MINANGKABAU memiliki sederet gelar adat bagi kaum laki-laki, selaras pantun adat “Pancaringek tumbuah di paga diambiak urang ka Ambalau. Ketek banamo gadang bagala baitu adaik di Minangkabau” (ind: Pancaringek tumbuh di pagar, diambil orang ke Ambalau. Kecil bernama kalau sudah besar diberi gelar begitu adat di Minangkabau-red). Masing-masing gelar adat mengandung makna dan tata cara pemberian berbeda.Ini
Gelar adat di Minangkabau ada yang turun temurun dari garis keturunan, ada pula gelar yang diberikan kepada orang dari luar keturunan berdasarkan kriteria tertentu, seperti gelar sangsako.
Secara fungsi dan maksud, tiap-tiap gelar juga berbeda. Ada yang berfungsi sakral, penghormatan atau penghargaan, dan ada pula yang berfungsi sebagai identitas.
Berikut 7 gelar adat di Minangkabau sekaligus penjelasannya:
1. Gelar Sako
Adalah gelar pusaka kaum yaitu gelar datuk, pangulu atau raja. Raja di Minangkabau disebut Pucuak Adat. Didapat secara turun temurun dari garis keturunan ibu atau sistem matrilineal di Minangkabau. Disebut juga batalidarah.
Gelar sako diturunkan dari mamak kandung ke kemenakan kandung yang tidak boleh berpindah tangan, baik antar-kaum maupun antar-suku. Tidak boleh diberikan kepada orang yang bukan keturunan menurut adat Minangkabau.
Gelar datuak atau pangulu diberikan kepada laki-laki dalam kaum atau suku yang dinilai mampu untuk memimpin kaum. Karena datuk / pangulu adalah jabatan tertinggi dalam kaum yang mempunyai kewenangan dan hak memimpin kaum.
Datuak Ketumanggungan, Datuak Parpatiah nan Sabatang, Datuak Bandaro, Datuak Makhudum, Datuak Indomo dan Datuak Sinaro adalah gelar datuk yang utama dalam tambo dan tradisi umum di Minangkabau.
Proses pemilihan datuk/pangulu sangat demokratis melibatkan seluruh anggota kaum. Contoh gala sako, Datuak Kayo, Datuak Sati, Datuak bandaharo, begitu pula Pangulu Gadang, Pangulu Kociak, Pangulu Pasa, Pangulu Kayo dll.
Gelar Raja atau Pucuak Adat antara lain. Daulat yang Dipertuan (DYD) , yang Dipertuan, Tuanku, dan Rajo. Contoh: DYD Raja Alam Minangkabau, disebut juga DYD RA Pagaruyuang DarulQoror. DYD Tuanku Sambah Rajo Alam Surambi Sungai Pagu (Muara Labuah), yang Dipertuan Padang Nunang (Rao), Tuanku Bagindo Kali (Kumpulan).
Gelar dicantumkan dibelakang nama kecil; Amran Datuk Bandaro Kuniang. Mahmud Pangulu Kayo. Datuk Sati Nanputiah. Sutan Muhammad Taufiq SH, DYD RA Pagaruyuang DQ, Firman Rajo Godang dan lain-lain
Pada suku-suku di Minangkabau juga ada gelar sako, gelar ini bisa disebut sebagai identitas yang bersifat sakral dari kaum itu sendiri.
Seperti halnya suku Tanjung, memiliki gelar sako antara lain Datuk Tan Dilangit, Datuk Talangik, Datuk Rajo Intan, Datuk Rajo Ameh, Datuk Rajo Indo, Datuk Gamuak, Datuk Rajo Bandaro Basa, Datuk Kayo dan Datuak Siri Mangkuto
Meski begitu, kadang kala meski sukunya sama, nama gelar sako ada yang berbeda-beda. Gelar sako kaum suku Tanjung di Solok belum tentu sama dengan kaum Tanjung di Bukittinggi.
2. Gelar Sangsako Adat
Gelar inilah yang biasa diberikan sebagai gelar penghormatan kapada orang di luar kaum. Tidak hanya kepada orang, gelar sangsako ini juga dapat diberikan kepada lembaga.
Salah satu contoh, gelar ini diberikan kepada Irjen Pol Toni Harmanto dengan gelar Tuanku Rajo Sinaro Basa dari ninik mamak Nagari Paninjauan, Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar. Saat pemberian gelar, Toni Harmanto adalah Kapolda Sumbar.
Beberapa tokoh nasional yang telah menerima Gala Sangsako ini antara lain Sri Sultan Hamengkubuwono X, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ani Yudhoyono, Megawati Soekarnoputri, Zulkifli Nurdin, Alex Nurdin, Syahrial Oesman, Anwar Nasution, dan Syamsul Maarif.
3. Gelar Pusako Perangkat Adat
Gelar ini khusus untuk para penghulu, manti, dubalang, dan malin yang di Minangkabau disebut sebagai “orang ampek jiniah”, atau orang “jiniah nan ampek”, yaitu imam, khatib, bilal, dan kadi. Gelar ini biasanya ada dalam masing-masing kaum atau suku.
4. Gelar Mudo
Gelar yang dipakai oleh anak muda di Minangkabau yang biasanya diberikan oleh suku istri atau dibawa dari sukunya sendiri. Gelar ini diberikan kepada anak bujang yang akan menikah, pemberiannya pada saat upacara pernikahan.
Dalam upacara pernikahan selalu ada acara khusus malewakan gala marapulai. Banyak sekali ragamnya gala mudo ini menurut inovasi masing-masing kampuang atau nagari. Contoh gala tersebut adalah, sutan, tuah, dll.
Sutan adalah yang sangat luas penggunaannya, hampir semua nagari menggunakan gelar ini. Pemakaiannya dibelakang nama kecil, contoh: Vito Sutan Marajo, Hendrik Sutan Batuah, Azro Sutan Mantari, Irdan Sutan Mangkuto atau Yulindo Tuah Palito.
Menantu laki-laki meskipun bukan orang Minangkabau dapat diberikan gala mudo yang biasanya diberikan oleh kaum mamak pengantin wanita, boleh juga oleh kaum / keluarga istri.
Sejatinya yang paling berhak memberi gelar mudo adalah mamak dari kaum marapulai, namun boleh juga dari kaum istrinya. Gelar ini sering dikaitkan dengan ciri, sifat dan status penerima. Contoh Sutan Batuah karena yang bersangkutan punya keahlian menonjol. Sutan Pamenan sering diberikan kepada menantu kesayangan, dan lain-lain.
Menurut adat, semua laki-laki Minangkabau yang sudah menikah harus punya gelar dan harus dipanggil dengan gelar tersebut, Sutan Pamenan, atau Sutan saja.
5. Gelar Pusako Ayah
Merupakan gelar yang diturunkan dari ayah kepada anaknya berdasarkan kekerabatan kesultanan/kerajaan. Gelar ini diberikan tidak selalu sama dengan gelar ayahnya dan biasanya ditulis dan diucapkan sebelum nama kecil penerima gelar.
6. Gelar Nasab
Gelar ini tak jauh berbeda dengan gelar pusako ayah. Gelar ini juga diberikan dari garis keturunan ayah kepada anaknya dengan penyebutan gelar yang sama.
7. Gelar Sangsako Rajo
Merupakan gelar yang dipakai oleh kerajaan secara turun temurun menurut garis keturunan ibu dan ada juga turun menurut garis keturunan ayah.
#berbagai sumber