MOJOKERTO, JATIM -- Kepala UPT Puskesmas Jetis, Kabupaten Mojokerto drg. Rosa Priminita dicopot dari jabatannya. Lantaran ia terbukti melakukan jual beli jabatan pengisian honorer di Puskesmas Gondang, tahun 2019 silam.
Tak hanya itu, aparatur sipil negara (ASN) yang sebelumnya menjabat Kepala UPT Puskesmas Gondang itu juga dijatuhi sanksi berat. Yakni hukuman disiplin sesuai dengan PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Sanksinya penurunan jabatan setingkat lebih rendah selama 12 bulan, ini termasuk hukuman disiplin tingkat berat," kata Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Kabupaten Mojokerto, Ardi Sepdianto, Selasa (19/7/2022).
Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan-pertimbangan Pemkab Mojokerto menjatuhkan sanksi berat kepada drg Rosa. Di antaranya faktor yang memberatkan yakni, ditemukan fakta adanya pelanggaran tersebut.
Selanjutnya, kata Ardi, pelanggaran tersebut berpotensi membawa preseden yang buruk bagi perjalanan pembinaan karir PNS di Pemkab Mojokerto. Artinya, jika sanksi tidak diberikan, tentunya pelanggaran serupa berpotensi dilakukan oleh PNS lain.
"Yang meringankan, yang bersangkutan selama ini kinerjanya bagus, kemudian jabatan fungsional dokter gigi di puskesmas ini cuma satu orang. Kemudian dia (drg Rosa) mengakui perbuatannya," ungkap Ardi.
Sanksi tegas itu, lanjut Ardi, dijatuhkan setelah tim Inspektorat Kabupaten Mojokerto melakukan pemeriksaan perihal aduan adanya aksi jual beli pengisian honorer di Puskesmas Gondang. Bermula dari cuitan Diki Ragil Setia Putra (25).
Warga Kelurahan Wates, Kecamatan Magersari, Kota Mojokerto, ini mengaku menyerahkan uang sebesar Rp 30 juta untuk bisa menjadi honorer di Puskesmas Gondang. Uang itu diserahkan kepada Poniman, yang saat itu menjabat Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Mojoanyar.
Belakangan terkuak, Poniman merupakan salah satu orang yang masuk jaringan jual beli pengisian kursi honorer di Puskesmas Gondang. Bersama drg Rosa, Poniman kemudian memasukkan sejumlah orang sebagai tenaga honorer baru di fasilitas kesehatan tingkat satu itu.
Hingga akhirnya, praktik korupsi penyalahgunaan jabatan itu terkuak. Setelah sebanyak 18 tenaga honorer buka suara, lantaran tidak mendapatkan honor selama 22 bulan atau hampir 2 tahun bekerja. Laporan itu kemudian ditindaklanjut tim Inspektorat Kabupaten Mojokerto.
"Hasil dari pemeriksaan memang benar-benar memenuhi unsur dan yang bersangkutan, terbukti melakukan pelanggaran-pelanggaran, sehingga mau tidak mau sanksi itu harus diterbitkan," ucap Ardi.
Sementara untuk Poniman yang juga berstatus sebagai ASN, kata Ardi, saat ini masih dalam proses pemeriksaan tim Inspektorat Kabupaten Mojokerto. Ardi memastikan jika nantinya terbukti melanggar, sanksi disiplin juga bakal dijatuhkan kepada Poniman.
"Sekarang masih dalam pemeriksaan Inspektorat. Belum itu bukan berarti tidak, kalau terbukti pasti sanksi tegas juga akan dijatuhkan. Untuk sidang kode etik belum, karena masih menunggu hasil pemeriksaan Inspektorat," kata Ardi.
Di sisi lain, Ardi menyatakan sanksi tegas yang dijatuhkan kepada ASN yang melanggar aturan ini, merupakan komitmen Bupati Ikfina Fahmawati dalam menjaga marwah penyelenggaraan pemerintahan daerah Kabupaten Mojokerto agar lebih baik.
"Ini komitmen Pemda, komitmen Bupati untuk menegakkan integritas dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintah daerah dan di sini ini salah satunya, yang melanggar ya diberikan sanksi dan yang berprestasi dikasih reward. Karena reward dan punishment memang harus dijalankan," katanya.
#srj/bin