Rosadi Jamani

Ketua Satupena Kalbar


SETELAH kita berkenalan dengan para maestro koruptor, sekarang berkenalan dengan tokoh sebaliknya. Tokoh yang mengedepankan halal. Bukan minta halalkan ke pengulu ya. Ini halal dari hulu ke hilir. Bukan halal di mulut, di belakang 300 triliun dibalap.

Dialah, Nurhayati Subakat. Tokoh pengusaha hebat yang dimiliki negeri ini. Awalnya ia tidak pernah membayangkan hidupnya akan sebercahaya ini. Tidak pernah terlintas bahwa tangannya yang dulu hanya meracik formula di dapur sempit akan membangun imperium kosmetik terbesar di Indonesia. Tidak pernah menyangka bahwa air mata yang jatuh bertahun-tahun lalu, kini berganti dengan decak kagum dan rasa hormat dari jutaan orang.

Ia lahir di Padang Panjang, 27 Juli 1950, dari keluarga yang menjunjung tinggi pendidikan dan kerja keras. Sejak kecil, ia diajarkan bahwa hidup bukan sekadar tentang mencari rezeki, tetapi juga tentang memberi manfaat. Maka ia memilih farmasi, sebuah bidang yang tak hanya menjanjikan masa depan, tapi juga bisa membantu banyak orang. Ia belajar di ITB, lulus sebagai sarjana pada 1975, lalu melanjutkan profesi apoteker setahun setelahnya. Ia bisa saja memilih pekerjaan mapan di perusahaan besar. Tapi tidak. Ada api dalam dirinya yang menginginkan lebih.

Tahun 1985, ia memulai langkahnya. Dengan modal seadanya, dengan peralatan sederhana, ia meracik sampo di dapur rumah. Tangan kecilnya bekerja tanpa henti. Keringat bercampur harapan. Produk-produknya mulai diterima pasar. Usahanya tumbuh. Satu per satu pelanggan datang. Semuanya terlihat baik-baik saja. Hingga musibah itu datang.

Pabrik kecil yang ia bangun dengan susah payah, terbakar habis. Api melalap bukan hanya bangunan, tapi juga harapan. Hancur. Tidak bersisa. Ia berdiri di tengah reruntuhan, menyaksikan kerja kerasnya berubah menjadi abu. Semua yang ia perjuangkan selama bertahun-tahun, musnah dalam hitungan jam. Ia bisa saja menyerah. Bisa saja mengubur impian dan kembali menjadi pegawai biasa. Tapi ia memilih sebaliknya.

Dengan sisa-sisa kekuatan yang masih ada, ia bangkit. Tidak ada modal besar. Tidak ada bantuan instan. Hanya ada keyakinan, bahwa kegagalan ini bukan akhir, tapi batu loncatan. Dengan tekad yang lebih kuat, ia membangun kembali bisnisnya. Tapi kali ini, bukan sekadar membuat sampo. Ia ingin lebih. Ia ingin menciptakan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang belum pernah ada di Indonesia.

Lahirlah Wardah

Sebuah konsep yang dianggap aneh di masanya. Kosmetik halal. Siapa yang peduli dengan label halal dalam produk kecantikan? Tapi Nurhayati tahu, ada kebutuhan yang belum terjawab. Ada jutaan perempuan yang menginginkan kecantikan tanpa meninggalkan keyakinan. Ia tidak hanya menciptakan produk, tapi juga kepercayaan. Tidak hanya menjual kosmetik, tapi juga menghadirkan ketenangan.

Bisnisnya melesat. Dari sebuah garasi kecil, kini PT Paragon Technology and Innovation berdiri megah, dengan lebih dari 10.000 karyawan. Dengan pabrik seluas 20 hektare. Dengan produk yang merajai pasar. Wardah, Make Over, Emina, semua lahir dari tangan seorang perempuan yang dulu nyaris kehilangan segalanya.

Penghargaan pun datang silih berganti. Asia’s Most Influential Indonesia. 20 Wanita Paling Berpengaruh versi Fortune. Doktor Kehormatan dari ITB. Tapi apa yang lebih besar dari semua itu? Ia tetap rendah hati. Tidak tergoda gemerlap dunia bisnis. Tidak lupa dari mana ia berasal. Ia tetap berjalan di jalannya. Membangun. Memberdayakan. Menginspirasi.

Dari Nurhayati Subakat, kita belajar bahwa kegagalan bukan akhir, tapi awal baru. Bahwa jatuh bukan alasan untuk menyerah. Bahwa bisnis bisa sukses tanpa mengorbankan integritas. Ia membuktikan bahwa perempuan bisa berdiri di puncak tanpa harus menjadi licik.

Hal terbaru yang membuat kagum, di saat banyak perusahaan gulung tikar, ribuan karyawan di-PHK, Paragon malah makin bersinar. Ia memboyong ribuan karyawannya untuk gathering ke Malaysia. Dikasih bonus emas lagi. Hal yang selalu diingat para karyawan, Ibu Nurhayati, sangat memanusiakan karyawannya. Bukan mengeksploitasinya.

So, masih mau mengagumi maling negara, yang suka pamer gelar lulusan perguruan tinggi ternama, bahkan luar negeri? Masih mengagumi, orang yang lantang bela rakyat, nyatanya pengkhinat. Tak ada salahnya kita besarkan orang jujur dan tulus membangun negeri ini. (*)

NB. Ini bukan endose ya wak. Masa kang ngopi harus pakai bedak Wardah.


#camanewak



 
Top