Puisi Rizal Tanjung


di lembah kelam penuh kabut duka,

seorang jiwa meratap dalam sunyi yang luka.

hidupnya adalah serpihan kaca yang retak,

setiap langkah terasa berat, setiap nafas sesak.


ia pernah mencintai, dengan hati seluas samudra,

namun takdir kejam membawanya ke jurang nestapa.

mereka berjanji di bawah langit yang biru,

namun langit itu kini gelap, penuh rindu yang membisu.


hari itu datang, bagai badai tak terduga,

ketika cinta berubah menjadi luka.

sebuah tragedi merenggut separuh jiwanya,

meninggalkan kenangan yang menghantuinya selamanya.


kekasihnya terbaring di antara bunga-bunga layu,

tubuhnya kaku, wajahnya sayu.

ia memeluk tubuh yang tak lagi bernyawa,

menggenggam erat tangan yang dingin dan hampa.


“bangunlah,” bisiknya dengan suara parau,

namun hanya angin yang menjawab, membawa duka yang pilu.

tangisannya menggema, meruntuhkan langit dan bumi,

namun waktu tak peduli, terus berjalan tanpa simpati.


hari-hari berlalu seperti bayangan hitam,

ia berjalan dalam gelap, sendirian dan tenggelam.

kenangan kekasihnya membakar seperti api,

namun tubuhnya tetap dingin, terbungkus abu dan sepi.


di malam-malam panjang, ia bicara pada bulan,

mengadu pada bintang yang pudar perlahan.

“apakah kau dengar aku di sana?”

ia bertanya, tapi hanya sunyi yang menjawabnya.


setiap sudut kota mengingatkannya pada masa lalu,

pada tawa, pada ciuman yang kini terasa palsu.

ia memeluk pakaian kekasihnya yang usang,

seakan berharap wangi itu akan bertahan sepanjang.


namun semua itu hanya bayangan hampa,

seperti fatamorgana di padang yang fana.

ia mencoba melupakan, mencoba bertahan,

tapi hatinya terlalu remuk, terlalu kehilangan.


akhirnya ia berdiri di tebing yang tinggi,

di bawahnya lautan memanggil dengan suara sunyi.

Ia melihat ke bawah, merasakan angin yang dingin,

dan bertanya apakah kejatuhan ini akan membawa kelegaan.


dengan satu langkah, ia menyerahkan segalanya,

meninggalkan dunia yang telah merampas semuanya.

namun dalam jatuhnya, ia melihat wajah kekasih,

dan menyadari bahwa cinta mereka tak pernah habis.


ia tenggelam dalam lautan yang hitam pekat,

namun dalam kedalaman, ia merasa hangat.

mungkin di sana, dalam pelukan kegelapan,

ia akhirnya menemukan kekasihnya dalam keabadian. (*)


Maninjau 11 Oktober 2024 


@hatipena


 

 
Top