"Kalau itu tanpa dipungut biaya, itu sesuatu yang tidak realistis untuk ditanggung oleh APBN, karena keterbatasan anggaran," kata Amich. Hal itu dikatakan dalam perbincangan bersama Pro 3 RRI, Jumat (2/8/2024).
Selain itu, menurutnya, pemberlakuan sekolah swasta gratis juga tidak adil. Apalagi, APBN berasal dari pengumpulan dana pajak yang dihimpun dari masyarakat.
"Bagaimana kita bisa memberi justifikasi dan rasionalisasi. Kalau sekolah-sekolah swasta juga harus tanpa pungutan atau biaya?," ujarnya.
Tak hanya itu, menurutnya, pemerintah juga menjaga standar pelayanan minimal. Di mana untuk biaya langsung pendidikan ditanggung APBN melalui Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP).
"Dengan cara seperti ini kita memastikan bahwa anak-anak usia sekolah bisa menempuh pendidikan secara baik," ucapnya. Menurutnya, layanan pendidikan dasar seperti SD dan SMP dapat dibilang relatif berhasil, hal itu berdasarkan Angka Partisipasi Kasar (APK).
"Anak-anak yang berusia 7 tahun sampai dengan 12 tahun tingkat SD/MI, itu APKnya sudah di atas 100 persen," katanya. Sedangkan untuk SMP dan Madrasah Tsnawiyah, ujarnya, angka Partisipasi Kasar-nya berada di angka 92,5 persen.
Menurutnya, hal itu sudah relatif ideal meskipun belim 100 persen. "Dari sisi ini artinya bahwa untuk pendidikan dasar hampir seluruh penduduk Indonesia, APK-nya di atas 90 persen," ujarnya.
#rri/bin