MATARAM -- Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) Wahyudin mengatakan, pengusaha perhotelan melalui Persatuan Hotel Restoran Indonesia (PHRI) berkomitmen untuk tak menaikkan harga kamar hotel di luar ketentuan pada momentum MotoGP 2024 ini. Artinya kenaikan harga kamar mempedomani Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 9 Tahun 2022 yang mengatur tarif akomodasi.

Namun yang perlu diwaspadai yaitu oknum travel agent yang menaikkan harga di luar ketentuan regulasi. Sehingga Pemprov NTB perlu merevisi Pergub tersebut agar ikut mengatur travel agent, sehingga usaha perjalanan wisata ikut bertanggung jawab terhadap kebijakan kenaikan harga kamar yang sesuai regulasi.

“Karena pada saat MotoGP tahun pertama lalu, travel agent menaikkan harga kamar itu sampai tiga kali lipat. Yang harga Rp1 juta atau Rp750 ribu menjadi lebih dari Rp3 juta. Ini adalah travel agent,” kata Wahyudin saat menyampaikan berita statistik di kantornya beberapa waktu lalu.

Wahyudin mengatakan, pihaknya mengharapkan angka kunjungan ke NTB semakin meningkat dari waktu ke waktu, terlebih saat event besar seperti MotoGP. Namun jika harga kamar hotel terlampau tinggi saat event, penonton dari luar daerah bisa saja menginap di Bali dan datang ke Mandalika saat menonton balapan saja. Usai event, mereka kembali lagi ke Bali dan berbelanja di pulau Dewata.

“Kalau mereka melihat tarif hotelnya yang cukup besar ya, orang akan nginap di Bali dan datang ke sini akan nonton saja. Yang nerima banyak itu di Bali. Pada tahun yang lalu kita survei ya modelnya seperti itu,” kata Wahyudin.

Ia mengatakan Tingkat Penghunian Kamar (TPK) bulan Juli 2024 sesuai dengan data yang dimilikinya meningkat, baik hotel berbintang maupun non bintang. TPK hotel berbintag yaitu di angka 48,65 persen, sementara TPK hotel non Bintang 33,96 persen. Diharapkan TPK yang tinggi ini terus berlanjut hingga September dan Oktober, mengingat saat ini masih dalam suasana hight seasons.

Terkait dengan rata-rata lama menginap, di hotel berbintang masih kurang dari 2 hari atau 1,99 hari di bulan Juli. Sementara rata-rata lama menginap hotel non bintang di bulan Juli hanya 1,69 hari.

“Kita sangat berharap tamu-tamu kita, baik yang menginap di hotel berbintang maupun non bintang bisa lama-lama di NTB, tak hanya satu dua hari, namun lebih lama. Sehingga banyak uang yang beredar di kita yang tentunya akan menumbuhkan UMKM di NTB,” ujarnya.

Pemerintah Daerah Harus Tegas

Sekretaris  Mandalika Hotel Association (MHA) Rata Wijaya meminta pemerintah daerah harus tegas menyikapi kondisi ini. Karena regulasi sudah ada, yakni Pergub Nomor 9 Tahun 2022 dan tinggal dikawal dan dipastikan dipatuhi. Jangan sampai peraturan yang dibuat hanya sebatas angin lalu saja.

“Kita juga menunggu ketegasan dari pemerintah daerah ketika ada yang menjual seperti itu. Apakah akan ditarik izinnya atau diberikan sanksi tertuliskah. Inikan ndak ada. Makanya kekuatan hukumnya kita pertanyakan,” terang Rata Wijaya.

MHA tidak bisa membendung pengusaha hotel menaikkan tarif, karena masing-masing pengelola hotel memiliki kebijakan sendiri-sendiri. Karenanya, pihaknya mengembalikan kepada pemerintah kabupaten ataupun provinsi untuk memberikan sanksi tegas jika menemukan adanya fakta pelanggaran atas ketentuan yang ada.

“Karena sifatnya anggota inikan bebas aktif ya. Kita (MHA) juga organisasi non profit yang tidak mengikat pada anggota. Lagi-lagi ini adalah ranahnya dari pemerintah karena yang menerbitkan aturan bukan dari MHA,” jelasnya.

Lebih lanjut Rata mengatakan kalau kemudian yang dipersoalkan harga kamar hotel di lingkar kawasan The Mandalika yang terlalu mahal dan menerapkan kebijakan minimal booking serta minimal long stay, sebenarnya masih batas wajar. Karena pengusaha hotel di lingkar kawasan The Mandalika pasar yang dikejar ialah grup dari rider dan kru MotoGP, bukan penonton umum.

Kalau penonton bisa dipastikan sulit menginap selama seminggu. Apalagi dengan kebutuhan banyak kamar, sehingga pihaknya mengimbau bagi penonton atau wisatawan untuk menginap di luar kawasan The Mandalika. Supaya tidak terkena imbas kebijakan pengelolan hotel tersebut. Dan, memang hotel-hotel di kawasan The Mandalika dikhususkan bagi para kru dan pembalap MotoGP.

“Penonton jangan memaksakan diri harus menginap di kawasan Mandalika saat ajang MotoGP. Sementara banyak kamar hotel lainnya di Mataram, Senggigi maupun di Gili,” imbuhnya.

Sebagai pengelola yang ada hotel di kawasan The Mandalika, MHA mempunyai beban moral untuk mengakomodir kru dan rider MotoGP.

Sejauh ini baik itu dari pihak Dorna, kru maupun rider MotoGP tidak mempersoalkan harga tarif kamar yang mahal tersebut. Karena sebenarnya tarif yang dipasang masih di bawah budget mereka. Soal penyiapan kamar dan akomodasi lainnya juga sudah diatur oleh agensi tersendiri dan tidak dibebankan kepada MGPA ataupun ITDC. 

#ris/kir




 
Top