JAKARTA — Dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), mengungkap adanya setoran bulanan Rp 500 juta kepada mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny Gerard Plate. Setoran setengah miliar saban bulannya itu tidak hanya mengalir ke level menteri, tetapi juga turut disetorkan ke sejumlah anggota DPR.
Berikut adalah pengakuan dua tersangka Anang Achmad Latif dan Irwan Heryawan dalam berita acara pemeriksaan (BAP) masing-masing mengenai uang setoran tersebut. Kisaran Januari sampai Februari 2021, tersangka Anang Achmad Latif (AAL) diminta menghadap tersangka Johnny Gerard Plate yang saat itu masih menjabat sebagai menkominfo. Anang dalam pertemuan tersebut juga masih menjabat sebagai direktur utama (dirut) Bakti. Bakti adalah badan layanan umum (BLU) di Kemenkominfo.
“Saya lupa persis waktunya,” kata Anang dalam penggalan BAP yang Republika dapatkan dari tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung).
Pertemuan Anang dengan Johnny Plate ketika itu terjadi di ruangan menteri di lantai 7 gedung Kemenkominfo, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat. “Membicarakan tentang beberapa hal, tentang masalah pekerjaan,” kata Anang.
Di akhir pertemuan, Johnny Plate meminta Anang menyediakan uang operasional Rp 500 juta setiap bulan.
“Apakah Happy sudah menyampaikan sesuatu?” tanya Johnny Plate kepada Anang. Happy yang dimaksud Johnny Plate adalah Happy Endah Palupy (HEP), kepala Bagian Tata Usaha (kabag TU) di Kemenkominfo.
“Soal apa?” tanya Anang kepada Johnny. Johnny Plate pun menjelaskan kepada Anang, “Soal dana operasional tim pendukung menteri sebesar (Rp) 500 juta setiap bulan untuk anak-anak kantor.”
Menteri dari Partai Nasdem itu pun merujuk Anang agar berkomunikasi dengan Happy mengenai uang operasional menteri tersebut. Anang menangkap pesan itu, lalu undur diri keluar ruangan menemui Happy.
“Saya bilang ke Bu Happy, ‘Pak Menteri sudah sampaikan soal dana operasional, tetapi kasih saya waktu ya,'” kata Anang. Happy mengiyakan.
Selang tiga sampai lima hari, Anang tak sengaja bertemu Happy di lantai 7 Kemenkominfo. Happy, kata Anang, menagih soal Rp 500 juta itu. “Saya menjawab belum ada solusi,” kata Anang. Pada hari itu juga Anang bertemu dengan tersangka Irwan Heryawan (IH) di kantor Moratel, Tendean, Jakarta Selatan. Anang dan Irwan sama-sama alumni Teknik Elektro Institut Teknologi Bandung (ITB) 1995. Irwan adalah komisaris PT Solitech Media Sinergy.
Pertemuan Anang dan Irwan dilakukan malam hari. Lalu, Anang mengutarakan kepada Irwan tentang permintaan Johnny Plate soal Rp 500 juta itu. “Mungkin lu bisa bantu gue, Wan,” kata Anang. Kata Anang, sahabatnya itu kaget soal permintaan si menteri. “Ini 500 (juta) sekali atau setiap bulan?” tanya Irwan. Anang pun menjelaskan permintaan sang menteri itu, “Setiap bulan.”
Dalam BAP Irwan sebagai tersangka pun tercantum bahwa setoran Rp 500 juta kepada Johnny Plate itu terealisasi. Setoran tersebut diberikan sejak pertengahan 2021 sampai akhir 2022. Uang setengah miliar tersebut bersumber dari proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti. Dana itu juga berasal dari Jemmy Sutjiawan (JS), salah satu pihak konsorsium dan pemegang sekaligus koordinator subkontraktor dalam proyek nasional pembangunan menara telekomunikasi yang merugikan negara Rp 8,32 triliun itu.
Irwan dalam pengakuannya mengungkapkan, uang setoran itu bukan cuma untuk menteri. Uang itu juga untuk dibagi-bagikan ke sejumlah karyawan tinggi di Bakti, staf ahli menteri, dan anggota kelompok kerja (pokja). Uang juga sampai ke anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). “Saya mengetahui hal tersebut dari penyampaian Anang Achmad Latif,” kata Irwan dalam BAP yang diperoleh awak media di Jakarta.
