Puisi Mitha Pisano
AKU merangkai kata demi kata,
menuliskan rindu di antara jeda,
menumpahkan isi hati dalam baris-baris yang sunyi,
tapi kau tak pernah membacanya.
Pesan yang ku tulis tergeletak tak tersentuh,
seperti dedaunan yang gugur di jalanan sepi,
setiap huruf, setiap tanda tanya,
hanya menjadi saksi bisu atas luka yang tak kau pahami.
Aku sering bertanya, aku selalu bercerita,
tentang harapanku, tentang rasa kecewa,
tapi kau membiarkannya menguap begitu saja,
tanpa sepatah kata, tanpa sebaris tanya.
Mungkin bagi dirimu aku hanya suara,
yang bisa kau abaikan tanpa rasa,
mungkin bagi dirimu aku hanya angin,
yang berlalu tanpa meninggalkan jejak.
Aku selalu mencoba untuk memahamimu,
barangkali kau sibuk, barangkali kau lupa,
tapi seiring waktu, aku sadar,
bukan kau tak bisa— tapi kau memang tak mau.
Karena jika kau memang peduli,
kau akan membacanya, meski hanya satu baris,
kau pasti akan bertanya, meski hanya sepatah kata,
kau akan mendengarkan, meski hanya dalam diam.
Tapi tidak, kau memilih untuk membiarkan,
memilih tak tahu, memilih untuk tak peduli,
hingga semua pesan ini,
menjadi nisan bagi jiwa yang perlahan-lahan mati.
Kopi Sore, 6 Februari 2025