PEKANBARU -- Panitia Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) SMA/SMK Jalur Afirmasi Sekolah Swasta di Provinsi Riau memperpanjang waktu pendaftaran hingga Senin (8/7/2024) ini. Sedianya, pendaftaran ditutup pada Kamis (4/7/2024) lalu. Ini dilakukan untuk mengakomudir para calon peserta didik yang berhak mendapat program tersebut.

Plt Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Riau Roni Rakhmat menjelaskan, jelang penutupan pendaftaran pada Kamis (4/7/2024) lalu, pihaknya banyak mendapatkan laporan bahwa ada calon peserta didik yang masuk kriteria untuk mendapatkan program tersebut, tapi tidak bisa mendaftar.

“Makanya, pendaftaran jalur afirmasi sekolah swasta kami perpanjang hingga Senin (8/7/2024),” katanya.

Dijelaskan Roni Rakhmat, sesuai regulasi, yang bisa mendaftar ke sekolah swasta adalah mereka yang sebelumnya sudah mendaftar ke SMA/SMK negeri lewat jalur afirmasi namun tidak tertampung.

“Sementara mereka yang mendaftar ke sekolah swasta itu sebelumnya tidak mendaftar ke sekolah negeri. Karena itu, kami mengubah aturannya sehingga mereka baru bisa mendaftar,” jelasnya.

Untuk perpanjangan waktu pendaftaran tersebut, pihak Disdik Riau juga membuka posko bantuan pendaftaran yang dipusatkan di kantor Disdik Riau di Jalan Cut Nyak Dhien Pekanbaru. 

“Harapannya dengan adanya perpanjangan waktu itu, calon peserta didik yang berhak mendapatkan program ini tertampung dan bisa melanjutkan pendidikan,” harapnya.

Untuk diketahui, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau melalui Dinas Pendidikan (Disdik) telah menetapkan daya tampung PPDB SMA/SMK Swasta di Riau Jalur Afirmasi tahun 2024 sebanyak 2.438 orang. Mereka akan ditampung di 50 sekolah SMA/SMK swasta, dengan rincian 13 SMA dan 37 SMK.

Para peserta didik yang masuk melalui jalur afirmasi akan dibiayai oleh Pemprov Riau sampai tamat tanpa dipungut biaya apapun alias gratis. Namun dengan syarat dan ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah. Kebijakan ini dibuat sebagai upaya Pemprov Riau mengakomodir calon siswa yang tidak tertampung di SMA/SMK Negeri pada PPDB tahun 2024.

Pasalnya daya tampung SMA/SMK Negeri di Riau hanya mampu menampung 92.965 orang atau 76,53 persen dari tamatan SMP sederajat yaknisebanyak 121.475 orang. Namun, calon peserta didik yang bisa mengikuti jalur afirmasi ini adalah yang tidak tertampung di SMA/SMK negeri, namun terdaftar pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Dinas Sosial, Program Indonesia Pintar (PIP) Kementerian Pendidik, atau Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (DP3KE). 

Tapi, siswa yang tidak lulus pada PPDB SMA/SMK negeri dan tidak terdaftar di DTKS dan PIP maupun DP3KE bisa menggunakan surat keterangan dari Dinas Sosial kabupaten/kota setempat tempat siswa berdomisili atau Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) yang dikeluarkan oleh lurah.

Selain untuk calon siswa yang tidak lulus PPDB SMA/SMK negeri, jalur afirmasi juga berlaku untuk anak panti asuhan. Mereka mendapat kesempatan yang sama dengan memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku. 

Kalau anak panti, syaratnya berdomisili di panti yang memiliki zin atau terdata di Dinas Sosial Riau. Kemudian terdaftar di DTKS Dinas Sosial, memiliki kartu keluarga yang terdaftar di panti tempat calon siswa berdomisili. ‘’Terakhir terdapat surat keterangan warga panti yang diketahui Dinas Sosial kabupaten/kota setempat,” sebutnya.

Silakan Lapor KPK dan Kepolisian Jika Ada Kecurangan

Pengawasan yang dilakukan oleh anggota Ombudsman RI menemukan berbagai masalah terkait Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di berbagai daerah. Beberapa di antaranya adalah masalah lama yang terus berulang setiap tahun.

Anggota Ombudsman Indraza Marsuki Rais mengatakan, berdasar seleksi jalur PPDB, jumlah pengaduan pada jalur prestasi sebanyak 141 laporan dan jalur zonasi 138 laporan.

”Dalam jalur zonasi, adanya pemahaman keliru baik petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) penentuan zona di mana selama ini masih banyak yang menggunakan jarak, padahal dapat juga menggunakan area zona,” katanya dalam rilis di Jakarta, Jumat (5/7/2024).

Padahal, pada Permendikbud Nomor 1/2021 sudah dijelaskan dengan detail terkait zonasi itu. 

Terkait jalur prestasi, Ombudsman menemukan adanya praktik cuci rapor atau mengganti nilai rapor sekolah untuk menaikkan prestise sekolah tersebut. Selain itu, tidak ada transparansi dalam pengukuran dan pengumuman skor penilaian jalur prestasi sehingga muncul berbagai permasalahan seperti adanya sertifikat akademik palsu.

Ketidakterbukaan tersebut juga menyebabkan adanya siswa titipan berdasar jalur prestasi yang berujung pada penambahan kelas atau rombongan belajar.

"Kami temukan juklak dan juknisnya tidak dilakukan konsultasi dengan Kemendikbud, Kemenag, maupun Kementerian Dalam Negeri,” ujarnya. Sehingga, terjadi masalah di lapangan. Pengambil kebijakan juga dinilainya kurang tegas. Sehingga ketika ditemukan pelanggaran, tidak ada sanksi tegas. 

