PASBAR, SUMBAR -- Jalan rusak, debu beterbangan hingga lubang menganga. Itulah pemandangan sehari-hari di Jalan Bangdes, Jorong Labuh Lurus, Nagari Aia Gadang Barat, Pasaman Barat (Pasbar) dan beberapa ruas jalan lainnya di daerah itu.
Penyebab utamanya? Lalu lintas truk sawit dan tangki CPO (crude palm oil) yang bebas keluar-masuk pabrik tanpa memperhatikan kapasitas jalan!
Jalan kabupaten ini sejatinya sudah diaspal oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pasbar, tetapi bagaimana bisa tahan kalau setiap hari dilalui truk bermuatan berat melebihi tonase?
Hasilnya, aspal hancur, lubang di sana-sini dan masyarakat setempat harus menanggung akibatnya: polusi debu yang bisa memicu penyakit pernapasan.
Perusahaan Perkebunan Diduga "Main Mata"
Kerusakan jalan ini bukan perkara satu-dua perusahaan saja. Dugaan kuat, hampir semua perusahaan perkebunan dan pabrik kelapa sawit di Pasbar melakukan pelanggaran serupa.
Truk-truk angkutan TBS (tandan buah segar), CPO, dan cangkang dengan muatan di atas batas maksimal bebas melintas, tanpa ada tindakan tegas dari aparat berwenang.
Seolah-olah semua pihak "tutup mata" terhadap pelanggaran yang jelas-jelas merugikan masyarakat dan infrastruktur daerah.
Ketua DPD LSM Topan RI Pasaman Barat, Arwin Lubis, bahkan secara terang-terangan mempertanyakan sikap aparat.
"Negara tidak boleh kalah dari pengusaha! Jika aturan dibiarkan dilanggar terus-menerus, kita patut curiga ada permainan di balik ini. Jangan sampai ada kesan pembiaran atau bahkan dugaan setoran kepada oknum tertentu!" tegasnya.
Warga Minta Tanggung Jawab Perusahaan
Masyarakat menuntut agar perusahaan-perusahaan sawit yang beroperasi di Pasaman Barat, bertanggung jawab atas kerusakan jalan. Mereka juga mendesak agar pemerintah segera:
- Memasang rambu pembatas tonase di seluruh ruas jalan kabupaten.
- Menindak tegas angkutan yang melanggar aturan.
- Memastikan perusahaan sawit ikut serta dalam perbaikan jalan.
"Perusahaan makin kaya, tapi masyarakat yang harus menghirup debu dan bergelut dengan jalan rusak. Ini tidak adil! Kalau mereka bisa menikmati keuntungan dari sawit, mereka juga harus ikut memikirkan infrastruktur!" ujar salah satu warga dengan nada kesal.
Kepala Dinas Perhubungan Pasbar, Bakaruddin, belum memberikan tanggapan terkait pengawasan lalu lintas angkutan jalan sesuai Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ).
Masyarakat khawatir, jika dibiarkan, kondisi ini bisa semakin parah. Apakah pemerintah dan aparat berwenang akan terus diam? Atau akhirnya akan ada tindakan nyata? Yang jelas, masyarakat sudah jengah!
Pasaman Barat butuh solusi, bukan sekadar janji!
#mrw/bin