PADANG -- Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) segera menelusuri kasus dugaan kekerasan seksual yang dilakukan dua oknum guru di Pondok Pesantren (Ponpes) Madrasah Tarbiyah Islamiyah (MTI) Canduang, Kabupaten Agam terhadap 40 santri laki-laki.

"LPAI akan berkoordinasi dengan LPAI Sumbar untuk mengecek kasus ini agar kasus kekerasan seksual tidak dibiarkan begitu saja," kata Ketua Umum LPAI Prof. Seto Mulyadi saat dihubungi di Padang, Selasa (30/7/2024).

Selain LPAI Provinsi Sumbar, pihaknya juga akan berkoordinasi intens dengan Polda setempat untuk menindaklanjuti perkembangan kasus tersebut. Sebab, kekerasan seksual termasuk tindak pidana yang bukan delik aduan. Artinya, polisi bisa atau wajib melakukan penindakan serta melakukan pemidanaan terhadap pelaku meskipun tidak ada laporan pengaduan.

"LPAI akan berkoordinasi dengan Polda Sumbar dan menanyakan sudah berapa jauh penanganan kasus ini," kata psikolog anak tersebut.

Kak Seto, sapaan akrabnya, mengatakan tingginya angka kekerasan seksual di ranah pendidikan bisa juga terjadi karena kurangnya pengawasan dari pihak sekolah termasuk masyarakat di sekitar satuan pendidikan itu sendiri.

Dalam pengungkapan kasus, psikolog kelahiran Klaten 28 Agustus 1951 tersebut menegaskan pemerintah atau instansi terkait juga wajib memerhatikan psikologis korban, dan tidak hanya terfokus pada penindakan pelaku.

Penguatan psikologis kepada korban ditujukan agar anak-anak tersebut tidak menjadi pelaku kekerasan seksual di kemudian hari. Selain itu, pendampingan juga ditujukan agar mental korban kembali pulih dan percaya diri seperti sebelumnya.

Pencipta karakter boneka Si Komo itu menjelaskan pendampingan psikologis terhadap anak-anak korban kekerasan seksual memerlukan tindakan dan waktu yang berbeda-beda, atau tergantung perlakuan yang dialami korban.

Menurutnya, terdapat tiga poin utama dalam proses pendampingan psikologis. Pertama, seberapa besar kejahatan yang dilakukan pelaku kepada korban. Kedua, kondisi kesehatan mental korban dan terakhir langkah treatment yang dilakukan psikolog bagi anak.

Minta Pijit, Santri Disodomi

Polresta Bukittinggi telah menangkap dua orang guru pesantren di Canduang karena mencabuli puluhan muridnya.

Kedua guru itu ditangkap pada Minggu (21/7/2024) di lingkungan pesantren. Mereka berinisial RA (29) dan AA (23).

Sebanyak 40 orang santri pondok pesantren setingkat SMP di Candung, Agam, Sumatera Barat menjadi korban dugaan pelecehan seksual dua orang guru laki-laki penyuka sesama jenis.

Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka yang dijerat dengan UU Perlindungan Anak dengan ancaman 20 tahun penjar

Modus kedua pelaku, RA (29) dan AA (23) adalah dengan meminta pijit lalu mencabuli hingga mengancam tidak naik kelas.

Kedua pelaku melancarkan aksinya masih dalam lingkup pesantren.

Korbannya merupakan santri laki-laki yang rata-rata duduk di bangku SMP.

Dua guru ini beraksi saat santrinya sibuk memijit, mulai dari meraba-raba tubuh korban hingga tindakan sodomi.

"Pelaku awalnya minta bantuan untuk dipijat kepada santrinya. Lalu saat minta bantuan itu, pelaku juga melakukan tindak pidana pencabulan kepada santrinya," kata Kapolresta Bukittinggi, Kombes Pol Yessi Kurniati, saat jumpa pers, Jumat (26/7/2024).

Menolak, Santri Diancam Tak Naik Kelas

Yessi mengatakan, selain modus minta pijit, pelaku juga mengancam korban bila menolak.

