CIREBON, JABAR – Layaknya "bola panas", dugaan praktik pungutan liar (pungli) berkedok sumbangan partisipasi pendidikan di sekolah-sekolah terus bergulir. Terkini SMAN 1 Cirebon jadi sorotan pasca mencuatnya informasi bahwa masing-masing orangtua atau walimurid dipungut sumbangan pendidikan sebesar Rp9,5 juta dalam Penerimaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di tahun 2023 lalu.

Kepala SMAN 1 Cirebon Naning Prasetyaningsih, menjawab konfirmasi awak media, membantah pihaknya melakukan pungli kepada orang tua siswa, khususnya pada PPDB tahun 2023 lalu.

Ia mengiyakan bahwa di tahun 2023 lalu, pihaknya mengundang orang tua siswa di rapat komite. “Tahun 2023 lalu, kami mengadakan rapat komite dan dihadiri oleh komite sekolah. Jadi bukan kami yang menyampaikan tentang dana sumbangan, kami dari pihak sekolah hanya menyampaikan program-program kami,” kata Naning melalui video yang diterima awak media di Cirebon, Senin (29/7/2024).

Terkait dana sumbangan sebesar Rp 9,5 juta, kata Naning, hal itu sifatnya tidak mengikat. Lebih bersifat gotong royong, menerapkan subsidi silang. Karenanya, imbuh Naning, banyak orang tua siswa yang meminta keringanan bahkan tidak membayar. “Silahkan ditanyakan pada Humas dan Komite yang kini menjadi garda terdepan dalam hal ini,” ujar Naning.

Menanggapi ini, anggota DPR RI Ono Surono menyoroti pernyataan pihak sekolah terkait inisiasi partisipasi sumbangan atau pungutan itu bukan dari sekolah, tapi dari komite sekolah.

“Terimakasih bu Naning atas penjelasannya, bahwa sekolah hanya menyajikan 8 program standar, yang saya yakin ada beberapa program itu tidak ada kaitannya dengan siswa dan peningkatan kualitas pendidikan namun dibebankan kepada orang tua siswa,” beber Ono.

Ono meminta agar Naning Prasetyaningsih menjelaskan 8 program standar tersebut, terlebih foto-foto yang diterima Ono dari orang tua siswa itu juga ada biaya-biaya atau bukti pembayaran dari 8 program standar tersebut.

Ono Surono juga menyoroti pernyataan Naning terkait komite sekolah yang disebut sebagai garda terdepan.

“Kok akhirnya komite sekolah menjadi garda terdepan ya untuk membuat atau menginisiasi hal-hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah? Kenapa sih Komite Sekolah mau menjadi garda terdepan, padahal bila terjadi apa-apa Komite Sekolah bakal kena?,” ujarnya.

Ono mengimbau Pj Gubernur Jawa Barat agar mendorong inspektorat untuk melakukan audit dana-dana yang bersumber dari orang tua siswa

Selain itu, Ono juga mendorong KPK, Kejaksaan dan kepolisian untuk melakukan pendampingan terhadap sekolah-sekolah di Jawa Barat yang melakukan partisipasi sumbangan kepada orang tua siswa.

“Kami pun mendorong BPK agar untuk melakukan audit investigasi dengan tujuan tertentu untuk mengetahui seberapa efektif 20% anggaran yang telah dicanangkan berdasarkan undang-undang. Karena faktanya hampir seluruh sekolah melakukan pungutan seperti ini kepada orang tua siswanya,” cetusnya

“Apakah memang kondisi ini sah-sah saja disaat misalnya angka lamanya sekolah di Jawa Barat hanya kelas 2 SMP. Karena saya yakin faktornya adalah masalah keuangan, dimana banyak orang tua siswa yang tidak mampu untuk membayar biaya pendidikan  anak yang mahal tersebut,” tambahnya lagi.

Ono pun mengaku telah mendapatkan informasi dari orang tua siswa seperti bukti transferan dan juga rekapan siswa yang telah membayar. Dari informasi yang diperoleh Ono, terlihat data-data siswa yang sudah membayar sebesar Rp 7,5 Juta.

“Memang bukti-bukti yang dikirim adalah kejadian di tahun 2023, karena edaran untuk tahun 2024 belum keluar. Dan ini setiap tahun terjadi. Dari informasi yang saya peroleh, yang dimajukan itu memang komite sekolah seolah-olah merupakan inisiatif wali murid. Dan bila dibilang tidak mengikat, mengapa pihak sekolah melalui komite terus menagih satu persatu orang tua siswa melalui telepon bukan chat WA. Ini harus ditindaklanjuti,” tandasnya. 

#jex/edo







 
Top