TANJUNGPINANG -- Seorang ibu muda, pesakitan kasus korupsi, terisak di hadapan majelis hakim Pengadilan Tipikor Tanjungpinang, Rabu (7/6/2023). Wanita bernama Suherna Ningsih itu teringat anak semata wayangnya yang masih berusia 7 tahun. Kepada majelis hukum ia memohon keringanan hukuman, sehingga bisa tetap mendampingi tumbuh kembang si anak.
Permohonan itu disampaikan Suherna dalam pembelaan atau pledoi-nya. Ia mengaku sangat menyesali perbuatannya. Atas kasus korupsi yang menjerat, kehidupannya pun berubah total. Termasuk, untuk tetap mendampingi tumbuh kembang sang anak.
“Memohon keringanan hukuman dari majelis hakim, karena saya masih ada anak kecil, dan butuh pendampingan,” jelas Suherna dalam pledoi yang dituangkan di secarik kertas.
Tak hanya Suherna, kuasa hukumnya Husni dari FHS Law Office juga meminta agar majelis hakim bisa mempertimbangkan hukuman untuk Suherna. Tuntutan hukuman pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor dinilai tidak sesuai dengan perbuataan Suherna. Dimana bunyi pasal 2 yakni melakukan korupsi untuk memperkaya diri.
“Tuntutan yang dialamatkan jaksa tidak terbukti dan tidak sesuai dengan fakta hukum. Harusnya, jaksa bisa memakai pasal 3, karena terdakwa tidak memperkaya diri. Sampai saat ini terdakwa juga tak punya aset apapun, hal ini membuktikan terdakwa tidak memperkaya diri,” ujar Husni yang didampingi kuasa hukum lainnya, Faris.
Masih kata Husni, semua perbuataan terdakwa diketahui oleh pimpinan cabang, termasuk soal pencairan dana pinjaman. Apalagi untuk pencairan dana diatas Rp 25 juta, itu harus mendapat persetujuan dari pimpinan.
“Perbuataan Suherna terjadi karena SOP di perusahaan itu tak berjalan dengan baik dan sebagaimana mestinya. Ada kelalaian, sehingga Suherna mendapat celah untuk melakukan tindakan pidana korupsi,” jelas Husni.
Masih kata Husni, tuduhan Suherna melakukan dugaan 66 transaksi fiktif di Pegadaian, yang diduga merugikan negara Rp 1,9 miliar tak benar. Karena diantara transaksi itu ada yang memang sesuai prosedur.
“Padahal dari 66 transaksi itu, ada yang benar-benar sesuai dengan prosedur. Nilai kerugian negara Rp 1,9 miliar, itu bukan jumlah yang dikorupsi terdakwa, namun include dengan semua bunga pinjaman. Jadi bukan total yang dikorupsi Rp 1,9 miliar,” sebut Husni.
Menurutnya, kondisi Suherna saat ini sangat tertekan. Apalagi ketika ingat anak semata wayangnya yang masih butuh kasih sayang.
“Terdakwa selalu menangis jika ingat anak, masih usia 7 tahun. Untuk statusnya masih aktif, namun untuk gaji ditahan oleh Pegadaian. Intinya kami meminta keringanan untuk terdakwa,” sebut Husni.
Atas permohonan itu, jaksa penuntut umum (JPU) Abram menyatakan tetap pada tuntutan. Sidang pun akan kembali digelar oleh majelis hakim pada 21 Juni mendatang di Pengadilan Tipikor Tanjungpinang.
Diketahui, pekan lalu JPU menuntut Suherna Ningsih, pegawai PT Pegadaian dengan total hukuman 11,6 tahun penjara. Hukuman itu terdiri dari tuntutan pidana badan 7 tahun dan 6 bulan.
Kemudian juga denda Rp 100 juta subsider 3 bulan. Ditambah dengan uang penganti kerugian negara Rp 1,9 miliar, yang apabila tak dibayar maka diganti dengan 3 tahun dan 9 bulan penjara.
Jaksa menilai terdakwa Suherna terbukti melanggar pasal 2 ayat 1 juncto pasal 18 UU RI No 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor. Hal itu disimpulkan dari fakta-fakta persidangan, baik dari keterangan terdakwa, saksi dan barang bukti.
Sebelum menjatuhkan tuntutan, pihak nya juga telah mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan terdakwa. Hal yang meringankan terdakwa bersikap koperatif dan sopan. Hal memberatkan, terdakwa telah merugikan negara Rp 1,9 miliar.
Karena itu terdakwa Suherna dituntut dengan 7 tahun dan 6 bulan penjara. Kemudian denda Rp 100 juta, subsider 3 bulan penjara (apabila tak membayar denda).
Diketahui, Suherna didakwa telah melakukan korupsi di Pegadaian Syariah Cabang Batam Seipanas sebesar Rp 1,9 miliar. Terungkapnya dugaan korupsi di tubuh pegadaian berawal dari hasil audit investigasi tim Satuan Pemeriksa Internal (SPI) Batam IV.
Dalam investigasi itu, tim audit menemukan adanya 66 transaksi fiktif di CPS Seipanas dan UPS Bengkong. Setelah ditelusuri, ternyata transaksi itu dilakukan oleh Suherna dengan memakai nama 10 orang, baik itu kerabat maupun nama orang lain.
Dari hasil pemeriksaan itu, Suherna diduga telah melakukan 66 Rahn Gadai Fiktif yang terjadi di CPS Sei Panas dan UPS Bengkong.
Sebanyak 66 Rahn gadai Fiktif tersebut, kata Aji lagi, bersumber dari 14 Jasa Titipan, 11 order Mulia Ultimate (Pembelian Emas Secara Cicilan), 7 Rahn aktif dan 1 Barang jatuh tempo yang akan dilelang (MDPL) serta 1 Arrum Emas Baru dengan total Uang Pinjaman sebesar Rp 1.940.000.000.
Barang yang digadaikan Suherna dalam transaksi fiktif bersumber dari 14 jasa titipan, 11 mulia ultimate (pembeliaan emas secara cicilan), 7 Rahn aktif, 1 barang jatuh tempo lelang, 1 arrum emas baru. Proses transaksi itu dilakukan Suherna dalam kurung waktu awal 2021 hingga Februari 2022 dengan total kerugiaan negara mencapai Rp 1,905 miliar.
#trb/dek