MEDAN -- Tahanan Polrestabes Medan bernama Hendra Syahputra tewas dianiaya sejumlah tahanan lainnya. Ia dianiaya lantaran tidak memberikan uang Rp 5 juta dengan alasan uang keamanan dan pembinaan di sel tahanan Polrestabes Medan.
Hal itu diungkapkan terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu dalam persidangan lanjutan beragendakan keterangan terdakwa di ruang Cakra 8 Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (10/6/2022)
Dalam persidangan tersebut, terdakwa Hisarma yang dihadirkan melalui video teleconference (vicon), mengaku memukul korban karena disuruh oleh Leo Sinaga yang merupakan oknum polisi di Polrestabes Medan.
"Kami disuruh Leo Sinaga untuk memukuli korban bu hakim," kata terdakwa Hisarman di hadapan majelis hakim yang diketuai Eliwarti.
Selain itu, terdakwa mengaku diperintahkan Leo Sinaga meminta uang Rp 5 juta kepada korban untuk biaya keamanan di dalam sel tahan Polrestabes Medan.
"Leo memerintahkan kami untuk meminta uang kepada korban. Kata Leo, minta uang Rp5 juta sama dia (korban), banyak uangnya tuh, kawan anaknya dicabulinya, kelen siksa aja," sebut terdakwa menirukan perkataan Leo Sinaga.
Mendengar pengakuan itu, penasihat hukum terdakwa mengatakan walaupun kalian turuti kemauan Leo Sinaga untuk meminta uang kepada korban, apakah kalian dikasih uang?
"Jadi, kalau seandainya korban memberikan uang itu, apakah kalian kebagian juga? tanya pengacara kepada terdakwa.
"Biasa dikasihnya bu," ucap terdakwa.
"Ooooo, berarti sudah sering ya?," timpal majelis hakim Eliwarti.
Di luar persidangan, Hermansyah selaku adik korban mengatakan diduga ada oknum Polisi yang terlibat atas meninggalnya Hendra Syahputra di dalam sel tahanan Polrestabes Medan. Sel yang tak obahnya neraka bagi korban penyiksaan.
"Dibilang ada oknum aktif yang terlibat, seharusnya Kapolda bertanggung jawab atas semua ini, kenapa masih ada hal seperti ini terjadi? Kejanggalan dalam perkara ini, kenapa disembunyikan bukti-bukti?, kan da jelas anggotanya terlibat, kenapa disembunyikan?," katanya.
Ia mengatakan dalam persidangan tadi, terungkap bahwa ada oknum polisi aktif yang terlibat dari 12 tersangka yang merupakan tahanan Polrestabes Medan.
"Setahu saya ada 12 orang tersangka, namun dalam perkara ini baru terdakwa Hisarma yang diadili, dari keterangan Hisarma baru terungkap bahwa ada oknum aktif yang terlibat. Selain itu, saya mendapat kabar bahwa beberapa tersangka sudah ada yang bebas," bebernya sembari akan melaporkan kembali para tersangka yang telah dibebaskan.
Untuk diketahui, dalam perkara ini ada 7 tahanan yang ditetapkan sebagai tersangka yakni Tolib Siregar alias Randi, Wily Sanjaya alias Aseng Kecil, Nino Pratama Aritonang, Hendra Syahputra alias Jubal, Juliusman Zebua, Andi Arpino dan Hisarma Pancamotan Manalu. Hal itu sesuai tercantum dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Namun, dari ketujuh tersangka tersebut, baru terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu yang diadili di Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Sementara berkas tersangka lainnya masih berada di Polrestabes Medan.
"Baru, terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu yang diadili, sementara berkas terdakwa lagi, penyidik Polrestabes Medan belum kembali melimpahkannya, kemarin sempat di P19, namun hingga saat ini belum ada pelimpahan berkas kembali," ujar JPU Pantun ketika dikonfirmasi usai persidangan.
Mengutip dakwaan JPU Pantun Marojahan Simbolon mengatakan pada bulan November 2021, saksi Andi Arpino yang merupakan Kepala Blok (Kablock) dipanggil oleh Penjaga Piket Rumah Tahanan Polrestabes Medan, kemudian saksi Andi mengantarkan korban Hendra Syahputra (meninggal dunia) ke Blok G.
