MATARAM -- Perempuan asal Kelurahan Nibung Putih, Kecamatan Ma Sabak Barat, Kabupaten Tanjab Timur, Jambi, berinisial SS (26), ditangkap polisi. SS ditangkap lantaran diduga memeras pria asal Desa Pandan Indah, Kecamatan Praya Barat Daya, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kasat Reskrim Polresta Mataram Kompol I Made Yogi Purusa Utama mengatakan korban pemerasan SS berinisial B (35). SS diduga memeras B hingga Rp 270 juta sejak berkenalan melalui media sosial (medsos) pada 2020.
Yogi mengatakan SS dan B berpacaran sampai 2022 setelah berkenalan melalui medsos. SS selalu dibiayai oleh B selama tinggal di Kota Mataram, NTB. SS memeras B dengan modus mengancam akan menyebarkan foto dan video seks saat mereka masih pacaran.
"SS tidak memiliki pekerjaan. Jadi selama berpacaran SS mengaku pernah hamil pada Juni 2020," ujar Yogi ketika dimintai keterangan, Rabu (15/5/2024).
Yogi menjelaskan B sempat ingin mengakhiri hubungan asmaranya dengan SS. Namun, B diancam dengan pengakuan SS yang tengah hamil.
"B diminta pertanggungjawaban. Selama berhubungan, pengakuan SS sudah empat kali hamil. Tapi aneh dan mengganjal karena SS tidak memiliki bukti (hamil)," kata Yogi.
SS meminta syarat kepada B jika bisa mengakhiri hubungan asmaranya. SS meminta uang sebesar Rp 150 juta kepada B pada 14 Maret 2023. Uang tersebut digunakan SS untuk biaya operasi keluarga.
SS mengancam akan menyebar foto dan video di medsos saat keduanya berhubungan ketika masih berpacaran jika tak memberikan uang tersebut. "B saat itu menyerahkan uang sebesar Rp 150 juta secara cash," terang Yogi.
Tak berhenti sampai di sana, B kembali dihubungi oleh SS pada April 2023. Pelaku tiba-tiba mengirim sebuah foto saat berada di salah satu tempat. Bermodal foto tersebut, SS kembali meminta uang kepada B sebesar Rp 10 juta dengan alasan meminjam.
"Tapi jika tidak diberikan pinjaman, SS mengancam foto keduanya akan disebarkan kembali. Di sana B kembalilah memberikan uang sebesar Rp 10 juta via transfer," tutur Yogi.
Berselang beberapa bulan kemudian, tepatnya pada November 2023, muncul nama teman SS menghubungi B via WhatsApp bernama Junaidi. Junaidi mengaku sebagai orang tua SS. Junaidi memberi kabar ke B jika SS meninggal.
"Di sana Junaidi meminta uang ke B sebesar Rp 100 juta. Modusnya sama, jika tidak diberikan lagi kembali diancam akan menyebarkan foto B dan SS di media sosial. Uang itu diberikan melalui transfer ke rekening SS," lanjut Yogi.
B kembali dihubungi oleh pria bernama Ade Saputra pada 3 April 2024. Ade Saputra saat itu meminta uang kepada B sebesar Rp 12,48 juta dan mengaku memiliki ikatan keluarga dengan SS. "Di sana diancam lagi korban," ungkap Yogi.
Puncak pemerasan terhadap B terjadi pada 13 Mei 2024. Saat itu datang dua wanita mengaku bernama Risa Safitri dan Helga Afrianti mencari B di Mataram.
B saat itu tidak sempat menemui keduanya dan meminta dua saudara, Rizki Handika dan Husna Fatayati, menemui mereka di salah satu kafe di Mataram. Kedua orang itu meminta uang sebesar Rp 26 juta ke Rizki Handika.
"Pada hari yang sama dua orang tersebut ternyata sudah meminta uang Rp 1 juga ke B. Di sana mereka berjanji akan menemui saudara korban bernama Rizki Handika," katanya.
B telah mengalami kerugian hingga Rp 270 juta. B lantas melapor ke Polresta Mataram karena merasa terus diperas oleh SS.
SS kemudian ditangkap polisi pada 14 Mei 2024. Polisi telah mengamankan sejumlah barang bukti dugaan pemerasan, seperti uang tunai Rp 1 juta dan beberapa tangkapan layar bukti transfer.
SS telah menjadi tersangka dan dijerat Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). "Pelaku sudah kami tahan di Polresta Mataram guna proses hukum dan penyidikan lebih lanjut," jelas Yogi.
#dtc/bin