JAKARTA -- Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) TNI AU Marsma Fachri Adami menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101. Facri menyebut kariernya rusak akibat kasus korupsi ini.
Awalnya, jaksa menanyakan soal tanggung jawab Fachri selama menjabat PPK TNI AU. Fachri mengaku pertama kali menjadi PPK dan mempelajari teknis pengadaan dari stafnya.
"Saya tidak tahu pengadaan ini jadi masalah. Kalau saya tahu jadi masalah, saya tidak akan lakukan," kata Fachri Adami di dalam persidangan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (7/11/2022).
"Karier saya kan hancur gara-gara ini?," tambahnya.
Kemudian, Fachri juga ditanya soal Disposisi Panglima TNI kepada Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) yang saat itu dijabat Marsekal Agus Supriatna. Surat Disposisi itu bernomor B4091/IX/2016 dan dikeluarkan pada bulan September 2016.
Adapun isi disposisi itu berbunyi:
Disposisi.
Ini sistem APBN 2016 yang sudah harus dieksekusi, dan sudah turun Dipa TNI AU. Untuk siapkan dokumen-dokumen dalam kesiapan menjawab masalah tersebut.
Fachri mengaku juga memiliki diposisi tersebut. Namun, dia sempat bersitegang lantaran jaksa menanyakan kesimpulan disposisi itu bertujuan melanjutkan pengadaan.
"Menurut Pak Jaksa itu perintah menghentikan atau saya melengkapi dokumen. Bapak jangan menanya seolah-olah saya bodoh gitu loh," kata Fachri.
"Lima tahun saya menahan ini, Pak," imbuhnya.
Diketahui, saat ini tengah berlangsung persidangan perkara korupsi pengadaan helikopter angkut AW-101 di lingkungan TNI AU. Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK turut menghadirkan sejumlah saksi lain. Mereka adalah Letkol Adm Wisnu Wicaksono selaku mantan Kepala Pemegang Kas TNI AU; Laksma Joko Sulistyanto; dan Bennyanto Sutjiadji, Direktur Lezardo.
Sebelumnya, Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh atau John Irfan Kenway didakwa melakukan korupsi hingga merugikan negara sebesar Rp 738 miliar. Jaksa penuntut umum menyebut Irfan telah melakukan spesifikasi teknis pengadaan helikopter angkut AW-101 dan menyerahkan barang hasil pengadaan yang tidak memenuhi spesifikasi.
"Melakukan atau turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum yaitu telah melakukan pengaturan spesifikasi teknis pengadaan helikopter angkut AW-101, melakukan pengaturan proses pengadaan Helikopter Angkut AW-101, menyerahkan barang hasil pengadaan berupa Helikopter Angkut AW-101 yang tidak memenuhi spesifikasi," kata jaksa Arief Suhermanto saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Jakpus, Rabu (12/10).
Tak hanya itu, Irfan juga didakwa memberikan uang kepada mantan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Agus Supriatna sebesar Rp 17 miliar. Uang itu, sebut jaksa Arief, sebagai dana komando.
Atas perbuatan itu, Irfan didakwa Pasal 2 ayat (1) subsider Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
#dtc/bin