MEDAN – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan pengawasan terhadap pemenuhan hak dasar anak, salah satunya yaitu layanan pendidikan di Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang. Sebab Provinsi Sumatera Utara (Sumut) menempati posisi kedua terbanyak yaitu Kota Medan dan Kabupaten Deli Serdang sebagai Kabupaten/Kota terbanyak anak putus sekolah di tingkat SD/SMP yakni sejumlah 7.600 (Statistik Pendidikan Kemendikbudristek, 2023).
KPAI melakukan pengawasan terhadap layanan anak putus sekolah di Kota Medan
“Ekonomi menjadi faktor tertinggi yang menyebabkan anak putus sekolah, sehingga ada kondisi anak harus bekerja untuk membantu ekonomi keluarga. Selain faktor ekonomi atau kemiskinan, gangguan psikis pada anak yang mengalami kecanduan game online juga menjadi penyebab anak putus sekolah,” tutur Aris Adi Leksono selaku Anggota KPAI sekaligus pengampu klaster pendidikan saat melakukan pengawasan pada Senin (27/5/2024).
Lebih lanjut, Aris menambahkan bahwa bantuan pemerintah berupa Program Indonesia Pintar (PIP) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) masih belum menyasar anak putus sekolah dan belum tepat sasaran.
“Dalam mengatasi anak putus sekolah, pemerintah daerah tidak memperhatikan basis data statistik pendidikan, sehingga capaian dalam menyelesaikan anak putus sekolah tidak terukur, serta belum ada strategi pemerintah daerah terkait kasus tersebut,” lanjutnya.
Permasalahan anak putus sekolah tidak hanya bertumpu pada Dinas Pendidikan, namun juga Perangkat Daerah lainnya agar dapat berperan dalam memberikan layanan psikologi terhadap anak putus sekolah yang disebabkan oleh game online.
Sementara itu, penanganan tersebut dapat dilakukan oleh UPTD PPA setempat dan Pemerintah Daerah sehingga diharapkan dapat mengimplementasikan program pemerintah secara maksimal, agar pemenuhan hak dasar anak dalam memperoleh layanan pendidikannya dapat terpenuhi dengan maksimal.
Dalam kesempatan yang sama, Mujiono selaku Kepala Bidang Pendidik Tenaga Kependidikan (PTK) Dinas Pendidikan Kota Medan pada saat rakor dengan KPAI menyampaikan bahwa penanganan terhadap anak putus sekolah sejauh ini sudah dilakukan dengan maksimal, kedepannya akan terus dilakukan monitoring terhadap implementasi penyaluran program PIP, KIP, Dana Bos, hingga APBD yang dialokasikan terhadap program penurunan angka anak putus sekolah.
Dalam rakor bersama Pemerintah Daerah disepakati beberapa hal, yakni:
- Akan melakukan pendataan anak putus sekolah dengan melibatkan RT/RW dan kelurahan, sehingga data lebih akurat dan dapat intervensi lebih tepat;
- Jika penyebab anak putus sekolah adalah soal ekonomi, akan diselesaikan Dinas Pendidikan dengan memberikan bantuan biaya pendidikan;
- Jika penyebab anak putus sekolah adalah faktor sosial budaya, kesehatan mental dan psikologi, maka Dinas Pendidikan akan melibatkan DP3KB dan UPTD PPA, Dinas Sosial, dan Lembaga masyarakat untuk melakukan pemulihan dan pendampingan hingga anak kembali sekolah;
- Pemenuhan hak pendidikan bagi anak penyandang disabilitas, pemerintah pusat dan daerah perlu menyediakan tenaga pendidik yang memiliki kompetensi yang berhubungan dengan ke-disabilitas-an anak, serta saran prasarana yang ramah disabilitas;
- Pemerintah perlu meningkatkan program pendampingan keluarga, peningkatan kesejahteraan ekonomi, serta ketahanan dan kemandirian keluarga, agar muncul kesadaran perlindungan terhadap anak;
- Memfasilitasi lembaga masyarakat untuk bersinergi mencarikan solusi bagi anak putus sekolah melalui pusat kegiatan belajar masyarakat atau bentuk layanan pendidikan masyarakat lainnya.
Harapannya, dengan rekomendasi yang telah disepakati bersama dalam menangani anak putus sekolah ini agar dapat segera diimplementasikan dan tercipta sinergi antar stakeholder terkait demi pemenuhan hak pendidikan anak yang optimal sesuai dengan amanah Undang-Undang Perlindungan Anak," tutup Aris.
#rel/ede