MEDAN -- Pelaku UMKM bidang kuliner di Sumatera Utara (Sumut) tidak terpengaruh larangan "s-commerce" (social commerce) atau menggunakan media sosial untuk berdagang sebagaimana baru-baru diatur pemerintah dalam Permendag Nomor 31 Tahun 2023.

"Bagi saya tidak ada pengaruhnya," ungkap pemilik usaha martabak bernama "Naniko", Eva Meiranda Suska, di Medan, Sabtu (14/10/2023).

BACA JUGA: Keutamaan Beriklan di Media Online Sumatrazone Bagi UMKM

Menurut Eva yang usahanya berlokasi di Medan Sunggal, Kota Medan, aktivitasnya di "s-commerce" seperti TikTok Shop tidak meningkatkan penjualan lantaran peminat yang kurang.

Dirinya pun lebih memilih untuk memanfaatkan media sosial lain yakni Instagram dan WhatsApp. Di sana, pembeli dapat memesan martabak dan membayarnya via transfer.

"Dengan model berdagang seperti itu saya bisa mendapatkan omzet sekitar Rp12 juta per bulan," kata Eva.

Sementara pengusaha UMKM kuliner abon ayam bermerek "Mak Kido", Fitri Wahyuni, juga mengakui "s-commerce" seperti TikTok Shop tidak efektif untuk menjual produknya.

Hal itu lantaran Fitri tidak memiliki banyak follower atau pengikut di aplikasi tersebut. Kemudian, dia pun merasa tidak memiliki waktu untuk berpromosi secara langsung (live).

"Sehari-hari saya memanfaatkan Instagram atau WhatsApp. Untuk omzet, saya bisa mendapatkan rata-rata Rp7-Rp8 juta sebulan," tutur pelaku UMKM Kabupaten Deli Serdang tersebut.


Adapun Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan melalui Sistem Elektronik terbit pada September 2023.

Regulasi itu merupakan revisi dari Permendag Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

BACA JUGA: Kehadiran UMKM Center di Lhokseumawe, Salah Satunya Bantu Persoalan Para Pelaku Usaha! 

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi alasan penerbitan aturan itu seperti pemerintah merasa perlu membuat standardisasi barang di "platform" Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Lalu, adanya indikasi perdagangan tidak sehat oleh pelaku usaha asing, masih lemahnya daya saing UMKM dan produk dalam negeri, belum terwujudnya persaingan yang setara dalam ekosistem PMSE dan munculnya model bisnis baru yang berpotensi mengganggu ekosistem PMSE.

Salah satu isi yang penting dari Permendag Nomor 31 Tahun 2023 adalah soal "social commerce".

Pasal 21 regulasi tersebut menyatakan bahwa pada ayat 2, PPMSE dengan model bisnis lokapasar (marketplace) dan/atau "social-commerce" dilarang bertindak sebagai produsen sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang distribusi barang.

Kemudian ayat 3 pasal yang sama menyebut bahwa PPMSE dengan model bisnis "social-commerce" dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada sistem elektroniknya.

#mcs/pul







 
Top