"Hari ini dilakukan klarifikasi oleh Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah 10 bersama kepala sekolah dan komite," kata Plh Kadisdik Jabar Ade Afriandi saat dikonfirmasi di Bandung, Senin (29/7/2024).
Ade mengungkapkan, dirinya telah melihat postingan di media sosial yang menyebut adanya pungutan liar di suatu SMA di Cirebon itu dengan disertai bukti transfer uang. Namun Ade menyebut, tanggal yang tertera pada bukti transfer itu menunjukkan tahun 2023.
"Kita tahunya dari TikTok ya, di postingan itu ternyata transfernya November 2023. Tapi kita konfirmasi dulu, yang disampaikan itu ternyata bukti transfer itu 2023, sekarang kan 2024?," ungkapnya.
Meski begitu, Ade menuturkan pihaknya akan menelusuri dugaan pungutan liar tersebut. Sebab hal itu merupakan bagian dari upaya pencegahan. Ade juga meminta kepada sekolah maupun orang tua untuk tidak terburu-buru melakukan kegiatan di luar kepentingan pembelajaran di sekolah.
"Kalau lihat videonya ya bukti transfer itu 2023. Tapi pemberitaan ini jadi pengingat bagi kita semua di saat PPDB selesai, pembelajaran dimulai, biarkan dulu anak-anak adaptasi, jangan dulu didorong oleh sekolah oleh komite orang tua supaya di awal langsung seragam segala macam. Nanti aja bertahap sesuai kemampuan orang tua," tegas Ade.
Ade juga menjelaskan aturan soal sumbangan sekolah dari orang tua. Menurutnya hal itu diatur dalam Pergub Jabar dimana orang tua berhak memberi sumbangan kepada sekolah sepanjang tidak memberatkan.
"Secara aturan di dalam Pergub itu sepanjang tidak mengikat dan berjangka waktu, itu dibenarkan sepanjang tidak mengikat tidak diatur oleh sekolah. Misal, saya orang tua murid, pas masuk ada pertemuan dan ada keinginan dari orang tua. Apa yang bisa kita bantu, kalau itu datang dari orang tua dan disepakati itu gak ada masalah," ujarnya.
"Tapi kalau datang dari sekolah minta ke orang tua untuk disumbang ya itu tidak sesuai, apalagi memberatkan," tutup Ade.
Sebelumnya, melalui video yang di-unggah di akun tiktok @ono_surono, Minggu (27/7/2024), Ono Surono Bakal Calon Gubernur Jabar mengatakan mendapat keluhan dari orang tua siswa terkait pungutan liar di salah satu SMA di Kota Cirebon.
"Kemarin ada yang kirim sejumlah foto ke chat WA saya. Mungkin foto-foto itu menunjukkan informasi ada pertemuan antara komite sekolah atau pihak sekolah dengan orangtua siswa salah satu SMA yang ada di Jawa Barat," kata Ono dalam video tersebut.
Ia mengungkapkan informasi foto yang pertama berisikan kebutuhan partisipasi senilai Rp 3.315.500.000 dibagi 349 siswa sehingga hasilnya Rp 9.500.000 yang harus dibayar untuk satu siswa.
"Dalam foto itu juga ada informasi biaya tersebut sudah menanggung subsidi silang KIP dan mencakup 8 standar program," kata Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Barat ini.
Lalu, kata Ono, ada juga foto yang menginformasikan rekapitulasi rencana anggaran kelas 10, yang totalnya sama yakni Rp 3.315.500.000.
Selain itu, foto lainnya adalah bukti transfer yang ditujukan ke nomor rekening BJB atas nama Bend Komite SMA Negeri 1 Cirebon sebesar Rp 7.500.530 dengan berita Sumbangan Komite Sekolah.
"Nah, sehingga tentunya saya ingin mengetahui lebih lanjut ya apakah partisipasi sumbangan ini benar-benar dibenarkan sesuai regulasi yang dibuat oleh Pemprov Jabar Jawa Barat cq Dinas Pendidikan Jabar," tegas dia.
Ono Surono juga mengatakan hal ini juga perlu dicek kembali, apakah memang rapat tersebut sudah benar-benar disetujui oleh seluruh orang tua siswa yang hadir maupun yang tidak hadir untuk membayar jumlah partisipasi sumbangan sebesar Rp 9,5 juta.
"Mari bapak dan ibu mohon bantuannya, terutama juga pada Pak PJ Gubernur dan Kadisdik Jabar, kita cek bersama-sama apakah rapat itu benar terjadi? Apakah orang tua siswa yang hadir atau tidak hadir tidak keberatan sama sekali membayar partisipasi Rp.9,5 juta," cetus dia.
Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Ono Surono mengatakan mungkin saja pungutan liar ini tak hanya terjadi di Kota Cirebon tapi juga di sejumlah daerah di Jawa Barat.
Sehingga, kata Ono, hanya siswa yang memiliki orang tua mampu dapat bersekolah di sekolah yang notabene sekolah favorit. Sementara, siswa dari golongan tidak mampu, tak sanggup membayar sehingga akhirnya putus sekolah.
"Inilah yang membuat angka lamanya pendidikan di Jawa Barat rata- rata sampai kelas 2 SMP. Karena untuk melanjutkan ke jenjang lebih tinggi biayanya sangat mahal," ujar Ono dalam keterangannya, Senin (29/7/2024).
Ono mengimbau agar ke depannya ada evaluasi secara total terkait dengan pelaksanaan pendidikan di Jawa Barat khususnya untuk SMA dan SMK.
"Karena persoalan PPDB ini selalu terulang setiap tahun, mulai dari sistem zonasi hingga pungutan liar yang memberatkan orang tua siswa. Masak harus begini terus?" tandas anggota DPR RI ini.
#dtj/bin