JAKARTA -- Kementerian Keuangan menegaskan tunjangan kinerja (tukin) menjadi tanggung jawab kementerian dan lembaga (K/L), ketika anggaran telah ditetapkan sebagai Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Direktur Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta menegaskan bahwa proses pencairan tukin menjadi ranah Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Pada prinsipnya, ketika anggarannya telah dipatok di dalam DIPA, maka tanggung jawabnya berada di masing-masing K/L.
Adapun terkait dengan dugaan mark up, Isa menuturkan hanya K/L yang tahu detil level PNS-nya masing-masing
"Kan mereka yang tahu pegawainya berapa?, level nya di mana saja? dan sebagainya itu," ujarnya.
"Kita bisa saja melihat kewajaran dan sebagainya tapi tidak sampai detail sekali. Oh si A dapat berapa si B dapat berapa?. Enggak sampai begitu," katanya.
Isa menambahkan posisi K/L adalah penanggung jawab operasional. Seharusnya, sambung Isa, K/L melakukan assessment atau penilaian dan kemudian memastikan semuanya berjalan dengan baik.
"Menteri, pimpinan lembaga sebagai chief operating officer (COO), mereka yang tahu hal-hal yang sifatnya teknis," tegas Isa.
Ketua KPK Firli Bahuri membeberkan modus operandi yang dilakukan 10 tersangka korupsi tukin di Kementerian ESDM tersebut. Menurut dia, selama kurun waktu 2020-2022, Kementerian ESDM merealisasikan pembayaran belanja pegawai berupa tukin dengan total sebesar Rp 221,92 miliar.
Selama periode tersebut, para pejabat perbendaharaan serta pejabat lainnya di lingkungan Ditjen Minerba ESDM diduga telah melakukan manipulasi dan menerima pembayaran tukin yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan.
"Bahwa dalam proses pengajuan anggarannya, diduga tidak disertai dengan data dan dokumen pendukung serta melakukan manipulasi," kata Firli.
Salah satunya, menurut Firli, melakukan pengkondisian rekapitulasi pembayaran dan daftar nominatif di mana Priyo Andi Gularso selaku Subbagian Perbendaharaan PSPM Kementerian ESDM meminta kepada Lernhard Febrian Sirait selaku staf PPK agar "dana diolah untuk kita-kita dan aman".
"Pelaku menyisipkan nominal tertentu kepada 10 orang secara acak, di samping itu juga melakukan pembayaran secara ganda atau lebih kepada seorang atau 10 orang yang sudah ditentukan. Ini adalah modus operandi yang dilakukan para pelaku," kata Firli.
Sehingga, kata dia, dari tukin yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp 1,33 miliar, namun pada faktanya yang dibayarkan sebesar Rp 29 miliar. Dengan demikian, atas kejadian tersebut dan perbuatan para tersangka, telah terjadi selisih atau kelebihan bayar Rp 27,6 miliar.
#cnbc/haa