SEBENARNYA belum ada dasar hukum Indonesia yang sepenuhnya mengatur penggunaan jasa debt collector dalam urusan penagihan utang. Apalagi terkait tata cara kerja debt collector di lapangan, baik dalam berkirim pesan, maupun dalam menghampiri debitur atau pemilik utang. Bila terdapat praktik-praktik menyimpang, ada otomatis melanggar hukum dan perundang-undangan.
Begitulah faktanya, meskipun kehadiran debt collector sesungguhnya dapat membantu kreditur atau pemberi utang dengan dasar pemberian kuasa guna menagih utang kepada debitur atau pemilik utang.
BACA JUGA: Ancaman Pidana Bila Debt Collector Gunakan Kekerasan Tagih Utang
Meski belum diatur dalam perundang-undangan, namun pada prinsipnya debt collector bekerja berdasarkan pemberian kuasa oleh kreditur. Pemberian kuasa yang dimaksud harus sesuai dengan ketentuan Pasal 1793 ayat (1) KUHPer yang menyatakan bahwa kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan bawah tangan dan surat lisan.
Berdasarkan hukum penggunaan jasa pihak lain dalam pekerjaan menagih utang, khususnya di bidang perbankan telah ada aturan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, Surat Edaran BI (SEBI) No. 14/17/DASP Perihal Perubahan atas Surat Edaran BI No 11/10/DASP perihal Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu.
Dalam peraturan tersebut, dijelaskan PBI dan SEBI mengimbau yang ditujukan kepada kreditur bahwa kreditur harus mematuhi pokok etika penagih utang kartu kredit. Hal ini berlaku ketika melakukan penagihan pada debitur yang dilarang menggunakan ancaman, kekerasan, atau sifat yang mempermalukan debitur.
Aturan tersebut juga menjelaskan bahwa kreditur tidak boleh secara terus menerus menghubungi debitur hingga bersifat mengganggu. Pihak kreditur hanya boleh melakukan pekerjaan menagih di pukul 08.00 hingga 20.00 waktu alamat debitur.
Jika debt collector melakukan penagihan di luar tempat domisili debitur, maka kreditur harus memiliki dasar persetujuan dan perjanjian dengan debitur terlebih dahulu.
Penggunaan jasa debt collector yang tidak sesuai prosedur, seringkali menimbulkan keresahan pada debitur. Tidak jarang pula terjadi bentrok antara debitur dengan pihak debt collector. Bahkan kerap terjadi para debt collector di lapangan menjadi bulan-bulanan aksi pengeroyokan massa. Masyarakat yang saat ini rata-rata sudah melek hukum fidusia, tidak lagi mau tinggal diam ketika keluarga dekat, tetangga atau orang-orang sekitar mereka berhadapan dengan oknum debt collector yang tata cara penagihan utangnya tidak etis atau menjurus ke tindak intimidasi bahkan kekerasan fisik.
#hukumonline/red