Rosadi Jamani

- Ketua Satupena Kalbar


PRESIDEN Prabowo akhirnya mendengar jeritan rakyat. Tepuk tangan dulu, meski telinga beliau mungkin baru nyala kemarin sore. Setelah sekian lama kita semua berteriak seperti suporter bola yang kehabisan tiket final, akhirnya ada respons. “Aktifkan kembali pengecer gas LPG 3 kg!” instruksinya ke Bahlil.

Padahal, sebelumnya Bahlil, si Menteri ESDM sudah melapor ke presiden soal kebijakan non-populis ini. Ya, betul. Beliau sendiri yang setuju memotong distribusi gas LPG 3 kg sampai pangkalan saja, tanpa pengecer. Sekarang? Balik kanan. Aktifkan lagi pengecer. Drama banget sih, Pak!

Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR, dengan antusias mengumumkan hasil koordinasi DPR dan pemerintah. Katanya, Presiden Prabowo sudah menginstruksikan agar pengecer diaktifkan kembali. Tapi tunggu dulu, bukan sembarang pengecer ya. Mereka harus jadi agen sub pangkalan secara parsial. Apa itu agen sub pangkalan? Entahlah. Yang penting kedengarannya canggih, biar rakyat mikir ini solusi revolusioner.

Dasco juga bilang, harga gas nggak boleh mahal-mahal. Oh, tentu saja! Karena kalau mahal, rakyat bakal protes lagi. Kita semua tahu, protes rakyat itu kayak hujan badai, bikin pusing, basah kuyup, dan nggak ada yang bisa tidur nyenyak.

Di sisi lain, Bahlil Lahadali bilang bahwa kelangkaan gas LPG 3 kg itu HOAX. “Nggak ada, nggak ada,” katanya dengan nada meyakinkan. Seolah-olah dia sedang menjelaskan resep mie instan.

Faktanya? Warga harus jungkir balik cari gas di pangkalan karena warung-warung kecil udah nggak jualan lagi. Tapi menurut Bahlil, ini bukan kelangkaan. Cuma… redistribusi. Iya, namanya aja dipindah-pindah, tapi tetap susah didapat. Logika macam apa ini?

Lalu ada Mensesneg Prasetyo Hadi, yang datang membawa narasi baru. “Kita mau merapikan subsidi.” Oke, rapikan dong. Tapi kenapa rasanya malah tambah ribet? Pras bilang, subsidi harus tepat sasaran. Artinya, hanya orang-orang miskin yang berhak dapat gas murah. Masalahnya, siapa yang nentuin siapa yang miskin? Apakah pakai formulir online? Ataukah cukup pakai feeling?

Yang jelas, kebijakan ini bikin masyarakat bingung. Warung-warung kosong, pangkalan ramai, harga naik, dan kita semua masih bertanya-tanya: “Ini benar-benar demi rakyat, atau cuma drama politik?”

Jadi begini ceritanya:

Pemerintah bilang mau hemat anggaran.

Rakyat bilang, “Eh, kok gas susah banget?”

Pemerintah bilang, “Oh, tenang, nggak ada kelangkaan kok.”

Rakyat bilang, “Loh, tapi kok warung kosong?”

Pemerintah bilang, “Oke, balikin pengecer deh.”

Lucu ya? Seperti sinetron yang episode awalnya galau-galauan, tengah cerita mulai absurd, dan endingnya gaje. Tapi bedanya, ini bukan sinetron. Ini kehidupan nyata. Kita semua adalah pemain figuran yang dipaksa ikut skenario tanpa bayaran.

Akhir kata, mari kita syukuri bahwa gas LPG 3 kg kini akan kembali hadir di warung-warung terdekat. Meskipun prosesnya lebih rumit dari mengerjakan soal matematika tingkat lanjut. Setidaknya ada harapan.

Yah, semoga saja kali ini benar-benar tepat sasaran. Kalau nggak, ya sudahlah. Toh, hidup emang kadang lebih mirip komedi situasi dari film dokumenter serius. (*)

#camanewak


@hatipena





 
Top