JAKARTA -- Langkah Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) untuk memburu orang yang memviralkan kasus dugaan penyiksaan Afif Maulana (13) di Padang, Sumbar, dianggap tidak tepat. Langkah tersebut justru menjatuhkan citra Polri.
Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto mengatakan, respons itu menunjukkan sikap reaksioner kepolisian terhadap keluhan masyarakat terkait pelayanan.
“Inilah bila responsibilitas dipahami sebagai sikap tergesa-gesa dan reaksioner pada keluhan masyarakat pada pelayanan kepolisian,” ujar Bambang kepada awak media yang menghubunginya, Selasa (2/7/2024).
Menurut Bambang, langkah Polda Sumbar itu justru membuat profesionalitasnya dipertanyakan dan semakin membuat Polri dianggap tak sesuai harapan masyarakat.
“Penegakan hukum yang profesional itu adalah bagian dari perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat,” kata Bambang.
“Kalau respons kepolisian malah berbeda dengan harapan masyarakat, akan muncul pertanyaan, polisi ini bekerja untuk siapa?” sambungnya.
Bambang menambahkan, langkah tidak tepat tersebut juga membuat masyarakat semakin sulit membedakan oknum polisi yang melanggar, dengan anggota profesional dan berintegritas di institusi Polri.
“Dan ini justru akan melemahkan spirit anggota polisi yang masih baik, memiliki integritas dan menjaga nama baik Polri,” pungkasnya
Diberitakan sebelumnya, Kapolda Sumbar Inspektur Jenderal Suharyanto di Padang mengeluarkan pernyataan bahwapihaknya bakal mencari dan memeriksa orang yang memviralkan kasus Afif di media sosial.
Alasannya, narasi tersebut merupakan tuduhan yang berpotensi merusak citra institusi polisi.
Pihaknya merasa menjadi korban trial by the press atau pengadilan oleh pers terkait dengan berita viral kematian Afif.
"Dia (orang yang memviralkan) harus (memberi) testimoni, ’Apakah kamu benar melihat (kejadian), kamu kok ngomong begitu? Kamu, kan, sudah trial by the press, menyampaikan ke pers sebelum fakta yang sebenarnya cukup bukti atau tidak. Atau kamu hanya asumsi dan ngarang-ngarang’,” kata Suharyanto.
Adapun Afif adalah seorang pelajar berusia 13 tahun yang ditemukan meninggal di Sungai Kuranji, dekat jembatan Jalan Bypass, Padang, Sumatera Barat, Minggu (9/6/2024) pukul 11.55 WIB.
Saat ditemukan, jenazah Afif mengapung di sungai dengan luka lebam pada bagian punggung dan perutnya.
Dugaan kematian Afif akibat dianiaya polisi mencuat setelah 18 pemuda yang juga merupakan teman Afif mengungkapkan serangkaian penyiksaan ketika ditangkap anggota Sabhara yang berpatroli.
Namun, Kapolda Sumbar membantah hal tersebut karena menyebut tidak ada saksi yang melihat penganiayaan itu.
Suharyono mengklaim tidak ada Afif saat polisi menangkap 18 orang yang diduga hendak tawuran di Jembatan Kuranji, Padang, Minggu (9/6/2024).
"Polisi dituduh telah menganiaya seseorang sehingga berakibat hilangnya nyawa orang lain. Tidak ada saksi dan bukti sama sekali. Dalam penyelidikan terhadap 18 pemuda yang diamankan, tidak ada yang namanya Afif Maulana," jelasnya.
#kpc/bin