"Jika tidak menuruti keinginan pelaku, maka para korban diancam untuk tidak naik kelas," ujarnya.

Lebih jauh Yessi menuturkan, pelaku telah melancarkan aksinya sejak 2022. 

Selama itu, sebanyak 40 santri jadi korban pemuas nafsu kedua pelaku.

Yessi bilang, pelaku RA telah mencabuli 30 orang santri dan AA 10 orang.

Adapun kasus ini terungkap setelah salah satu keluarga korban melapor ke polisi. 

Mulanya keluarga curiga dengan sikap anaknya yang selalu murung dan enggan pergi ke sekolah.

"Jadi si anak bercerita kepada orang tuanya alasan tidak mau sekolah, yaitu karena dicabuli oleh tersangka," kata Yessi.

Yessi menambahkan, kasus ini masih terus didalami oleh penyidik.

Pihaknya juga menggandeng Dinas Sosial untuk mendampingi korban, terutama bagi korban yang mengalami trauma.

"Kasus ini masih dalam proses pendalaman, takutnya nanti masih ada korban lainnya. Pihak kita juga sudah membuka posko pengaduan di Polresta jika masih ada korban," pungkasnya.

Awal Mula Terungkap

Terungkapnya aksi pencabulan yang dilakukan dua orang guru di salah satu pesantren ternama di Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam berawal dari laporan salah seorang korban kepada saudara kandungnya.

Kapolresta Bukittinggi, Kombes Pol Yessi Kurniati mengatakan, penangkapan pelaku RA (29) berawal dari korban yang menelfon saudara kandungnya agar membawa teman lainnya untuk membantu korban.

“Salah seorang santri menelfon kakaknya, ia mengatakan bahwa temannya sudah menjadi korban pelecehan oleh pelaku. Karena takut, adiknya ini meminta pertolongan kakaknya untuk membawa temannya yang lain untuk menyelamatkannya dari pesantren,” jelasnya.

Selanjutnya, kakak dari salah seorang santri tersebut mencoba untuk mengkonfirmasi kepada korban terkait kebenaran aksi pencabulan tersebut.

“Korban pun mengaku bahwasanya memang benar terjadi tindakan pencabulan oleh RA. Itupun tidak sekali, korban mengaku sudah sebanyak tiga kali dilecehkan pelaku di ruangan yang masih berada dalam ruang lingkup pesantren,” jelasnya.

“Kemudian kakaknya melapor pada hari Minggu (21/7/2024) lalu ke pihak Polresta. Kemudian kita langsung mengamankan pelaku,” sambungnya.

Sementara itu, berdasarkan keterangan pelaku, kejadian pencabulan terhadap korban terjadi pada tanggal 11 Juni 2024 lalu sekira pukul 0011.00 WIB.

Kemudian, kata Yessi, setelah dilakukan penyelidikan lebih lanjut, dari pengakuan pelaku dan keterangan saksi-saksi, sebanyak 30 orang santri laki-laki jadi korban.

Selain itu, dari hasil penyelidikan juga menemukan pelaku lainnya berinisial lainnya, yaitu AA (23) yang juga merupakan guru di pesantren tersebut dengan jumlah korban sebanyak 10 orang santri laki-laki.

Terhadap kedua pelaku dikenakan Pasal 82 Ayat (2) jo 76 E UU No. 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun kurungan penjara.

“Karena mereka merupakan guru, maka nantinya akan ditambah 1/3 dari hukuman yang mereka terima,” pungkasnya.

Pelaku Diberhentikan

Dua orang guru yang mencabuli puluhan santri laki-laki di pondok pesantren di Canduang, Agam, Sumatera Barat (Sumbar) diberhentikan.

Pihak yayasan mengambil langkah tersebut usai mengetahui kasus pencabulan terhadap puluhan santri.

"Karena sudah ditangani pihak kepolisian, (pelaku) sudah mengaku dan dikategorikan tersangka, kami memutuskan mereka diberhentikan sebagai guru di sekolah dan pembina di asrama," kata Ketua Yayasan pondok pesantren tersebut, Syukri Iska, Jumat (26/7/2024).

