PADANG – Anak-anak adalah aset berharga, tak hanya bagi orangtua dan keluarganya tetapi juga bagi bangsa sebagai penerus kepemimpinan di negeri ini. Lalu, apa jadinya nanti jika mereka tunas bangsa ini mendapat perlakuan tidak senonoh atau pencabulan dari orang dewasa yang ada di sekitarnya?

Hal itu lah yang terjadi pada anak-anak di Pasaman. Ibarat bunga, putik itu layu sebelum berkembang. 

Dari informasi Polres Pasaman, jumlah anak yang disodomi pelaku yang merupakan seorang mahasiswa ini mencapai 20 orang. Namun angka itu bisa saja bertambah karena belum semua keluarga korban datang melaporkan peristiwa yang dialami anaknya dan proses penyelidikan di kepolisian juga masih berlanjut.

“Anak-anak memilki potensi besar membawa perubahan positif dan membangun masa depan Indonesia yang lebih baik. Namun jika telah dirusak sedemikian rupa, maka yang tersisa hanya trauma dalam dirinya dan sikap pesimis menghadapi masa depan,” kata caleg Partai Golkar untuk DPRD Sumbar, Devi Diany, ketika dimintai tanggapan pengungkapan kasus predator anak di Kabupaten Pasaman baru baru ini.

Untuk itu, lanjut Devi yang juga berprofesi sebagai advokat, para orangtua dan keluarga harus memberikan perhatian dan perlindungan bagi mereka. Sebab banyak hal yang bisa mempengaruhi tumbuh kembang dan masa depan anak-anak sebagai penerus bangsa. 

"Orangtua mestinya menyediakan waktu yang cukup untuk mendampingi anak-anaknya. Sebab kejahatan fisik atau kekerasan seksual itu sering terjadi ketika akan tidak dalam pengawasan orangtua," ujar Devi.

Dan yang paling penting, tekannya, yakni membekali mereka dengan pendidikan agama yang mumpuni sehingga si anak bisa memilah perilaku orang lain terhadapnya apakah wajar atau tidak wajar. Bekali juga mereka dengan pengetahuan tentang cara melindungi dirinya ketika menghadapi situasi yang membuatnya tidak nyaman, seperti harus berani berteriak, lari meninggalkan lokasi tersebut bahkan bila perlu anak-anak dibekali kemampuan beladiri.

“Yang lebih penting, orangtua harus membangun komunikasi yang baik dengan anak, sehingga anak lebih terbuka dan dapat bercerita apa saja yang telah dialaminya,” jelas alumni Fakultas Hukum Unand ini.

Menurutnya lagi, para orangtua juga harus mewaspadai, kekerasan terhadap anak umumnya dilakukan oleh orang-orang yang ada di sekitarnya, bahkan orang dekat dalam keluarganya sekalipun. Oleh sebab itu jangan menyerahkan sepenuhnya pengawasan anak pada pihak lain. 

Untuk kasus di Pasaman ini, ada informasi yang menyebutkan perbuatan pelaku merupakan dampak dari kejadian serupa yang menimpanya sewaktu masih kecil. Pelaku dulunya juga menjadi korban pelecehan seksual. Menyikapi hal ini, untuk memutus mata rantainya ke depan, menurut Devi lagi, ada baiknya keluarga korban berkonsultasi dengan psikolog.

“Anak-anak yang menjadi korban sodomi ini hendaknya mendapat penanganan serius dengan membawanya konsultasi dengan psikolog,” katanya.

"Jadi memang ini mata rantainya luar biasa damage-nya. Sehingga memang harus betul-betul, kalau dia sudah dapat kita identifikasi di fase itu, biasanya ini udah wajib konseling," kata Devi.

"Wajib ke psikolog. Apalagi kalo korban sodomi, karena ada kecenderungan, ada potensi dia jadi pelaku di kemudian hari," tambahnya.

Seperti dikutip dari https://www.liputan6.com/, menurut Wakil Sekjen Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI), dr Baety Adhayati dalam sebuah diskusi, bahwa salah satu dampak tindak kekerasan seksual adalah korban bisa mengalami perubahan orientasi seksual. Kondisi tersebut dapat terjadi terutama pada korban sodomi. 

Baety menjelaskan, korban sodomi mungkin mengalami perubahan orientasi seksual dan berubah menjadi pelaku.

#ede






 
Top