Penulis: Rosadi Jamani *)
SAMBIL menunggu Timnas U20 vs Iran, sepertinya ada yang seru. Praperadilan Hasto, pendekar banteng merah, mentok alias ditolak hakim. Yok kita bahas lebih dalam dunia perpolitikan negeri ini.
Di belantara persilatan hukum Nusantara, di mana para pendekar politik kerap mengadu ilmu dan menguji keberuntungan, sebuah duel dahsyat kembali terjadi. Kali ini, Hasto Kristiyanto, mencoba mengayunkan jurus sakti Praperadilan Pemutus Nasib.
Namun, di hadapan hakim sakti Djuyamto, jurus itu seketika melemah, kehilangan tenaga dalam, lalu jatuh terkulai seperti daun kering diterpa angin musim gugur. Dengan satu ayunan palu, hakim menebas asa, memukul meja, dan menggetarkan jagat persilatan dengan kalimat petaka, “Permohonan ini tidak jelas!”
Seisi pengadilan mendadak sunyi. Para juru bicara politik tersedak kopi, para pakar hukum mendadak lupa pasal-pasal, dan para pengamat politik terpana. Ini seakan baru saja menyaksikan jurus baru yang tak tertulis dalam kitab hukum mana pun.
Hasto, sang pendekar yang telah menempuh perjalanan panjang melewati badai fitnah dan topan tuduhan, kini harus menerima kenyataan pahit. Status tersangkanya tetap sah! Bagai seorang petualang yang telah mengarungi tujuh samudra dan mendaki puncak gunung tertinggi, hanya untuk diberitahu oleh sang resi di puncak. “Lanjut saja perjalananmu, anak muda. Takdir sudah tertulis.”
Dalam keheningan yang dramatis, para pengikutnya mencoba memahami makna di balik keputusan ini. Adakah ini sebuah ujian bagi sang pendekar? Sebuah cobaan untuk menguji ketangguhan hatinya? Atau ini sekadar isyarat dari para dewa hukum bahwa pertarungan ini masih panjang?
Sementara itu, di kedai-kedai kopi, para rakyat jelata bersorak atau mengelus dada, tergantung padepokan mana yang mereka dukung. Ada yang tertawa, ada yang berbisik, dan ada pula yang mengangguk-angguk sambil berkata bijak, “Beginilah dunia persilatan. Kadang menang, kadang kalah. Yang jelas, pertarungan belum usai.”
Sang pendekar pun meninggalkan arena, mungkin dengan dada berdebar, mungkin dengan pikiran melayang, atau mungkin sudah siap meramu jurus baru. Tapi satu hal pasti, panggung persilatan hukum masih jauh dari kata selesai. Sebab, dalam dunia ini, satu keputusan hanyalah awal dari seribu babak berikutnya. (*)
#camanewak
*) Ketua Satupena Kalbar