MATARAM -- Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) berhasil mengungkap dugaan praktik percaloan pembuatan paspor di Unit Layanan Paspor (ULP) Imigrasi Kelas 1 Mataram, Selong, Kabupaten Lombok Timur.
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman NTB Arya Wiguna mengatakan, sesuai hasil investigasi yang dilakukan pada bulan Juni-Juli 2022, banyak ditemukan dugaan praktik percaloan pembuatan paspor dengan modus layanan diskriminasi antara calo dan oknum petugas di ULP Lombok Timur yang diresmikan tahun 2016 lalu tersebut.
"Jadi mekanisme pembuatan paspor ini banyak kami temukan di lapangan menggunakan beberapa calo. Karena mekanisme pembuatan M-Paspor ini bisa sampai berjam-jam di ULP Lombok Timur, inilah yang kemudian dimanfaatkan oknum calo untuk mempercepat pembuatan M-Paspor," kata Arya, Selasa (2/8/2022) siang, di Kantor Ombudsman NTB, Mataram.
Dugaan praktik percaloan pembuatan paspor di ULP Lombok Timur, lanjut Arya, biasanya dilakukan mulai pukul 06.00 Wita. Bahkan, beberapa orang yang diduga calo di ULP Lombok Timur dengan leluasa keluar masuk ruangan kantor.
"Jadi ada biaya yang harus dikeluarkan oleh pembuat paspor, agar bisa segera akses dan mendapatkan M-Paspor membayar sebesar Rp 2,5 juta yang jauh dari harga semestinya. Padahal harga resmi yang ditetapkan pemerintah itu sebesar Rp 350 ribu untuk paspor biasa 48 halaman," ucap Arya.
Menurutnya, dugaan praktik percaloan di Kantor Imigrasi ULP Lombok Timur diduga telah berlangsung sejak beberapa bulan terakhir. Dalam pembuatan paspor ada perbedaan perlakuan layanan pembuatan paspor, bagi warga yang ingin membuat paspor sebagai syarat bekerja menjadi pekerja migran Indonesia (PMI) di luar negeri.
"Jadi selain modus mempercepat pembuatan paspor, ada modus pembuatan visa ziarah, visa umroh yang kita tahu itu di luar layanan jam pelayanan pembuatan paspor. Dari hasil investigasi, banyak proses yang tidak dilalui, bahkan calo paspor sengaja tidak melalui proses wawancara si pembuat paspor, cukup meminta identitas pembuat paspor," jelasnya.
Selain itu, diduga kuat ada praktik penyalahgunaan wewenang yang diberlakukan di Kantor Imigrasi ULP Lombok Timur. Dari hasil penelusuran tim investigasi Ombudsman NTB, sebut Arya, para terduga calo mencoba memuluskan pemohon paspor melalui non antrean alias bawah meja.
"Pemohon yang mengurus paspor melalui terduga calo akan mendapatkan kemudahan akses. Bahkan tidak melalui proses layanan foto, sidik, hingga wawancara sebagai syarat pembuatan paspor," katanya.
Sejauh ini, ULP Imigrasi Lombok Timur diduga membiarkan praktik percaloan ini bergerak leluasa di tengah masyarakat Lombok Timur. Aksi percaloan ini juga diduga bergerak melalui belakang kantor ULP Imigrasi Lombok Timur.
"Jadi ada istilahnya membayar lekok beak dan biru (buah pinang merah atau biru). Jadi istilah itu diartikan sebagai pemberian uang dalam jumlah mata uang merah (ratusan ribu) dan biru (puluhan ribu) ke masing-masing calo. Calo ini juga dikasih kuota per hari sampai delapan layanan paspor sehari," tutur Arya.
Asisten Bidang Penanganan Pelaporan Ombudsman NTB Sahabudin meminta Kantor Kemenkumham NTB segera mengambil langkah tegas terhadap dugaan praktik percaloan pembuatan paspor di ULP Imigrasi Lombok Timur. Kemenkumham NTB juga diminta segera mengevaluasi para oknum pegawai yang diduga bermain bawah meja di Kantor ULP Imigrasi Lombok Timur.
"Praktik ini juga dibagi hingga Pulau Sumbawa. Ketika ada laki-laki yang akan membuat paspor bisa mengurus di ULP Lombok Timur. Untuk perempuan membuat paspor ke ULP Sumbawa," pungkas Sahabudin.
#dtc/ndo