JAKARTA -- Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menyebutkan, terdapat 11,8 persen atau 945.413 pengangguran berasal dari lulusan perguruan tinggi (PT). Angka ini menjadi sorotan Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi, Kemendikbudristek, Abdul Haris saat Diskusi bertema “Arah Pengembangan Pendiidkan Tinggi untuk Lima Tahun ke Depan” di Universitas Padjadjaran, dikutip dari laman Unpad, Kamis (25/7/2024).
Haris menjelaskan, ada tiga masalah utama pendidikan tinggi di Indonesia. Ketiga masalah tersebut adalah ketimpangan akses, kesenjangan kualitas dan kurangnya relevansi PT dengan kebutuhan industri.
“Ini menjadi tantangan kita untuk menyelenggarakan pendidikan tinggi berkualitas. Kita harus jujur, kita (perguruan tinggi) masih menghasilkan pengangguran,” ujar Haris.
Kondisi ini, kata Haris, sudah seharusnya menjadi perhatian bagi perguruan tinggi atau PT agar lebih mengasah lagi kemampuan membaca kebutuhan industri. Haris menawarkan salah satu strategi, yakni melakukan perbaikan untuk mewujudkan transformasi pendidikan tinggi.
Haris mengatakan, ada beberapa strategi yang sudah dilakukan. Mulai dari implementasi program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka, hingga transformasi sistem pendidikan dan tata kelola di perguruan tinggi.
Mengenai transformasi pendidikan, Haris menegaskan, konsep pembelajaran di perguruan tinggi harus diubah. Perguruan tinggi sudah bukan lagi menjadi pusat transfer keilmuan (knowledge transfer), melainkan wahana menciptakan pengetahuan baru (knowledge creation).
Sehingga dalam proses pembelajaran mahasiswa sudah tidak lagi disuapi oleh dosen. Dosen yang mengajar, lanjutnya, haruslah dosen yang berbasis riset.
Dosen akan lebih banyak menimba masalah. Masalah tersebut kemudian dibawa ke ruang kelas untuk didiskusikan bersama mahasiswa.
Pada transformasi ini, kelas tidak lagi bersifat instruksional, tetapi lebih banyak mengedepankan diskusi Lebih lanjut, Haris mengatakan, untuk mengatasi masalah seputar relevansi lulusan perguruan tinggi, maka produk utama dari perguruan tinggi adalah lulusan dan karya yang berbasiskan riset dan inovasi.
Dua basis ini diharapkan dapat menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang relevan dengan kebutuhan industri saat ini. “Kalau ini dihasilkan optimal, maka Unpad bisa menjadi World Class University,” imbuhnya.
Transformasi lain yang disoroti adalah digitalisasi pendidikan tinggi. Menurut Haris, sistem pembelajaran di perguruan tinggi jangan sampai serupa dengan 10 tahun ke belakang. Apalagi untuk mewujudkan kampus sebagai pencipta pengetahuan, maka proses digitalisasi menjadi sebuah keharusan.
#mcm/bin