Irwan menerangkan, setoran Rp 500 juta itu diberikan tunai setiap bulan. Uang itu dititipkan kepada Anang untuk diteruskan kepada staf ahli menteri. Namun, Irwan mengaku tak tahu nama staf ahli menteri itu.
“Berdasarkan penyampaian Anang Achmad Latif, uang tunai sejumlah Rp 500 juta per bulannya tersebut bersumber dari proyek BTS 4G Bakti. Uang tersebut juga berasal dari Jemmy Sutjiawan. Karena yang memberikan uang ketika proyek sedang berjalan adalah Jemmy Sutjiawan,” kata Irwan.
Dalam pengakuannya, Irwan juga memerinci cara uang setoran bulanan itu sampai ke kantong menteri. Kata dia dalam BAP-nya, setelah Anang dititipkan uang Rp 500 juta, sebelum disetorkan ke menteri melalui stafnya, uang itu terlebih dahulu melewati satu nama sebagai perantara, yakni tersangka Windy Purnama (WP). WP adalah direktur PT Multimedia Berdikari Sejahtera. Windy pun merupakan teman kuliah Irwan dan Anang saat di Elektro ITB 1995.
“Uang (Rp 500 juta setiap bulannya) tersebut diterima oleh Windy Purnama dan kemudian Anang Latif akan memberikan arahan ke mana uang tersebut disalurkan. Antara lain ke staf menteri kominfo (Johnny Plate), anak buah Anang Latif, seperti Feriandi Mirza, Gumala Warman, dan anggota pokja,” kata Irwan.
Kata Irwan dalam BAP-nya, Windy adalah orang suruhan Anang. Tugas Windy adalah melaksanakan perintah Anang dalam menerima kutipan uang dari proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur BTS 4G Bakti.
Begitu juga uang kutipan dari konsorsium atau pemegang subkontraktor. Windy juga, menurut Irwan, yang menjadi pelaksana perintah Anang untuk mengirimkan uang bulanan tersebut ke pihak-pihak yang dipilih.
Polanya, kata Irwan, dengan cara perintah dari Anang agar Windy menghubungi pihak-pihak penerima bagi-bagi uang setoran bulanan tersebut melalui telepon. “Bahwa Windy Purnama adalah pihak yang menjadi kurir untuk mengantarkan uang atas perintah Anang Achmad Latif. Beberapa pemberian antara lain adalah kepada staf menteri kominfo (Johnny Plate), anak buah Anang Latif, seperti Feriandi Mirza, Gumala Warman, dan anggota pokja, dan pihak-pihak lain, seperti untuk anggota DPR,” ungkap Irwan.
Irwan dalam BAP-nya juga mengaku pernah menyetorkan uang senilai Rp 1 miliar kepada Windy, orang suruhan Anang itu. Setoran uang tersebut berasal dari Lukas Hutagalung, investor pembangunan BTS 4G Bakti dari PT Nusantara Global Telematika, konsultan perencana PT Paradita Infra Nusantara. Uang Rp 1 miliar itu ditransfer kepada PT Telekomunikasi Mandiri Sejahtera, perusahaan telekomunikasi milik Irwan. Pada 7 Juni 2022, melalui rekening perusahaan tersebut, uang Rp 1 miliar itu ditransfer kepada Windy melalui bank.
Cerita permintaan setoran bulanan Rp 500 juta itu sempat dibantah oleh tim kuasa hukum Johnny Plate. Pengacara Johnny, Ali Nurdin, saat ditemui Republika beberapa waktu lalu, menyangkal pengakuan tersangka Anang tentang permintaan dana operasional kliennya itu. “Enggaklah. Kalau itu, enggak pernah ada. Enggak ada perintah itu,” kata Ali.
