JAKARTA -- Saat pertama kali bertugas sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Kepulauan Bangka Belitung (Kajati Babel), pada awal tahun lalu, Asep Maryono merasa prihatin dengan kerusakan alam yang terjadi di bumi Serumpun Sebalai itu. Ketika melintas dari atas pesawat, Asep dapat melihat dengan jelas lubang-lubang menganga akibat aktivitas penambangan pasir timah secara masif di sana.

Mirisnya, kekayaan alam yang melimpah itu bukannya dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung, malahan dikeruk untuk memperkaya sejumlah oknum.

Dalam masa baktinya yang hanya 14 bulan, pria berusia 59 tahun ini mampu membuat terobosan penyidikan pertambangan timah ilegal. Alumni Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (FH Unsoed) ini merupakan sosok yang mengungkap data awal korupsi tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk yang saat ini sedang ditangani Kejaksaan Agung RI. Asep memberikan data dan menemukan formulasi kondisi pertimahan kepada Jampidsus.

"Saya mengumpulkan berbagai pendapat dan masukan dari para ahli. Termasuk di dalamnya ada ahli hukum pidana, ahli pertambangan dan hutan juga. Kita coba ramu formula dan temukan alat ukurnya supaya illegal mining ini bisa menjadi kasus korupsi karena ada kerugian negara di situ. Dari hasil diskusi dengan para ahli saya mendapatkan secercah harapan," ucap Asep.

Dalam mengatur strategi hukum, Asep juga sempat berkonsultasi dengan Guru Besar Hukum Acara Pidana Unsoed, Prof Hibnu Nugroho.

Usaha ayah dua anak ini dalam mengungkap kasus korupsi di wilayah IUP PT Timah Tbk tidaklah mudah dan menemui berbagai hambatan. Salah satunya ketika ada seorang pria berseragam yang mendatangi kantor Asep. Ia meminta Asep agar kasusnya segera dihentikan. Asep menilai upaya itu sebagai sebuah ancaman.

Berbagai upaya penyerangan tidak hanya diterima oleh Asep. Ia menduga istrinya mengalami sakit kulit yang tidak jelas penyebabnya akibat ilmu hitam. Hasil diagnosa dari tiga dokter yang ia datangi berbeda-beda. Karena alasan itu, ia meminta istrinya untuk sementara waktu tidak datang ke Bangka Belitung.

"Kulitnya mengelupas kayak bekas terbakar kulit sampai menghitam. Kata dokter istri saya salah makan obat. Padahal kondisinya istri saya tidak sedang konsumsi obat apapun. Setelah saya bawa ke pengobatan di Purwokerto. Alhamdulillah sembuh," cerita Asep yang pernah bertugas sebagai Asisten Tindak Pidana Umum di Kejaksaan Tinggi Jawa Timur ini.

Belakangan, penyidikan gurita kasus Timah ditarik oleh Kejagung karena berbagai pertimbangan. Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus, Kuntadi menyebut kerugian akibat korupsi timah mencapai Rp 300 triliun.

Selama masa baktinya, Asep dikenal tak gentar di kala harus mengusut kasus korupsi yang bersangkutan dengan nama-nama besar. Seperti saat membongkar dugaan tindak pidana korupsi PT NKI atas pemanfaatan kawasan hutan negara di hutan produksi seluas 1.500 hektare di Desa Air Labuh dan Desa Kota Waringin Kabupaten Bangka. Kasus ini melibatkan mantan Gubernur Bangka Belitung, Erzaldi Rosman Djohan yang saat ini sedang diperiksa tim penyidik.

Pada tahun 2018, Erzaldi selaku gubernur pernah menandatangani izin kerja sama pemanfaatan Kawasan hutan dengan PT NKI untuk berkebun pohon pisang. Seiring berjalannya waktu, izin pinjam pakai kawasan hutan itu malah disalahgunakan untuk melakukan aktivitas tambang. Di dalamnya termasuk praktik jual beli lahan ilegal di kawasan hutan produksi tersebut.

Pada tahun 2018, Erzaldi selaku gubernur pernah menandatangani izin kerja sama pemanfaatan Kawasan hutan dengan PT NKI untuk berkebun pohon pisang. Seiring berjalannya waktu, izin pinjam pakai kawasan hutan itu malah disalahgunakan untuk melakukan aktivitas tambang. Di dalamnya termasuk praktik jual beli lahan ilegal di kawasan hutan produksi tersebut.

Bukan baru sekali Asep terjun menangani kasus yang berkaitan dengan para pejabat. Tahun 2016, saat Asep berdinas sebagai Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara, Kejati Maluku Utara, ia turut menangani kasus yang melibatkan Vaya Amelia Armaiyn, puteri mantan Gubernur Provinsi Maluku, terpidana korupsi anggaran harmonisasi Rancangan Tata Ruang Wilayah senilai Rp 2,2 miliar. Belakangan, Vaya dinyatakan bersalah oleh pengadilan.

Asep juga menangani kasus korupsi mantan Gubernur Maluku, Thayib Armain terkait korupsi Dana Tak Terduga tahun 2004. Kerugian negara ditaksir Rp 8 M. Thayib belakangan dinyatakan bersalah oleh pengadilan.

"Waktu menangani kasus PT NKI, orang-orang bilang ke saya 'Bapak kan kenal dengan mantan Gubernur Babel itu.' Saya bilang saya memang kenal dengan Pak Gubernur ya nggak masalah. Tidak menghalangi saya untuk silaturahmi tapi juga tidak menghalangi saya untuk melaksanakan tugas," tegas Asep yang juga pernah mengusut kasus dugaan korupsi pengadaan proyek Washing Plant PT Timah Tbk dan tambang ilegal Pantai Bubus senilai Rp 26 Miliar.

Prestasi yang diraih Asep selama bertugas di Babel membuat orang-orang yang mengenalnya terkesan dengan kinerjanya. Apalagi Asep menyidik kasus korupsi di PT Timah Tbk dan menetapkan tersangka di level kakap.

"Semasa Bapak Asep Maryono menjabat yang hanya 14 bulan sebagai Kajati di Bangka Belitung mampu membuat terobosan penyidikan pertambangan ilegal, kehutanan hingga perkebunan yang awalnya dari pidana umum menjadi pidana Tipikor. Begitu juga dengan penetapan tersangkanya kelas kakap bukan ecek-ecek. Sungguh penegakan hukum yang tidak pandang bulu. Semua berkat ketegasan dan nyali besar beliau walau ini di ujung jabatannya," ucap Reza Hanapi, salah satu jurnalis Bangka Belitung yang mengusulkan Asep di ajang penghargaan Adhyaksa Awards 2024.

Usai dari Babel, Asep kini menjadi Kepala Biro Perlengkapan pada Jaksa Agung Muda bidang Pembinaan Kejagung di Jakarta.

#dtc/bin






 
Top