JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej sebagai tersangka dalam kasus dugaan gratifikasi. Eddy bersama dua anak buahnya disebut menerima uang dari pengusaha tambang nikel Helmut Hermawan.
Kepastian status Eddy sebagai tersangka disampaikan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata. Ia menyatakan para pimpinan KPK telah sepakat soal itu sejak akhir Oktober lalu.
“Penetapan tersangka Wamenkumham, benar itu sudah kami tandatangani sekitar dua minggu lalu,” kata Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kamis (9/11/2023).
Alex mengatakan ada empat tersangka dalam kasus gratifikasi itu. Selain Eddy, Alex tak merincikan siapa tiga tersangka lainnya.
“Empat tersangka. Dari pihak penerima tiga, dan pemberi satu,” ujar Alex.
Bermula dari laporan IPW
Penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK melakukan penyilidikan selama kurang lebih tujuh bulan. Kasus ini bermula dari laporan Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso pada Maret 2023.
Eddy dilaporkan karena diduga memperdagangkan kewenangannya dalam sengketa kepemilikan saham PT Citra Lampia Mandiri (CLM), perusahaan pemilik konsesi 2.660 hektare tambang nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan. Eddy diduga menerima suap Rp 7 miliar melalui dua asistennya, Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana.
Dalam laporannya, Sugeng menyertakan beberapa bukti kepada KPK. Diantaranya empat bukti transfer dan foto pertemuan antara berbagai pihak yang terkait.
"Kemudian ada chat yg menegaskan bahwa Wamen EOSH mengakui adanya satu hubungan antara dua asprinya yang menerima data tersebut sebagai orang yang diakui. Sehingga terkonfirmasi bahwa dana yg masuk ke rekening yang bernama YER dan YAM adalah terkonfirmasi sebagai yang disuruh atau terafiliasi dengan dirinya," ujarnya saat menyerahkan laporan itu ke KPK pada 14 Maret 2023.
KPK periksa Eddy cs
KPK setidaknya telah dua kali memeriksa Eddy Hiariej, yaitu pada 20 Maret dan 28 Juli 2023. Dalam pemeriksaan pertama, KPK juga memeriksa Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Ari Rukmana.
Eddy sendiri enggan berkomentar soal kasus yang menyeretnya. Dilansir dari Majalah Tempo, Eddy mengonfirmasi telah menjelaskan dugaan gratifikasi atas tindaklanjut laporan IPW pada Maret lalu.
“Sudah saya jawab saat pemeriksaan di KPK,” ujarnya. “Substansi jawaban ataupun klarifikasi yang saya sampaikan kepada KPK bersifat rahasia.”
Sugeng menilai KPK kurang transparan dalam penyelidikan kasus ini. Pasalnya, menurut dia, KPK tak menginformasikan apa saja langkah yang sudah mereka lakukan dalam penyelidikan kepada dirinya selaku pelapor.
Bahkan, Sugeng menyatakan mendapatkan kabar bahwa KPK telah memeriksa pemilik PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan, dari pihak lain.
"Ini yang saya protes dan usulkan agar KPK juga membuat SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) seperti polisi," kata Sugeng kepata kepada awak media di Jakarta, Minggu (12/11/2023).
KPK bantah tak transparan dan kantongi data PPATK
Juru Bicara KPK, Ali Fikri, membantah pihaknya tidak transparan dalam kasus ini. Ia menyatakan pihaknya hanya akan membuka konstruksi perkara gratifikasi Eddy di pengadilan tindak pidana korupsi.
"Tapi kami ingin tegaskan setiap perkembangan proses penyidikan pasti akan kami sampaikan ke masyarakat selagi tak mengganggu penyidikan,” kata Ali.
Ali juga memastikan penanganan kasus ini sudah sesuai prosedur. Soal bukti-bukti yang dikantongi penyidik, Ali menyatakan telah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) soal aliran dana ke guru besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada itu.
“Kami sudah lama bersinergi dengan pihak PPATK untuk menelusuri aliran uang dan juga transaksi yang mencurigakan untuk perkara dugaan gratifikasi di Kemenkumham ini,” kata Ali Fikri, Jumat, 10 November 2023.
Helmut Hermawan merasa diperas Eddy
Kuasa Hukum Helmut Hermawan, M Sholeh Amin, membantah jika kliennya memberikan gratifikasi atau suap terhadap Eddy Hiariej. Soleh menyatakan kliennya justru diperas Eddy Hiariej cs. Soleh menyatakan pihaknya lah yang melaporkan masalah ini ke IPW.
“Yang melaporkan ke IPW itu Pak Helmut. Merasa diperas dan ditipu. Dijanjikan SP3 (Surat Perintah Penghentian Perkara), tapi tak pernah ada wujudnya,” kata dia.
Soleh mengakui ada penyerahan uang kepada Yosi dan Yogi. Akan tetapi, dia menyatakan penyerahan uang itu dilakukan untuk mengurus perkara yang dihadapi oleh Helmut dalam sengketa kepemilikan PT CLM. Helmut saat itu dilaporkan Zainal Abidinsyah Siregar cs, lawannya, ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
Saat itu, kata Sholeh, Helmut baru bebas dari tahanan dan bertemu dengan Anita Zizlavsky, teman sekampung Eddy. Anita menyarankan Helmut berkonsultasi dengan Eddy.
“Konsultasi kasus Pak Helmut dalam rangka kepentingan bisa dihentikan kasus di Mabes,” kata Soleh seperti dilansir dari Tempo, Sabtu (11/11/2023) malam.
Setelah bertemu, menurut Soleh, Eddy menilai hal itu sebagai perkara perdata, bukan pidana. Akan teapi Eddy mengaku tak bisa menangani kasus Helmut karena posisi sebagai pejabat negara.
Eddy kemudian memperkenalkan Helmut kepada Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Ari Rukmana. Kedua orang ini lah yang kemudian menangani kasus Helmut dengan bayaran sebesar Rp 4 miliar.
“Dikirimkan dua kali pada 27 April 2022 sebesar 2 miliar dan pada 17 Mei 2022 sebesar 2 miliar,” kata Sholeh.
Yogi dan Yosi, menurut Soleh, kembali meminta uang sejumlah Rp 3 miliar dalam bentuk dolar Singapura (sekitar 235 ribu dengan kurs saat itu). Alasannya untuk mengeluarkan SP3 dari Bareskrim Mabes Polri.
“Ternyata setelah dibayar untuk SP3 itu, yang dijanjikan itu tarsok-tarsok, tak pernah ada. Mintanya juga seperti mengancam, kalau tak bayar bakal ditangkap lagi ini, begitu,” ujarnya.
Selain itu, Soleh juga sempat menyatakan Eddy sempat meminta uang untuk promosi dan menyelenggarakan acara pemilihan dirinya sebagai Ketua Pengurus Pusat Persatuan Tenis Seluruh Indonesia (PP Pelti) sebesar Rp 1 miliar.
“Pada awalnya PT CLM menolak untuk memberikan, namun Wamenkumham melalui Yogi terus mendesak agar PT CLM memberikan uang,” ujarnya.
Eddy Hiariej juga disebut sempat meminta 12,5 persen saham PT CLM. Jika tidak diberikan, menurut Soleh, pria yang menjabat sebagai Wamenkumham sejak 2020 itu mengancam Helmut dan pemilik PT CLM lainnya akan kembali masuk penjara.
“Ada teman Eddy lainnya juga yang minta saham. Diancamlah,” ujarnya.
#tpc/bin