JAKARTA - Mantan Menko Polhukam RI, Mahfud MD, didapuk menjadi khatib dalam shalat Jumat di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (6/12/2024). Mahfud mengingatkan, upaya-upaya memerangi atau memberantas korupsi bukan hanya menjadi kewajiban pemerintah, tapi semua sebagai warga masyarakat.
Menurutnya, praktik korupsi dihadapi saat ini bukan hanya dilakukan oleh pejabat-pejabat negara, melainkan juga muncul dalam perilaku warga masyarakat (nonkonvensional). Pasalnya, kesewenang-wenangan dan hedonisme yang bersumber dari kesombongan dan congkak.
“Korupsi non konvensional, yaitu perilaku koruptif, bisa dan banyak dilakukan oleh warga masyarakat biasa seperti kita,” ujar Mahfud yang membawakan khutban bertajuk Memerangi Perilaku Korupsi dengan Ahlak dan Integritas dalam Beragama.
“Bentuknya adalah keangkuhan, hedonisme, flexing, penindasan, pengkastaan status, dan kesewenang-wenangan di kalangan warga masyarakat sendiri,”sambungnya.
Sementara, untuk korupsi konvensional, memang dikaitkan dengan keriteria yuridis atau hukum seperti memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi dengan melanggar hukum dan merugikan keuangan negara. Pun suap dan gratifikasi. Tapi, jangan lupa korupsi non-konvensional yang banyak dilakukan warga biasa.
“Ingatlah, bahwa penyuka korupsi non-konvensional, misalnya kesombongan dan flexing, itu bisa jadi pelaku korupsi konvensional jika yang bersangkutan mempunyai jabatan atau kelebihan tertentu di tengah masyarakat, sehingga korupsinya dilakukan melalui kolusi dengan pejabat resmi,” ungkapnya.
Guru Besar Hukum Tata Negara itu juga menyoroti masalah utama yang dihadapi bangsa seperti kemiskinan, ketidaksejahteraan, rendahnya mutu dan tingkat pendidikan, lapangan kerja, dan sebagainya.
“Tapi, sebenarnya penyebab dari masalah-masalah besar adalah maraknya korupsi ditopang lemah penegakan hukum dan keadilan,” ujarnya.
Mahfud berpendapat, kemiskinan, pengangguran, rendahnya mutu dan tingkat pendidikan, kesenjangan ekonomi yang mencolok, ketidaksejahteraan, stunting, maraknya judi online, dan lain-lain itu berpangkal dari maraknya korupsi. Identifikasi itu sudah berkali-kali dinyatakan akademisi, pejabat, bahkan presiden.
“Oleh sebab itu, mari kita berkerja keras untuk membangun dan menyelamatkan negara dan bangsa kita untuk memberantas korupsi melalui penegakan hukum dan keadilan,” ujar Mahfud.
Mahfud menuturkan, untuk mengatasi korupsi serta lemahnya penegakan hukum dan keadilan itu harus dimulai dari kesadaran untuk bertaqwa sesuai dengan tuntunan agama. Kesadaran untuk bertaqwa itu harus disertai dengan keyakinan bahwa surga bukan hanya di akhir, tapi bisa diraih di dunia lewat.
Contohnya, lanjut Mahfud, kebahagian, ketenteraman, dan kedamaian. Sebaliknya, neraka atau derita seperti takut, gelisah, terkucil, dan lain-lain bisa dialami dan mengancam siapa saja yang suka melanggar tuntunan akhlaq atau tata kehidupan yang baik. Namun, ada tuntunan yang bisa menuntun kita semua.
“Yakni, meniru sifat-sifat wajib bagi Nabi dan Rasul yakni sifat shidq (jujur), amanah (bisa dipercaya), tabligh (menyampaikan kebenaran), dan fathanah (cerdas, penuh perhitungan). Dalam Bahasa sehari-hari, meskipun tidak mencakup keseluruhan, sifat wajib bagi Nabi dan Rasul ini sering disebut integritas,” ujar Mahfud.
Dia menambahkan, integritas tidak lain merupakan citra diri yang terefleksi dalam perilaku sehari-hari. Antara lain citra jujur, bisa dipercaya, konsisten, dan berkomitmen yang menyatukan prinsip-prinsip dari akhlaqul karimah, sehingga selalu menyelaraskan apapun perilaku kita dengan moral dan etika.
“Marilah kita tegakkan akhlaqul karimah dengan menunjukkan integritas diri untuk memerangi dan memberantas korupsi,” tutup Mahfud.
#okz/bin