BEKAM menjadi salah satu alternatif pengobatan yang digemari masyarakat. Cara pengobatan bekam yaitu dengan mengeluarkan darah kotor yang dipercaya sumber penyakit.
Fenomena yang mengemuka akhir-akhir ini, klinik bekam mudah sekali ditemukan, apakah itu di komplek-komplek perumahan, komplek pertokoan maupun kios-kios pinggir jalan. Namun tidak sembarangan, klinik bekam yang terpercaya harus memenuhi berbagai persyaratan dan standar pelayanan.
Berbagai persyaratan tersebut tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1076/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Salah satunya, sebuah klinik yang melayani praktik bekam harus memiliki rekomendasi dari organisasi atau asosiasi bekam.
Permasalahannya, ada banyak asosiasi bekam dan masing-masing punya aturan dan prosedurnya sendiri-sendiri. Sebut saja ITBI (Ikatan Terapis Bekam Indonesia) dan ABI (Asosiasi Bekam Indonesia), masing-masing memberikan prasyarat yang berbeda bagi calon terapis untuk bisa mendapatkan rekomendasi.
"Siapa yang menentukan mereka kompeten dan sebagainya? Pemerintah sebagai regulator perlu regulasi dengan ketat. Nggak bisa dari asosiasi saja. Asosiasi itu sendiri nggak ada yang menentukan kompetensinya," kata dr Hasan Mihardja, M.Kes, SpAk, dari Poliklinik Akupunktur RSCM.
Masing-masing asosiasi mengklaim punya standar yang ketat dalam memberikan rekomendasi. Harapannya sama, agar pelayanan yang diberikan oleh para terapis bekam bisa lebih dipertanggungjawabkan. Setidaknya, ada bedanya dengan klinik sembarangan yang tidak berizin.
Apalagi telah terbit peraturan pemerintah (PP) terbaru yang juga mengatur tata laksana pengobatan tradisional, termasuk bekam. Yakni PP No 103 tahun 2014 tentang pengobatan tradisional. Dalam PP yang ditandatangani Presiden Joko Widodo itu ditegaskan bahwa yang berhak untuk melukai tubuh adalah tenaga medis dokter atau yang memiliki izin resmi.
#bin