JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai wacana restorative justice untuk tindak pidana korupsi membuka karpet merah bagi koruptor.
Hal ini disampaikan peneliti ICW Lalola Easter menanggapi wacana restorative justice yang sempat diusulkan pimpinan KPK yang baru, Johanis Tanak.
“Wacana ini berpotensi besar memberikan karpet merah untuk koruptor,” kata Lalola dalam konferensi pers di Kantor ICW, Jakarta, Kamis (10/11/2022).
Lalola menuturkan, wacana ini tidak relevan dengan tugas KPK.
Sebab, KPK tidak menangani kasus korupsi yang kerugian negaranya di bawah miliaran rupiah.
Oleh karena itu, Lalola mempertanyakan asal mula wacana ini muncul ke permukaan.
Ia juga menilai, apabila wacana ini diterapkan akan menambah kewenangan KPK yang sebelumnya sempat ditolak, yakni kewenangan mengeluarkan surah perintah pemberhentian penyidikan (SP3).
“Jadi, bayangkan kalau ditambahkan lagi, satu tugas atau kewenangan yang tidak dilarang untuk dilakukan mekanisme restorative justice itu dilakukan KPK,” ujarnya.
Lalola menambahkan, KPK harus berhati-hati dalam mengeluarkan wacana tersebut.
Terlebih, performa KPK sedang tidak baik-baik saja karena adanya sejumlah catatan miring terkait kinerja pemberantasan korupsi.
Ia meyakini wacana juga tidak akan memberikan pengaruh terhadap membaiknya performa KPK.
“Tentu tidak akan semakin membaik dengan performa KPK yang memang jelas-jelas kian menurun,” katanya.
Diketahui, wacana restorative justice pada tindak pidana korupsi diusulkan oleh Pimpinan KPK yang baru, Johanis Tanak.
Ia menyampaikan hal tersebut saat menjalani fit and proper test di Komisi III DPR pada 28 September 2022.
Namun, ditemui usai resmi dilantik sebagai Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak mengatakan bahwa usulan itu hanya sekadar opini.
"Tapi pandangan sebagai akademisi tentunya bisa saja. Tapi, bagaimana realisasinya tentunya nanti lihat aturan," ujarnya usai pelantikan di Istana Negara, Jakarta, pada 28 Oktober 2022.
#kpc/bin