PANGKALPINANG -- Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Babel Fery Insani menyebut pertumbuhan ekonomi Provinsi Bangka Belitung (Babel) terendah se-Sumatera dalam dua tahun terakhir. Hal ini imbas dari pengusutan kasus korupsi tata kelola niaga timah yang merugikan negara mencapai Rp 300 triliun.
Babel adalah penghasil timah terbesar di dunia. Tak bisa dipungkiri, selama ini ekonomi Provinsi Bangka Belitung bertumpu pada timah. Namun, semenjak ada penegakan hukum oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) atas praktik-praktik culas di pertambangan timah, ekonomi Babel terpuruk.
"Dua tahun kita mengalami pertumbuhan yang terkonversi sampai jauh, se-Sumatera kita paling rendah 0,13 persen. Di saat Sumatera mungkin di angka 4,5 persen. Ini dampak penegakan hukum," kata Fery kepada wartawan disela-sela menjadi narasumber di diskusi panel Tantangan dan Potensi Ekonomi di Babel 2025, Selasa (25/12/2024).
Fery tak menampik, selama ini belum ada sektor lain selain timah yang bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi Bangka Belitung. Meskipun usaha Babel sudah dilakukan dengan diversifikasi ekonomi di sektor pariwisata, perkebunan, perikanan hingga UMKM.
"Bahwa memang sektor pengolahan timah masih mendominasi di atas perkebunan," ujarnya.
Dia yakin, sektor pengelolaan timah dalam lima tahun ke depan masih mendominasi perekonomian Babel. Ia berharap usai penegakan hukum oleh Kejagung, ke depan tata kelola timah bisa lebih baik dan sesuai regulasi.
"Setelah penegakan hukum, ya kita berharap tata kelolanya benar. Kalau dikatakan bagaimana Bangka Belitung ke depan? Saya optimis setelah penataan ini, setelah penegakan hukum, ke depannya semua sudah rapi," tegasnya.
"Jadi semua jelas, di tambang dan dijual dengan benar, pemasokan negara benar dan pemasokan daerah benar," sambungnya.
Menurutnya, selama ini penambangan bijih timah di Provinsi Bangka Belitung sebagian di tambang secara ilegal dan ugal-ugalan oleh segelintir oknum. Kata Fery, hal itu tidak bisa menjanjikan atau menopang ekonomi dalam jangka panjang.
"Kalau dulu orang bebas menambang, menjual kemana-mana dan ditampung kemana. Tapi kan ini juga ya begini begini saja kehidupan. Jadi tidak permanen dan yang kayanya hanya beberapa orang, tapi ini tidak menjanjikan ekonomi dalam jangka panjang," tegasnya kembali.
Ia menambahkan target investasi di Bangka Belitung di masa yang akan datang. Ia berharap timah dikelola tak hanya dalam bentuk balok.
"Kalau saya sebagai kepala Bappeda, yang paling tidak, tidak hanya menjadi balok timah, mungkin menjadi tin chemical, sorder dan segala macam. Itu yang kita harapkan terjadi," sebutnya.
"Kita berharap misalnya, mereka ingin bikin solder ya pabrik soldernya di kita. (Tujuannya) agar menyerap tenaga kerja kita, warung-warung sekitar pabrik pun hidup, jadi kami tidak semata-mata jadi penambang. Mungkin bisa jadi pedagang atau sektor lainnya," tambahnya.
Diskusi panel ini diinisiasi oleh youtuber sekaligus akademisi bidang hukum, Imam Haryanto Insight di Gedung Graha PT Timah. Pesertanya dari Mahasiswa Babel. Sedangkan narasumber dari akademisi Rektor, dekan dan Dirops PT Timah Nur Adi Kuncoro hingga Profesor Bustami Rahman.
Menurutnya, Bangka Belitung harus bangkit dari keterpurukan kondisi ekonomi saat ini, meskipun membutuhkan waktu 2-3 tahun.
"Tidak bisa satu atau dua tahun untuk menumbuhkan ekonomi Bangka Belitung. Kalau kata Kepala Bappeda harus 3 tiga tahun. Apalagi saat ini Babel hanya mendapat 3 persen royalti," ujar Imam.
Menurut Imam, Undang-Undang mengenai royalti tersebut harus diubah. Kata dia, sebagai daerah penghasil, Babel harus mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH) di kisaran 10-15 persen.
"Masalah (royalti) 3 persen pemda itu kan hanya kita tidak pandai mengolah, mengaturnya. Undang-undangnya tidak di rubah, jika undang-undang di rubah, 2026 ekonomi Babel pulih. 10 persen itu bagus dan saya setuju. Setidak-tidaknya 10 persen. Kalau saya minta 15 persen, karena terpuruk dua tahun ini," sahutnya.
Ia menambahkan, selama ini orang-orang protes royalti timah ke daerah kecil dan meneriakkannya ke PT Timah.
"Itu teriak ke Timah (PT Timah) salah. Teriaklah ke Presiden, teriaklah ke Menteri Keuangan, teriaklah ke ESDM untuk mengalokasikannya lebih besar. Makanya ini tergantung pak Gubernur ke depan. Mau tidak berjuang bersama-sama dengan timah juga, agar alokasi kepada pemda lebih besar, minimal 10 persen," tambahnya.
#dtc/dai