Dia juga melihat belum ada pembagian kewenangan antara pusat dan daerah. ”Selama ini akan teriak soal PPDB ini kepada Kemendikbudristek. Padahal, pelaksananya adalah provinsi, kabupaten, dan kota,” ucapnya.

”Belum ada mekanisme pengaduan yang sesuai dengan UU Pelayanan Publik. Sehingga banyak aduan dari masyarakat melalui jalur yang tidak seharusnya. Misalnya, curhat di medsos,” ungkapnya. Ia juga melihat ada petugas di kanal pengaduan yang tidak kompeten. Petugas di bagian itu dianggap tidak penting sehingga ditempatkan orang yang tidak memahami masalah secara utuh.

”Temuan ini tentunya belum final dan Ombudsman masih akan melanjutkan pengawasan PPDB, di mana penyimpangan prosedur masih sering kali terjadi, namun minim pengawasan. Khususnya, pasca pelaksanaan PPDB,’’ tuturnya.

Ia juga menyebut bahwa Ombudsman membuka diri untuk mendengarkan aduan masyarakat. Data pelapor, menurut dia, akan dirahasiakan sehingga tidak ada intimidasi dari stakeholder terkait. ”Yang tahun lalu, ancaman bagi pelapor ini berasal dari dinas pendidikan atau individu yang dianulir jadi siswa sekolah tersebut,” ungkapnya.

Indraza menyatakan, setiap tahun hasil pengawasan lembaganya dilaporkan kepada stakeholder terkait. ”Temuan 2023 terkait pemerataan akses pendidikan. Belum ada rencana dokumen rencana pemerataan satuan pendidikan,” ujarnya.

Indraza menambahkan, kurangnya jumlah sekolah menjadi masalah klasik. Sejauh ini dia belum melihat adanya dokumen perencanaan untuk pemerataan sekolah. Dia memerinci rasio sekolah antarjenjang pendidikan dasar (dikdas) belum sesuai. Jumlah sekolah dasar seharusnya empat kali lebih banyak dari SMP. Lalu, jumlah SMP dan SMA di sebuah wilayah seharusnya sama.

”Salah satu kendala PPBD adalah minimnya literasi terkait PPDB di masyarakat,” ujarnya. Contohnya, soal tata cara pelaksanaan, kuota, hingga pengumuman masih sengkarut. Masyarakat pun masih sulit untuk memahami bagaimana PPDB.

Lebih lanjut, pada PBDB tahun ini, Indraza memaparkan bahwa substansi aduan didominasi hasil pengumuman PPDB sebanyak 22 persen, implementasi peraturan daerah terkait petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis PPDB sebanyak 16 persen, kecurangan prosedur sebanyak 14 persen, dan berkas persyaratan pendaftaran 8 persen.

”Kami temukan bahwa implementasi di lapangan ternyata masih banyak yang tidak sesuai dengan panduan Pemendikbud Nomor 1 Tahun 2021 dan Keputusan Sekjen Kemendikbud No 47 Tahun 2023 dalam pelaksanaan PPDB ini,” ucapnya.

Sementara itu, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Riau, Bambang Pratama mengatakan, hingga saat ini pihaknya belum menerima laporan terkait praktik cuci rapor atau mengganti nilai rapor sekolah untuk menaikkan prestise sekolah di Riau. ‘’Belum ada laporan dan informasi,’’ ujarnya saat dihubungi Riau Pos, Jumat (7/5/2024).

Namun, Bambang tak menampik sudah ada beberapa laporan yang masuk terkait PPDB. ‘’Sudah ada 4 hingga 5 laporan yang masuk. Tapi tidak terkait praktik cuci rapor melainkan terkait masalah lain. Laporan ini berkurang dari tahun lalu karena sejak awal memang kita mengawasi PPDB,’’ ujarnya.

Gandeng KPK-KPAI

Sementara itu, Kemendikbudristek berkomitmen untuk melaksanakan PPDB yang transparan dan objektif. Bahkan sampai gandeng KPK dan KPAI. Direktur Sekolah Dasar Kemendikbudristek Muhammad Hasbi mengajak para pemda agar membagikan praktik baik pelaksanaan PPDB.

”Dalam fungsi pengawasan, selain bekerja sama dengan instansi terkait, kami juga mendorong kepada masyarakat untuk mengawasi dan melaporkan dugaan praktik pelanggaran pelaksanaan PPDB,” katanya.

Ia menambahkan, untuk mencapai tujuan PPDB, masyarakat dapat melaporkan tindak pidana kepada aparat hukum seperti KPK, kepolisian, maupun kejaksaan.

Hasbi juga menyebut ada tantangan sendiri dalam penerapan PPDB di lapangan. Untuk itu, diperlukan kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah. Menurut dia, beberapa daerah belum melaksanakan tahapan persiapan PPDB secara komprehensif. ”Beberapa masalah seperti kecurangan dalam seleksi dan ketidakpahaman masyarakat terhadap sistem daring juga masih perlu diatasi,” ucapnya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana mengatakan bahwa selain menggunakan survei penilaian integritas pendidikan, KPK mengajak seluruh masyarakat agar tidak melakukan praktik koneksi dan gratifikasi dalam pelaksanaan PPDB. Sebab, hal itu termasuk salah satu praktik nepotisme dan korupsi. ”Karena keterbatasan ruang kelas di sekolah negeri, pemerintah setempat perlu bekerja sama dengan sekolah swasta,” ujarnya.

#rpg/bin




 
Top