Pengacara Irwan, Handika Honggowongso, kepada Republika tak membantah pengakuan kliennya tersebut. Ia mengaku tak hafal isi keseluruhan cerita Irwan dalam BAP. Kata Handika, BAP Irwan ada dua. Satu BAP berkaitan dengan pengakuan kliennya sebagai tersangka. Satu lagi BAP Irwan sebagai saksi atas tersangka yang lain.
“Saya belum melihat BAP Irwan sebagai saksi. Tetapi, saya juga enggak ngecek satu per satu penjelasan Irwan dalam BAP-nya itu (sebagai tersangka),” ujar Handika.
Kasubdit Penyidikan Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Haryoko Ari Prabowo juga mengaku tak bisa mengklarifikasi semua pengakuan tersangka dalam BAP. Namun, Prabowo memastikan, semua alat bukti dan pengakuan yang terkait dengan peran para tersangka akan dibuka di pengadilan.
“Semuanya itu nanti kita lihat di pengadilan. Saya tidak bisa mengecek semua pengakuan tersangka karena itu materi penyidikan. Tetapi, semuanya itu kita akan lihat di pengadilan,” ujar Prabowo.
Dugaan korupsi BTS 4G Bakti Kemenkominfo terkait dengan proyek pembangunan dan penyediaan infrastruktur 4.200 menara komunikasi di wilayah-wilayah terluar di Indonesia. Proyek nasional tahun jamak 2020-2025 itu dianggarkan sebesar Rp 28 triliun untuk pembangunan sekitar 7.000-an BTS 4G Bakti.
Namun, dalam penggelontoran anggaran sebesar Rp 10 triliun yang sudah dikeluarkan oleh APBN sepanjang periode 2020 sampai 2022, terjadi dugaan praktik korupsi yang merugikan negara senilai Rp 8,32 triliun. Pembahasan penganggaran itu dilakukan oleh angggota Komisi I sebagai mitra Kemenkominfo di DPR.
Plate sebelumnya telah berjanji akan mengungkap pihak-pihak yang semestinya bertanggung jawab atas perkara korupsi proyek pembangunan dan penyediaan BTS 4G BAKTI Kemenkominfo 2020-2022 tersebut.
“Pastinya kita akan melihat, Pak Johnny akan membuka selebar-lebarnya, sejelas-jelasnya duduk perkara ini, juga siapa-siapa saja yang menikmati, siapa saja yang melakukan, dan siapa saja yang menggunakan uang negara, dan sebagainya,” ujar anggota tim kuasa hukum Plate lainnya, Achmad Cholidin, Senin (12/6/2023).
Menko Polhukam Mahfud MD sebelumnya juga mengatakan, mengetahui informasi bahwa korupsi BTS 4G mengalir ke tiga partai politik. “Saya dapat info itu dan saya sudah lapor ke presiden saya tidak akan masuk ke urusan politik, ini hukum murni biar hukum yang menentukan itu,” ujar dia bulan lalu.
Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad telah menanggapi isu aliran ke parpol tersebut. Menurutnya, Partai Gerindra tak ada kaitannya dengan kasus tersebut.
"Kalau di Gerindra kita justru kaget denger ada aliran, sementara kita kaitannya ya tidak ada sama sekali soal BTS itu," ujar Dasco di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (24/5/2023). Menurutnya, ada oknum yang berusaha menyeret Partai Gerindra di pusaran kasus korupsi proyek BTS.
Anggota Komisi I DPR Fraksi PDIP Sturman Panjaitan juga mengatakan tak paham soal aliran dana. "Aku tidak tahu, absolutely, I have no idea about that. Jadi saya tidak tahu, jadi saya tidak bisa jawab, ke mana mengalir ke mana," ujar Sturman di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (24/5/2023).
Sturman sekali lagi menyatakan, dirinya tak tahu-menahu tentang gosip terkait korupsi proyek BTS tersebut. "Masya Allah, saya masalah aliran-aliran tidak tahu, karena saya tidak pernah mengalir dan mengaliri," ujar Sturman.
Ketua DPP PDIP, Said Abdullah juga mengeklaim mengatakan bahwa partainya tak ada kaitannya sama sekali dengan kasus tersebut. "Saya tidak mendengar, saya tidak melihat, dan saya memastikan tidak ada merah masuk di (kasus) BTS," ujar Said.
#rep/bin