BUKITTINGGI, SUMBAR -- Artis sekaligus politisi Rieke Diah Pitaloka, menilai, setiap pemerintahan mulai dari tingkat desa, kabupaten, provinsi hingga pusat harus memiliki data yang akurat agar kebijakan yang diambil dapat tepat sasaran.
"Selama ini, menurut pengamatan saya, kebijakan yang diambil pemerintah hanya berdasarkan asumsi atau dugaan yang tidak sesuai dengan realitas di tengah-tengah masyarakat. Sehingga banyak kebijakan menggelontorkan uang negara yang tidak tepat sasaran," ungkap anggota DPR RI dari PDIP dalam kunjungannya ke Nagari Panampuang, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Jumat (18/8/2023) kemarin.
Dalam kesempatan tersebut, Rieke atas nama Pitaloka Foundation melakukan serah terima data nagari presisi dari Dekan Fakultas Ekologi Manusia (FEMA) Institut Pertanian Bogor (IPB).
Menurut sosok yang fenomenal lewat perannya sebagai perempuan lugu bernama "Oneng" di sinetron "Bajaj Bajuri" tersebut, data tidak kuat hanya omong kosong.
"Data tidak valid semua hanya cerita bohong. Karena dalam data, dalam angka ada jutaan nasib rakyat dipertaruhkan,” ujarnya serius.
Terkait data yang ia terima, Rieke mengapresiasi Pemerintah Nagari Panampuang di Kabupaten Agam yang sudah menyelenggarakan pemerintahan dengan basis data presisi. Di mana Pemerintahan Nagari Panampuang membangun sistem data presisi dalam bentuk norma yuridis yakni Peraturan Nagari (Pernag).
“Pertama di seluruh Indonesia sistem penyelenggara pemerintah nagari (setingkat desa) berbasis data presisi,” ungkap Rieke.
Secara umum, perempuan cerdas bernama dan bergelar lengkap Dr. Rieke Diah Pitaloka Intan Purnamasari, S.S., M.Hum itu mengapresiasi Sumbar sebagai provinsi yang telah melahirkan banyak tokoh bangsa dan pahlawan nasional. Para tokoh tersebut turut terlibat dalam merumuskan Pancasila. Bahkan, Ketua Dewan Perancang Nasional pertama di Indonesia, sepengetahuan Rieke adalah tokoh Sumbar yakni Mohammad Yamin yang telah merancang konsep kesejahteraan yang dapat diimplementasikan.
Menurut Rieke, Pancasila dirumuskan oleh para tokoh pendiri bangsa bukan untuk mendikotomi atau mengelompokkan anak bangsa, melainkan untuk mewujudkan kesejahteraan bangsa Indonesia.
Jadi, terkait menilai Pancasilais atau tidak Pancasilais, menurutnya lagi, ukurannya harus tentang bagaimana Pancasila dan konstitusi itu dijalankan dalam bentuk pembangunan.
"Data akurat, kebijakan yang diambil tepat sasaran, niscaya pemerataan pembangunan berjalan sesuai harapan," pungkas Rieke.
#rep/ede