JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan fakta baru dalam kasus dugaan rasuah berupa pemotongan anggaran di Pekanbaru, Riau. Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa pakai modus kas umum berpura-pura berutang untuk dapat untung.
“Pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain, atau kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Jakarta, Sabtu (14/12/2024).
Sekda Pekanbaru Indra Pomi Nasution dan Plt Kabag Umum pada Setda Pekanbaru Novin Karmila membantu Risnandar menagihkan utang pura-pura ini. KPK kini masih mencari bukti tambahan untuk pemberkasan perkara.
“Padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang terkait pengelolaan anggaran di Pemerintah Kota Pekanbaru tahun 2024,” ujar Tessa.
Tessa enggan memerinci total utang pura-pura yang ditagihkan tiga orang tersebut. Terbaru, KPK menemukan uang Rp1,5 miliar dan USD1.021 terkait perkara ini.
KPK masih membuka peluang untuk menambah tersangka dalam kasus ini. Namun, pihak yang dibidik masih dirahasiakan.
“Penyidik saat ini masih memungkinkan untuk meminta pihak-pihak lainnya yang patut untuk dimintakan pertanggungjawaban pidananya,” ucap Tessa.
KPK menyita Rp6,82 miliar atas OTT di Pekanbaru. Dari total itu, Risnandar mengantongi Rp2,5 miliar. Sebanyak tiga orang ditetapkan sebagai tersangka.
Tiga orang itu yakni penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, Sekda Pekanbaru Indra Pomi Nasution dan Plt Kabag Umum pada Setda Pekanbaru Novin Karmila.
Para tersangka dalam perkara ini disangkakan melanggar Pasal 12 f dan Pasal 12 B pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan. Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
#kpc/bin