"Memang melihat orang yang sekarang dipilih (oleh pansel), nyaris semua memiliki afiliasi dan memiliki atau pernah ada di suatu jabatan,” kata pengajar STH Indonesia Jentera, Asfinawati, dalam diskusi yang digelar Koalisi masyarakat sipil Antikorupsi, di Jakarta, Minggu (6/10/2024).
Asfinawati mengatakan, 10 nama capim KPK yang disetorkan pansel masih menerapkan logika keterwakilan dari unsur aparat penegak hukum. Ia pun khawatir capim dari aparat penegak hukum justru melahirkan konflik kepentingan di tubuh KPK.
“KPK bisa mengambil alih perkara yang ada di kepolisian dan kejaksaan. Di UU, KPK justru muncul karena adanya penegakan hukum yang korup,” ujarnya.
Asfinawati mengatakan bahwa kekhawatiran itu memang perlu diperhatikan. Pasalnya, bukan tidak mungkin ke depan ada kasus dugaan korupsi yang melibatkan institusi kepolisian atau kejaksaan.
Dia menjelaskan jika kasus korupsi terjadi, potensi loyalitas ganda dari pimpinan dengan latar belakang penegak hukum, rawan terbentuk. “Misalnya (polisi) duduk sebagai perwakilan (pimpinan KPK), maka tidak ada independensi. Karena UU Polri menyatakan polisi itu satu kesatuan dan tunduk pada Kapolri,” tuturnya.
Lebih lanjut, Asfinawati melihat hampir semua nama-nama yang disetorkan pansel kepada Jokowi pernah memiliki jabatan di lembaga atau komisi pemerintahan. Dia menilai pansel bertindak bias dengan cenderung memilih orang-orang yang punya pengalaman sebagai birokrat.
“Harusnya yang fresh dan baru sekali yah (capim KPK) belum kenal birokratisasi. Bukan orang yang tau dan bahkan memaklumi tindakan korupsi,” ucapnya.
#mtv/bin