Cerpen karya: Tia Setiati
Ibu-ibu lain yang kebetulan sedang berbelanja di tukang sayur keliling itu pun langsung tertarik dengan pertanyaan Mpok Raya padaku.
"Emang kenapa mpok, toh Bang Andi udah minta izin baik-baik dan saya pikir itu yang terbaik daripada Bang Andi selingkuh dan berzina di belakang saya," jawabku enteng.
"Tetep aja Sar lo di-dua-in. Diihh,,, klo mpok mah ogah dahh berbagi cinta suami?," sahut Mpok Raya lagi.
Gemes juga sebenernya menghadapi tetangga super keppoo seperti Mpok Raya yang nggak ada habisnya pengen tau urusan orang lain.
"Nggak pa pa, toh yang dibagi cintanya saya ini, bukan Mpok Raya? Permisi, saya masuk ke dalam dulu mau masak," kataku singkat sambil masuk ke dalam rumah.
Bergegas aku masuk ke dalam rumah, menutup pintu serta mengunci nya. Sempat ku intip Mpok Raya di balik tirai jendela, dia masih asyik meng-ghibahi-ku dengan ibu-ibu lain nya di depan halaman rumahku.
Drrrttt.. Drrrttt..
Ponsel ku bergetar, terlihat nama Bang Andi di layar ponsel.
("Assalamu'alaikum Bang")
("Wa'alaikumusalam dek, abang izin pulang ke tempat mu nanti sore yaa? Soal nya abang mau nganter Anita dulu ke dokter, Syifa hari ini badannya panas, jadi abang mau ajak berobat dulu") ujar Bang Andi di seberang sana.
("Iya Bang nggak papa, kalo kira-kira abang masih dibutuhkan di sana nggak papa kok Bang, kasian Anita klo harus merawat Syifa sendirian di saat sakit begini") sahut ku.
("Iya dek nanti coba nanya dulu ke Anita ya, soal nya khan hari ini jatah abang di tempat mu?") kata Bang Andi kemudian.
("Ya sudah Bang, salam buat Anita dan Syifa ya?")
("Iya dek makasih ya atas pengertian nya? Abang sayang kamu") dan percakapan kami di telpon pun berakhir.
Anita adalah adik madu ku dan Syifa adalah anak Anita dari suami pertama-nya. Suami Anita meninggal pasca kecelakaan pesawat beberapa tahun yang lalu.
Sedangkan pernikahan Bang Andi dan Anita baru berlangsung 2 bulan kemarin. Ya, Bang Andi dan Anita menikah dengan restu dan izin dari ku, ketika itu Anita sering berkunjung ke butik yang aku kelola dan aku sempat mempergoki Bang Andi dan Anita saling bertatapan saat mereka bertemu beberapa kali di butik ku tersebut.
Karna aku tak ingin ada hal-hal yang tidak diinginkan, aku bertanya pada Bang Andi, apakah dia tertarik dengan Anita? Begitu pun dengan Anita. Aku dan adik maduku itu sudah lumayan dekat karena dia salah satu pelanggan di butik ku yang nanti barang-nya untuk dijualnya kembali.
Hingga pada akhirnya dua bulan yang lalu mereka menikah hanya di kantor KUA, karena memang Anita hanya menginginkan seperti itu. Ia tidak ingin ada pesta perayaan, dia sangat menghargai dan menghormati perasaanku dan keluargaku. Aku memberi izin ia menikah dengan Bang Andi saja dia sudah sangat berterimakasih padaku.
Banyak yang bertanya bagaimana dengan perasaan ku, yang dengan mudah mengizinkan suami menikah lagi, apakah sakit atau perih?
***
Awal nya iya aku sakit, kecewa, suamiku memandang dan mempunyai perasaan pada wanita lain. Namun belakangan aku berfikir bahwa itu lumrah karena suami ku hanya manusia biasa. Bagiku, lebih baik suamiku berbagi cinta ketimbang berbuat dosa, berzina dengan perempuan-perempuan tak jelas asal usulnya.
Aku bicara dari hati ke hati dengan Bang Andi. Ia merasa kalau perasaannya pada Anita awalnya hanya sebatas kasihan. Selebihnya ia merasa kagum, di usia nya yang masih muda dengan anak satu, Anita gigih berjuang untuk tetap bisa menghidupi anaknya.
Menurut Anita, semenjak suami pertamanya meninggal, tak ada satu pun dari pihak suaminya yang mau menyantuni Syifa, sementara uang santunan kematian dari pihak maskapai penerbangan juga diambil semua oleh pihak keluarga almarhum suaminya.
Begitu pun dengan rumah yang selama ini ditempati Anita, Syifa dan suaminya semasa hidup, juga diambil alih oleh pihak keluarga nya.
Jadi dia tak memiliki apa-apa setelah kematian suaminya dan memilih tinggal di kontrakan dekat dengan butik-ku.
