forum ini, berbagai perbedaan pemikiran yang berpotensi menimbulkan kesalahpahaman (miscommunication) dan kesalahpengertian (misunderstanding) dapat dijembatani dengan baik. Melalui kanal kesenian dan kebudayaan, para seniman diharapkan mampu menyampaikan ide-ide mereka dalam bentuk karya seni yang tidak hanya menggugah estetika, tetapi juga membangun peradaban yang lebih maju dan bermartabat. Sebab, seni bukan sekadar ekspresi individu, tetapi juga instrumen perubahan sosial yang mencerminkan jiwa bangsa.
Masa Depan Seni dan Perlindungan Hak Seniman#Penulis
Dengan makin maraknya seniman yang mengungkapkan gagasan melalui karya musik, lukisan, dan media lainnya, penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk memahami bahwa seni adalah bagian dari diskursus publik yang tidak boleh direpresi secara semena-mena. Forum Perjuangan Seniman Sumatera Barat diharapkan mampu menjadi mediator dalam menyelesaikan kesalahpahaman antara seniman dan pemangku kebijakan, serta memperkuat posisi hukum komunitas seni.
Melalui jalur seni dan kebudayaan, bangsa ini dapat membangun peradaban yang lebih beradab dan bermartabat. Seni bukan sekadar ekspresi individu, tetapi cerminan jiwa sebuah bangsa. Oleh karena itu, memperjuangkan hak-hak seniman bukan hanya melindungi individu kreatif, tetapi juga menjaga kebebasan berpikir dan berekspresi sebagai nilai luhur demokrasi. (*)
Padang, 2025.