PADANG – Sekitar satu juta warga di tujuh kabupaten/kota di kawasan pesisir pantai Sumatera Barat (Sumbar) berada dalam ancaman tsunami. Hal tersebut mengingat ada potensi gempa hingga magnitudo 8,9 di zona Megathrust Mentawai.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar Erman Rahman menjelaskan, dengan skenario gempa magnitudo 8,9 pada 15 kilometer barat daya Pulau Siberut dan kedalaman 10 kilometer, maka 10 menit setelah gempa bumi, tsunami diperkirakan akan melanda Mentawai. Pada menit ke-35, tsunami mulai menghantam Kota Padang.
Menyikapi potensi itu, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar pun akan berupaya melakukan mitigasi bencana mengurangi risiko. Kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tersebut juga perlu ditingkatkan.
Menurutnya, selain Kota Padang dan Kabupaten Kepulauan Mentawai, lima daerah lainnya yang berpotensi terdampak tsunami bila gempa besar itu terjadi yaitu, Kabupaten Pasaman Barat, Kabupaten Agam, Kota Pariaman, Kabupaten Padang Pariaman dan Kabupaten Pesisir Selatan.
Ia menyebut ada lebih kurang satu juta penduduk di tujuh kabupaten/kota tersebut yang terdampak tsunami.
“Potensi gempa dan tsunami itu ada, tapi tidak tahu kapan kita datangnya. Yang tahu Allah. Bencana tidak dapat dihindari, tapi korban jiwa bisa ditanggulangi. Itulah pentingnya mitigasi,” jelas Erman saat menjadi narasumber mitigasi bencana di Hotel Daima Kota Padang, Kamis (4/3/2021).
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), lanjut Erman, hampir setiap tahun terjadi ratusan gempa dengan magnitudo kecil. Dengan demikian, energi dari Megathrust Mentawai diharapkan semakin berkurang.
Bukan Isu Baru
Pakar gempa dari Universitas Negeri Padang (UNP) Pakhrur Razi, saat diwawancarai November tahun lalu, mengatakan potensi gempa dengan magnitudo 8,9 di Sumbar bukan isu baru. Hal tersebut berdasarkan siklus 200 tahun di zona Megathrust.
“Itu bukan isu baru, sudah ada sejak 2013 atau 2014. Hal itu berdasarkan kajian peneliti dari California Institute of Technology,” ujarnya.
Diketahui, potensi gempa magnitudo 8,9 tersebut berpusat di sekitar Kepulauan Siberut. Berdasarkan catatan sejarah, gempa bumi di jalur Megathrust Mentawai juga pernah terjadi pada tahun 1797 dan 1833 dengan magnitudo di atas 8. Sehingga, melihat siklusnya, potensi gempa magnitudo 8,9 itu menunggu waktu saja.
Ia menuturkan, jika gempa bumi dengan magnitudo 8,9 benar-benar terjadi, diperkirakan akan menyebabkan tsunami setinggi 6-8 meter.
“Tsunami itu akan melewati daerah-daerah celah antara Siberut, Sipora, Pagai. Baru menghantam Sumbar,” terangnya.
Meski potensi gempa dengan magnitudo 8,9 ini bukan isu baru, ia meminta untuk tidak panik. Hasil penelitian tersebut bisa dijadikan alarm bagi masyarakat untuk selalu waspada. Hasil penelitian tersebut bisa digunakan masyarakat guna memperkuat mitigasi.
Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Subdit Pencegahan BPBD Sumbar Indraveri mengungkapkan, untuk menimalisasi risiko bencana akibat gempa dan tsunami tersebut, BPBD melakukan upaya struktural dan non-struktural. Upaya struktural itu seperti membangun shelter dan jalur evakuasi lengkap dengan rambu-rambunya serta memasang warning system.
Sementara upaya non-struktural yaitu meningkatkan kapasitas masyarakat agar siap siaga bencana. Peningkatan kapasitas masyarakat tersebut bisa dilakukan dengan pembentukan kelompok siap siaga bencana, keluarga tangguh bencana, dan sekolah aman bencana.
Berkaitan dengan upaya non-struktural ini, BPBD Sumbar mengusulkan ke pemerintah pusat agar masyarakat di 56 nagari di 7 kabupaten/kota di wilayah pesisir Sumbar bisa mendapatkan peningkatan kapasitas siap siaga bencana.
“Bagaimana nanti mereka kita bentuk kelompok siap siaga bencana di sana. Kita latih mereka untuk penyelamatan, komunikasi, pertolongan pertama, hingga melakukan evakuasi mandiri. Kemudian, kita upgrade jalur evakuasi mereka dan rambu-rambunya,” jelasnya, Kamis (4/3/2021).
Indraveri menyebut pihaknya telah mengajukan proposal ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Jika disetujui, program tersebut diharapkan dapat dijalankan pada 2021.
“Kita hanya menunggu saja lagi. Tinggal kebijakan dari mereka,” tandasnya.
(pkt/ede)