Puisi Wahyu Iryana *)


di bawah langit ini,

pohon-pohon menghafal doa dalam bisik angin,

akar-akar menulis puisi di tanah basah,

dan langkah-langkah para pejalan

menjadi baris-baris yang mengalir ke samudera ilmu.


mereka datang dari segala penjuru,

menyusuri peta yang ditulis dalam bahasa asing,

menemukan mimpi dalam aksara yang tak pernah mereka duga,

di antara bangku-bangku yang mencatat bisik dosen

dan layar-layar yang lebih luas dari jendela kelas.


Langkah ke Langit


di taman ini, bahasa menjadi jembatan,

kata-kata melompati pagar batas,

dan dialog mengalir tanpa perlu paspor.


mereka yang jauh, datang dengan cahaya matahari lain,

menyentuh buku-buku yang berdebu oleh perjalanan panjang,

dan di sini, nama-nama mereka

diukir di udara oleh angin yang tak mengenal perbatasan.


ilmu adalah sayap,

dan kampus ini adalah angin yang menuntun,

ke langit yang lebih tinggi,

ke awan yang lebih jauh,

ke cakrawala yang menyimpan dunia dalam genggaman.


Layar-Layar yang Berbicara


ada ruang-ruang tanpa dinding,

ada cahaya tanpa matahari,

ada suara-suara yang datang dari kejauhan,

mengetuk tanpa mengetuk.


di kampus ini, waktu bukan batas,

kelas bukan sekadar kursi dan meja,

tetapi layar-layar yang berbicara,

menyimpan wajah-wajah dalam piksel ingatan.


kita menulis di awan,

menyimpan sejarah di genggaman,

dan dalam satu klik, dunia pun terbuka

seperti lembaran kitab yang tak pernah habis dibaca.


Menanam di Tanah Sendiri


di halaman ini, kita menanam lebih dari sekadar pohon,

tetapi juga harapan,

bahwa tanah ini tak hanya subur untuk daun,

tetapi juga bagi impian yang bertumbuh.


di kelas ini, kita belajar lebih dari sekadar teori,

tetapi juga cara berdiri di atas kaki sendiri,

memetik buah dari tangan sendiri,

dan membangun rumah dengan bahan dari hati sendiri.


kita bukan bayang-bayang yang menunggu matahari,

tetapi cahaya yang menghidupkan jalan sendiri.


Doa yang Bertunas


dan pada akhirnya, kampus ini bukan hanya gedung,

bukan hanya angka dalam lembar laporan,

tetapi hutan kecil yang menjaga sunyi,

dan kebun yang menyimpan doa dalam dedaunan hijau.


di antara pohon-pohon ini,

ilmu tumbuh tanpa menebang,

ide berkembang tanpa merusak,

dan kita belajar mencintai bumi

seperti mencintai halaman kitab yang penuh makna.


maka, biarkan daun berbicara,

biarkan angin menyampaikan salam,

biarkan kampus ini menjadi nyanyian hijau

yang tak henti berbisik:

kita tumbuh,

kita hidup,

kita ada—

untuk dunia,

untuk masa depan.


*) Penyair dari Tanah Parahiyangan, Tanah yang Diciptakan Tuhan ketika tersenyum


@hatipena




 
Top