Syukri bilang pihak yayasan sangat menyesalkan kejadian tersebut. "Poin pokoknya pihak yayasan menyesali, ini di luar dugaan. Kami syok," ungkapnya.

"Kami sedang syok semua. Kami sedang berusaha membesarkan lembaga, tapi ada juga yang merusak," sambung Syukri.

Sementara itu, kata dia, usai mengetahui kasus tersebut, para korban langsung didampingi psikiater dan psikolog.

"Terkait santri jadi korban kami sudah datangkan psikiater dan psikolog. Dapat informasi sudah dibawa suatu tempat dan juga didampingi pimpinan sekolah atau pihak pesantren," katanya.

Akibat kasus pencabulan yang dilakukan oleh dua oknum guru di salah satu pesantren ternama di kawasan Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam menyebabkan sejumlah santri mengalami trauma.

"Akibat tindakan kedua orang guru ini, sebagian anak-anak ada yang mengalami trauma," ungkap Kapolresta Bukittinggi, Kombes Pol Yessy Kurniati, Jumat (26/7/2024) kemarin.

Untuk mengatasi trauma korban, Yessy mengatakan pihak Kepolisian akan berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk membantu penanganan terhadap korban.

Selain itu, kata Yessy, pihaknya juga akan membuka posko pengaduan jika masih ada korban dari kedua guru tersebut.

"Kita juga akan buka posko pengaduan jika masih ada korban tambahan. Karena dari interogasi awalnya kemarin hanya belasan santri jadi korban. Ternyata setelah ditelusuri ada puluhan," ujarnya.

Humas MTI Canduang, Khairul Anwar melalui keterangan tertulisnya menyebutkan hal yang senada. Pihak Pesantren juga akan membuka posko pengaduan dan pendampingan psikologis bagi korban.

"Kami menyediakan layanan pendampingan psikologis bagi santri dan orang tua yang memerlukan bantuan. Tim konselor profesional kami siap memberikan dukungan moral dan emosional untuk membantu mereka menghadapi situasi ini," katanya.

"Dampingan oleh psikolog sudah dilakukan semenjak Kamis, 25 Juli 2024 sampai saat ini oleh Tim Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Himpunan Psikologi (HIMSI) Wilayah Sumatera Barat dan Lembaga Paduli Anak Nagari (PADAN) Sumbar," pungkasnya.

Ponpes MTI Canduang Minta Maaf

Khairul Anwar sekaligus menyampaikan permohonan maaf kepada semua pihak, khususnya kepada wali santri yang anaknya menjadi korban pencabulan oleh dua oknum guru merangkap ustaz berinisial RA dan AA.

"Untuk untuk itu kami menyampaikan permintaan maaf sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang mencintai dan menyayangi pondok MTI Canduang ini terutama kepada orang tua atau wali santri. Manajemen memastikan bahwa masalah ini akan ditangani dengan serius dan se transparan mungkin," kata Khairul Anwar, Sabtu (27/7/2024).

Lanjut Khairul, sejak mendapatkan laporan awal mengenai kejadian memalukan ini. Manajemen MTI Canduang segera mengambil langkah-langkah dengan melakukan investigasi internal.

"Kami sudah bentuk tim investigasi internal untuk mengumpulkan informasi dan bukti yang relevan. Tim ini bekerja sama dengan pihak berwenang (polisi). Kita berkomitmen untuk memastikan bahwa semua fakta dapat terungkap secara jelas," ujar Khairul Anwar.

Demi menjaga integritas proses penyelidikan kata Khairul Anwar, kedua oknum guru yang kini sudah ditetapkan tersangka oleh Kepolisian Resor Kota Bukittinggi itu, sudah dipecat dengan tidak hormat berdasarkan peraturan yang berlaku.

"Manajemen MTI Canduang juga sudah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk memastikan proses hukum berjalan dengan tepat dan adil. Kami mendukung sepenuhnya upaya penegakan hukum agar keadilan ini dapat ditegakkan," tutup Khairul Anwar.

#red




 
Top