PP ini terdiri dari 1.172 pasal. Terdapat sejumlah poin pada PP tersebut. Salah satunya Pasal 434 ayat (1) huruf c yang mencantumkan larangan menjual produk tembakau dan rokok elektronik secara eceran satuan per batang, kecuali bagi produk tembakau berupa cerutu dan rokok elektronik
Kemudian huruf e mengatur bahwa setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak.
“Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik: dalam radius 200 (dua ratus) meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak,” bunyi pasal 434 PP 28/2024.
Tak hanya itu, PP ini juga mengatur melarang penjualan produk tembakau dan rokok elekotronik menggunakan mesin layan diri dan kepada setiap orang di bawah usia 21 tahun dan perempuan hamil. Kemudian menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik pada area sekitar pintu masuk dan keluar atau pada tempat yang sering dilalui; dan menggunakan jasa situs web atau aplikasi elektronik komersial dan media sosial.
Larangan penjualan rokok dalam radius 200 meter dari pusat pendidikan ini sebelumnya sempat menuai kritik. Salah satunya dari Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mandey. Saat aturan itu masih dalam bentuk rancangan, ia mengatakan mengatakan pasal tersebut ambigu karena tidak menjelaskan detail penghitungan zonasi 200 meter.
“Bagaimana cara menghitung 200 meternya? Mau pakai meteran? Terus kiblatnya mengarah kemana? Utara, timur, selatan?,” katanya di kantor Aprindo, Jumat (28/6/2024).
Tak hanya soal penghitungan zonasi 200 meter, Roy juga mempertanyakan definisi pusat sekolah yang dimaksud RPP Kesehatan. Pusat pendidikan katanya bisa multitafsir.
“Ada sekolah balet, ada sekolah Bahasa Ingggris, ada sekolah mengemudi, ada bimbel. Pusat pendidikannya apa? Ini juga ambigu,” katanya.
Roy mengatakan bahwa saat sosialisasi RPP Kesehatan tidak ditemukan pasal yang mengatur zonasi perdagangan rokok. Namun setelah sosialisasi, Aprindo mendapatkan informasi bahwa pasal tersebut masuk dalam RPP Kesehatan. Roy mengatakan jika RPP tersebut disahkan maka ritel bisa kehilangan pendapatan lima hingga delapan persen.
Kemudian penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok yang kini mencapai Rp230 triliun dikhawatirkan akan turun. Belum lagi katanya lima juta petani tembakau juga bisa terancam berhenti bekerja jika industri rokok tergerus. Akibatnya daya beli akan turun. “Akhirnya konsumsi rumah tangga turun dan PDB kita juga turun,” katanya.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi G Sadikin mengatakan pihaknya menyambut baik terbitnya PP ini guna menjadi acuan dalam membangun sistem kesehatan Indonesia.
“Kami menyambut baik terbitnya peraturan ini, yang menjadi pijakan kita untuk bersama-sama mereformasi dan membangun sistem kesehatan sampai ke pelosok negeri,” ujar Budi dalam keterangannya, Senin (29/7/2024).
#bmp/bin