"Lalu, saksi Andi meminta uang kebersamaan kepada korban sebesar Rp2 juta, yang mana setiap tahanan harus membayar uang kebersamaan kepada saksi Andi, kemudian korban menghubungi saksi Hermansyah, namun korban tidak memberikan uang kebersamaan kepada saksi Andi," sebut JPU Pantun Marojahan Simbolon.
Lanjut dikatakan JPU, saksi Andi Arpino meminta uang tersebut karena dipaksa oleh Leonardo Sinaga oknum Polisi Polrestabes Medan yang merupakan penjaga piket rumah tahanan, namun korban tidak memberikan, sehingga saksi Juliusman Zebua langsung memukul pundak korban sampai terjatuh.
"Kemudian saksi Andi meminta agar korban menghubungi keluarga korban, namun nomor handphone keluarga korban tidak aktif. Mengetahui hal tersebut saksi Willy Sanjaya alias Aseng Kecil dan saksi Nino Pratama Aritonang langsung memukul punggung korban dari arah belakang. Lalu, saksi Hendra Siregar alias Jubel memukul bagian pundak korban dan saksi Nino memukul bagian lutut sebelah kiri korban menggunakan bola karet yang dibungkus menggunakan baju," sebutnya.
Selanjutnya, kata JPU, saksi Andi menyuruh korban kembali menghubungi keluarganya bernama Hermansyah agar diberikan uang Rp 2 juta untuk uang kebersamaan, namun Hermansyah tidak memiliki uang tersebut.
"Mendengar hal itu, saksi Tolib Siregar alias Randi merasa kesal dan kembali memukul lutut sebelah kiri korban masing-masing sebanyak 2 kali dengan menggunakan bola karet. Lalu, terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu menendang bahu sebelah kanan korban sebanyak 1 kali sampai korban terjatuh ke lantai. Kemudian korban berjalan ke arah belakang sel dan diikuti terdakwa serta tahanan lainnya ikut mengelilingi korban," katanya.
Kemudian, tahanan bernama Rizki membawa balsem dan menyuruh korban onani dengan menggunakan balsem tersebut. Setelah itu, saksi Andi mengatakan kepada korban jika tidak punya uang jangan janjikan ke piket nanti kalau gak ada payah urusannya.
Selanjutnya, pada malam harinya, korban mendatangi saksi Andi, namun belum sempat ke tempat saksi Andi, saksi Hendra Siregar alias Jubal langsung menghadang korban dan memukul tangan korban menggunakan asbak dengan mengatakan 'Mau ngapain kau menjumpai Kablock' dan saksi Hendra mengancam korban dengan menggunakan bola karet tersebut.
Keesokan harinya, korban kembali menemui saksi Andi hendak meminjam handphone untuk menghubungi Hermansyah (keluarga korban), namun tidak diangkat.
Selanjutnya, saksi Nino memukul korban menggunakan kaleng rokok, sehingga korban mengalami luka lebam di bagian lutut sebelah kanan dan kiri, luka lebam di bagian punggung belakang akibat pemukulan hingga susah berjalan.
"Lalu, saksi Hendra Siregar alias Jubel melemparkan bola karet ke arah bagian tubuh korban, hingga mengalami sakit dan susah berjalan. Kemudian, saksi Andi memberikan handphonenya agar korban menghubungi keluarga dan memberitahukan bahwa korban sedang sakit, namun tidak direspons," ujar jaksa.
Selanjutnya, pada Sabtu, 21 November 2021 sekira pukul 08.30 WIB, korban mengalami demam tinggi dan melihat hal tersebut terdakwa Hisarma Pancamotan Manalu melaporkan kepada piket yang berjaga dan korban dibawa ke Klinik Polrestabes Medan untuk dilakukan pemeriksaan.
Kemudian, pada Selasa, 23 November 2021 sekira pukul 03.00 WIB, korban dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara dan pada sekira pukul 17.00 WIB, korban dinyatakan sudah meninggal dunia.
Dari hasil pemeriksaan luar dan dalam, penyebab kematian korban mati lemas karena perdarahan yang luas pada rongga kepala disertai retaknya dasar tulang tengkorak kepala akibat trauma tumpul.
"Atas perbuatannya, terdakwa melanggar Pasal 170 ayat (2) Ke-3 KUHPidana Subs Pasal 368 ayat (1) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Subs Pasal 351 ayat (3) Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana," pungkasnya.
#trm/pul