JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengusut kasus dugaan korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditas emas tahun 2010-2022. Sejumlah saksi terus diperiksa salah satunya mantan Direktur Utama PT Antam Tbk, HW.

"Kejaksaan Agung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) memeriksa 5 orang saksi, terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada pengelolaan kegiatan usaha komoditi emas tahun 2010 s/d 2022," kata Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangannya Rabu, (12/6/2024).

Kelima saksi diperiksa oleh penyidik Kejagung pada Selasa (11/6/2024). Kelima saksi yang diperiksa diantaranya:

1. TH selaku General Manager Unit Bisnis Pengolahan dan Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam Tbk tahun 2013.

2. EV selaku Kepala Biro Internal Audit UBPP LM PT Antam Tbk periode 2019 s/d saat ini.

3. TH selaku Direktur PT CBL Indonesia Investment (Senior Manager Operasi UBPP LM Maret 2010 s/d Desember 2012).

4. HW selaku Pensiunan (Direktur Utama) PT Antam Tbk.

5. TR selaku Non-Nickel Operation Accounting Manager tahun 2022 s/d saat ini.

Modus 6 Tersangka

Kejagung telah menetapkan enam orang sebagai tersangka. Adapun modus keenam tersangka kasus dugaan korupsi terkait tata kelola emas seberat 109 ton di PT Antam tahun 2010-2021 itu diduga mencetak emas berlogo Antam secara ilegal.

Enam orang tersangka itu merupakan mantan General Manager Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Logam Mulia (UB PPLM) PT Antam dari berbagai periode. Mereka adalah:

- TK menjabat periode 2010-2011

- HN menjabat periode 2011-2013

- DM menjabat periode 2013-2017

- AH menjabat periode 2017-2019

- MAA menjabat periode 2019-2021

- ID menjabat periode 2021-2022

Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan kasus ini terjadi sejak 2010 hingga 2021. Dia mengatakan para tersangka itu melakukan aktivitas ilegal terhadap jasa manufaktur yang seharusnya berupa kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia dengan logo Antam.

Para tersangka diduga mencetak logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia (LM) Antam. Ia menyebut hal itu membuat Antam, yang merupakan BUMN, mengalami kerugian.

"Tersangka ini mengetahui bahwa pelekatan merek LM Antam ini tidak bisa dilakukan secara sembarangan, melainkan harus didahului dengan kontrak kerja dan ada perhitungan biaya yang harus dibayar," ujar Kuntadi.

Ia menyebutkan emas 109 ton itu dicetak dalam berbagai ukuran. Emas ilegal itu diedarkan oleh para tersangka di pasar bersamaan dengan logam mulai produk PT Antam yang resmi.

"Para tersangka ini, maka dalam periode tersebut, telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sejumlah 109 ton yang kemudian diedarkan di pasar secara bersamaan dengan logam mulia produk PT Antam yang resmi," ujarnya.

Kuntadi belum menjelaskan detail berapa kerugian negara dalam kasus ini. Dia mengatakan kerugian negara dalam kasus ini masih dalam proses perhitungan. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

#dtc/bin






 
Top