Dari cerita itu aku dan Bang Andi merasa kasihan dan ikut prihatin, terlebih di usia Syifa yang masih 3 tahun, sedang lucu-lucu nya dan sedang membutuhkan kehadiran seorang ayah.
Terlebih pernikahan ku dengan Bang Andi yang menginjak 3 tahun belum juga dikaruniai keturunan, jadi aku mengikhlaskan Bang Andi untuk menikah dengan Anita, karena aku tahu Anita adalah wanita yang baik.
"Ehhh Ibu-ibu aku sihh heran yaa, kok bisa ya si Sari ngizinin si Andi buat nikah lagi? Sama janda sanak satu lagi!," sayup-sayup terdengar suara Mpok Raya yang masih membicarakanku di depan rumah
"Ya wajar lah, orang janda nya juga masih muda. Lagipula meskipun udah punya anak, masih cantik dan seger " timpal Bu Tita, tetanggaku yang sama julid nya dengan Mpok Raya.
"Aku denger-denger sih yaa, keluarga nya Sari menentang gitu si Andi kawin lagi? Tapi yaa si Sari nya sok ikhlas gitu, kata nya nggak papa menolong janda, tapi khan janda nya cantik? Iya khan Ibu-ibu?," lanjut Mpok Raya dengan tertawa khas nya yang mirip Mpok Kunti di atas pohon sawo.
Hahh, emang dasar emak-emak netizen, selalu ngurusin hidup orang, padahal bisa jadi hidup nya nggak lebih rumit dari hidup ku!
Melalui keputusan yang didasari kejernihan berfikir serta keikhlasan, setidak nya aku bisa mencegah suamiku berbuat zinah dengan selingkuh di belakang ku. Ya sudah, ku suruh menikah saja, toh selagi Bang Andi bisa membagi waktu nya aku mah fine fine aja koq!
*****
Tepat jam 5 sore mobil Bang Andi terparkir di halaman rumah. Ku lihat dari jendela, Bang Andi turun dengan menggendong Syifa. Tak lama, Anita pun ikut turun dari mobil juga.
"Wahhh bini baru nya dibawa juga nihh Pak Andi, hebat yaa kawin lagi dapet bonus nya anak?," ninyir Mpok Raya dari depan rumahnya yang berdempetan dengan sisi kanan rumahku.
"Ehh iya Mpok, permisi saya masuk dulu ya?", sahut Bang Andi santai karena sudah mengenal watak Mpok Raya yang nyinyirnya minta ditampol! Hahaha.
Aku yang melihat kedatangan Bang Andi, Syifa dan Anita pun merasa heran, kok mereka dibawa kesini sihh?
"Assalamu'alaikum," ujar Bang Andi dan Anita berbarengan.
"Wa'alaikumusalam..", bergegas ku buka pintu depan.
"Lohh, Bang Anita dan Syifa kok ikut juga?," tanya ku heran sambil mengambil alih Syifa dari gendongan Bang Andi.
"Iya, tadi pulang dari dokter, Syifa merengek ingin ikut Bang Andi ke sini mbak, bertepatan hari ini jadwal nya Bang Andi di rumah Mbak Sari," jawab Anita mewakili Bang Andi yang terlihat menyimpan tas bawaan Anita dan Syifa di kamar tamu.
"Lohh khan aku sudah bilang di telpon, biar Bang Andi di sana aja dulu nemenin kamu menjaga Syifa. Kasian loh dibawa pergi pergi an kaya gini, pasti cape ya nak?," sahut ku sambil mencium kening Syifa yang memang sedang panas.
"Nggak papa dek, soal nya abang ada kerjaan juga deket-deket sini. Ada lokasi tanah yang harus abang kunjungi besok," kata Bang Andi.
"Oh ya sudah, kalian sudah makan blom, kita makan bareng yukk? Kebetulan aku tadi masak agak banyak".
"Duhhh keluarga poligami yang harmonis bangettt yaa? Jangan sampe aja ada cakar- cakaran klo malem tiba," Terdengar suara Mpok Raya dari samping rumah.
"Duhh itu ember bocor rasa nya pengen aku cakar deh Bang? Dari pagi mulutnya bocor banget!," sungutku pada Bang Andi.
"Sudah,, antepin aja, nanti juga bosen sendiri," sahut Bang Andi.
Anita yang mendengar celotehan Mpok Raya merasa tidak enak sambil melirikku.
"Maafin Anita ya mbak, jadi di-julid-in sama tetangga nya?", sesal Anita
"Bukan salah kamu kok Nit, emang orang itu udah julid dari lahir. Punya mulut udah kaya empang, ada aja yang jadi bahan nyinyiran nya," jawabku asal.
Bang Andi dan Anita yang melihatku gemas pada Mpok Raya hanya tersenyum geli.
Hidangan seadanya telah tersaji di meja makan, kami pun santap siang bareng. Dari luar sana, sayup-sayup masih terdengar 'kicauan' Mpok Raya. Entah apa lagi yang ia ocehkan, yang pasti kami bersantap dengan lahap.
#tamat