Puisi Rizal Tanjung
Kekasihku,
di matamu, kulihat bintang-bintang berpendar,
menerangi jalanku menuju hatimu.
Dulu, samudramu adalah tempat perahuku berlayar,
tempat angin membisikkan rindu tanpa lelah.
Kini, meski ombakmu tak lagi bernyanyi,
aku tetap ingin berlabuh di dermaga cintamu.
Jangan biarkan hatiku tenggelam dalam sepi,
biarkan aku tetap menjadi nyala kecil di dadamu,
bukan bara yang membakar,
tetapi hangat yang menemani malam-malam panjangmu.
Aku tak ingin harapan ini menjadi abu,
biarkan ia tumbuh, bersemi, dan mekar di taman hatimu.
Cintaku,
jangan nyanyikan perpisahan,
sebab aku ingin melodi kita tetap terdengar,
bukan sebagai kenangan yang pilu,
tetapi sebagai simfoni yang terus berulang,
dalam setiap hembusan angin, dalam setiap detak waktu.
Genggamlah aku…
jika hatimu masih ingin berjalan bersamaku,
jika rindumu masih mengenali namaku,
jika tatapanmu masih mencari bayanganku di setiap senja.
Aku tak ingin menjadi sekadar masa lalu,
aku ingin menjadi rumah, tempatmu selalu kembali.
Jika di perjalanan kita ada duri,
biarlah kita menghadapinya bersama,
sebab luka bukan untuk ditakuti,
tetapi untuk disembuhkan oleh cinta.
Biarkanlah…
pagi-pagi kita penuh dengan cahaya,
malam-malam kita dihiasi pelukan doa,
karena dalam kisah ini,
aku ingin tetap menjadi bagian dari hidupmu,
bukan sekadar nama yang kau ingat saat hujan turun.
Jangan biarkan kenangan kita menghilang bersama angin,
biarkan ia tetap hidup dalam genggaman,
bukan sebagai bayangan yang pergi,
tetapi sebagai cinta yang tetap ada,
menemani langkah kita, selamanya.
Padang, 9 Juni 2024