JAKARTA -- Para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) meminta pemerintah membatasi masuknya produk impor. Dengan begitu, produk UMKM bisa berjaya di dalam negeri.

Edison, salah satu pelaku UMKM asal Sumatera Barat (Sumbar) menyampaikan  harapan tersebut lantaran prihatin menyaksikan produk UMKM dari sisi proses produksi kalah dibanding produk impor. Menurutnya kekalahan saing terjadi karena produk impor lebih menggunakan teknologi.

"Sebaiknya barang-barang impor dibatasi masuk ke negara kita. Itu harapan kami. Kita kalahnya kan di SDM saja? Mereka kan tenaga mesin, kalau kita tenaga manusia," katanya ketika dijumpai di toko sepatunya  di kawasan Tanah Abang, Jakarta, Jumat (4/8/2023) pagi.

Kendati masih tertinggal dalam hal pemanfaatan teknologi untuk berproduksi, namun ia cukup salut kepada para pelaku UMKM lokal yang kreatif dan selalu berusaha membuat produk dengan kualitas tinggi.

Menurut Joson, demikian pria yang telah menjelajahi sejumlah provinsi di gugus Sumatera untuk berjualan pakaian jadi dan sepatu ini akrab disapa, UMKM membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah terutama banyak yang belum pulih dari pandemi covid-19. Terlebih, banyak UMKM yang tidak lagi mempekerjakan orang sebanyak sebelum pandemi.

Ia mencontohkan salah seorang rekannya, pelaku UMKM yang memproduksi sepatu.  Sebelumnya sang rekan mempekerjakan 25 orang. Namun saat ini ia hanya memiliki lima pekerja tetap dan empat pekerja paruh waktu.

Hal senada juga diungkapkan Putra, pedagang kopi penambah stamina di Kota Padang, Sumbar. Ia juga menginginkan UMKM bisa berjaya di negeri sendiri. Untuk itu, menurut lajang yang akrab dengan julukan "Bang Edo" ini , dominasi produk impor harus dikurangi. Pemerintah diminta arif dan cerdas menyikapi kondisi kekinian jika memang semangat memajukan UMKM tidak sekedar isapan jempol.

Pemerintah saat ini memang sedang berencana melarang penjualan barang impor di marketplace khususnya di bawah US$100 atau Rp1,5 juta. Larangan itu berlaku hanya untuk skema cross border commerce.

Artinya, larangan hanya berlaku untuk ritel luar negeri yang menjual produknya langsung ke konsumen di Indonesia.

Kebijakan itu akan tertuang dalam revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

#bin/ede








 
Top