ADA bahkan kini kian menjamur terapis bekam yang tidak mempunyai sertifikat dan surat izin untuk membuka klinik. Di pinggir jalan maupun di lingkungan komplek perumahan dapat ditemukan tempat bekam yang belum terdaftar dan keahlian penerapinya belum terstandar. Selain itu ada juga yang menawarkan bekam lewat panggilan langsung.

Menurut Konsultan dan Terapis dari Rumah Sehat Herba, Nurhayati Abbas, ada risiko bekam yang dapat muncul jika dilakukan sembarangan. 

Nurhayati mengatakan jika seseorang mempraktikkan bekam maka dirinya harus memiliki pengetahuan teori dan praktis terlebih dahulu seputar bekam.

"Kalau cuman dari buku terus untuk dipraktikkan ke orang lain nah itu agak berbahaya. Untuk membuka klinik dan lain-lain enggak bisa, harus ada sertifikasinya. Sterilisasinya terutama. Bekam itu karena bermain dengan darah dia harus paham sterilisasi alat, kebersihan terapis dan kondisi tertentu orang tidak bisa dibekam," ujar Nurhayati.

Tentunya tempat bekam yang bersertifikat, terstandar dan memiliki izin akan berbeda dengan yang tidak memilikinya. Adapun hal-hal mencolok yang membedakan dua tempat tersebut dapat dilihat dari kesiapan tempat praktik, kebersihan, standar prosedur pembekaman dan tarif.

Klinik bersertikasi biasanya memiliki beberapa ruangan yang siap digunakan untuk melayani pasien dengan fungsinya masing-masing. Biasanya klinik bersertifikat disediakan resepsionis, ruang konsultasi, ruang praktik yang terbagi antara pasienlaki-laki dan perempuan, serta ruangan kelas untuk seminar seputar pengobatan herba.

Sementara itu dibandingkan dengan tempat praktik bekam tidak berizin, terapis tidak menyediakan ruangan khusus. Bekam dilakukan di tengah ruangan yang juga sekaligus menjadi tempat terapis menaruh obat-obat tradisional yang ia jual.

Di tempat yang telah terstandarisasi, petugas terapisnya melakukan praktik bekam dengan perlengkapan seperti sarung tangan, masker, dan rompi. Alat-alat bekam juga disimpan rapi di tempat penyimpanan. 

Alat yang telah selesai digunakan akan dibersihkan 3 kali menggunakan klorin, deterjen dan air mengalir. Setelah itu alat bekam juga akan dipanaskan selama 15 menit pada alat sterilisasi.

Di tempat praktik yang belum terstandar, terapis tidak menggunakan pelindung tambahan apapun. Alat bekam juga disimpan didalam kantung plastik sehingga terkesan tidak rapih dan kebersihan alat juga menjadi diragukan.

"Alat kalau sudah selesai dipakai ya dicuci pakai sabun terus disemprot alkohol," demikian biasanya terapis yang belum memiliki sertifikat dan izin praktek bekam dalam dalihnya.

Nurhayati sebagai penerapis yang memiliki sertifikat kompetensi menekanka penting bagi pembekam untuk menghilangkan ketegangan pelanggan sebelum dibekam. Hal itu dilakukan dengan cara memijat atau cara lainnya seperti yang dilakukan melalui sebat rotan atau memukul-mukul ringan rotan ke punggung. Hal ini, tidak atau jarang dilakukan oleh terapis yang belum tersertifikat.

"Orang dengan kondisi terpaksa itu biasanya gak keluar darahnya, gak efektif bekamnya. Makanya kalau di sini dicek dulu. Tensinya, riwayat medisnya, terus di relaksasi biar tidak tegang sebelum bekam," tutur terapis yang memiliki sertifikat kompetensi dari Asosiasi Bekam Indonesia (ABI) itu.

Terakhir yang membedakan antara pelayanan bekam di tempat berizin dan dengan yang tidak adalah biaya jasa. Nurhayati yang bekerja di Rumah Sehat Herba, Bekasi Timur, mematok harga jasa Rp 100 ribu untuk sekali sesi terapi. Lebih tinggi daripada yang biasanya diterima oleh terapis tidak berizin yang hanya sekitar Rp 50 ribu hingga Rp 60 ribu.

#bin




 
Top