JAKARTA -- Kini makin marak tindak kriminalitas di lingkungan-lingkungan sekolah, semakin meresahkan warga.

Pasalnya, lingkungan sekolah yang semula dianggap sebagai tempat aman untuk para anak mengenyam pendidikan, kini justru menjadi area yang patut diwaspadai.

Bahkan, para orang tua nampaknya perlu aktif mengedukasi putra putrinya agar hati-hati ketika pergi dan pulang sekolah.

Termasuk, ketika mereka membawa barang berharga, seperti handphone dan perhiasan.

Lantas mengapa para pelaku kejahatan mulai menyasar pelajar di sekolah-sekolah?

Untung Sumarwan Kriminolog Universitas Budi Luhur Jakarta menjawabnya.

Menurut Untung, pelajar adalah mereka yang berada di remaja.

Yang mana, usia remaja adalah usia paling rentan menjadi korban kejahatan.

Bahkan, posisinya berada paling tinggi di antara yang lainnya.

"Jadi mereka punya potensi menjadi korban. Dia seringkali tidak pernah berpikir atau mungkin belum memahami bahwa di lingkungannya itu atau di sekitarnya itu ada faktor-faktor yang membahayakan dia," kata Untung, Rabu (7/8/2024).

Namun menurutnya, kejahatan itu tidak pernah serta merta terjadi karena kesalahan dari pelaku, melainkan ada peran korban di dalamnya

Seperti anak pada usia remaja, lanjut Untung, mereka kerap kali teledor, belum bisa berpikir taktis, hingga masih kerap flexing atau memamerkan gaya hidup.

Untung mencontohkan, pernah ada satu tindak kriminal di wilayah Pluit, Jakarta Utara, di mana seorang siswa dibunuh karena pelaku mengincar handphone yang dibawanya.

Yang mana pada tahun tersebut, handphone masih menjadi barang mewah.

"Jadi anak ini besar di luar negeri, tapi dia tidak pernah tahu lingkungan Jakarta. Ketika dia jalan sambil main handphone, akhirnya justru tidak hanya handphonenya yang hilang, jadi akhirnya dibunuh sama pelakunya," jelas Untung.

"Nah, kasus seperti ini yang seringkali, yang saat ini jadi. Orang yang tadinya tidak berniat untuk melakukan kejahatan, ketika ada potensi dia melakukan kejahatan, maka dia akan melakukan hal itu," lanjutnya.

Untung berujar, kelompok yang paling retan mendapatkan tindak kriminalitas selain remaja adalah perempuan, orang tua atau lansia, dan orang yang memiliki keterbelakangan mental.

Selain itu, para pelaku tindak kriminal juga kerap menyasar sejumlah kelompok, seperti imigran atau orang asing, serta kelompok minoritas.

"Karena bukan hanya kesalahan semata-mata pelakunya, tetapi juga korban itu mempunyai peran," kata Untung.

Sementara itu, terkait pergerakan pelaku kriminal yang mulai berani datang ke sekolah-sekolah, Untung menyebut jika hal itu terkadi karena pelaku sudah hapal lokasi tersebut.

"Jadi namanya situasional crime prevention. Jadi situasi yang memungkinkan apakah ini ada penjagaan, sementara potensi melakukan kejahatan itu besar sekali. Bahkan targetnya adalah oh ini gampang ini," kata Untung.

Pelaku juga cenderung memelajari terlebih dahulu lingkungan target sebemum melancarkan aksinya.

"Jadi lingkungan sekecil itu juga menentukan dan pemahaman pelaku yang akan melakukan kejahatan itu juga ada," jelasnya.

Oleh karena itu, Untung mengarahkan agar pelajar maupun warga menjadikan media sebagai tempat belajar.

Sekecil apapun kejahatan yang disiarkan di media, artinya ada potensi ancaman yang mengenai diri sendiri.

Bahkan kasus-kasus kejahatan dewasa ini, lanjut Untung, sudah tidak lagi berada di jalanan, melainkan sampai menyasar ruang pribadi seseorang.

"Kalau kejahatan-kejahatan yang di luar itu tentu saja mudah kita antisipasi. Yang penting, enggak usah flexing-flexinf, enggak usah pamer, enggak usah bergaya 'ada'," pinta Untung.

"Padahal sebenarnya kita kalau nanti jadi korban seperti ini, justru kita sendiri yang susah. Anak-anak harus diajari sejak dini supaya tidak menjadi figur-figur yang senang pamer, misalnya seperti itu. Bukan karena kita tidak ada, tapi demi keselamatan kita sendiri," pungkasnya.

#wkt/bin




 
Top